BincangMuslimah.Com – Ulama fikih memang berbeda pendapat terkait kebolehan seorang perempuan bepergian sendirian tanpa didampingi mahram. Ada yang melarang, dan ada juga yang memperbolehkan dengan syarat tidak ada suatu hal yang dianggap bisa mengancam keselamatan perempuan tersebut selama bepergian. Baik keselamatan jiwa, agama, maupun hartanya.
Dalam hal ini, Darul Ifta Mesir (Lembaga Fatwa Mesir) lebih condong kepada pendapat yang memperbolehkan seorang perempuan bepergian sendirian tanpa mahram. Fatwa ini penulis temukan di kitab Fatawa wa Ahkam al-Mar’ah fi al-Islam (Fatwa-fatwa dan Hukum-hukum Perempuan dalam Islam). Kitab ini berisi sekumpulan fatwa yang dikeluarkan Darul Ifta ‘Mesir berdasarkan pertanyaan-pertanyaan khalayak tentang perempuan.
Pendapat yang tidak memperbolehkan seorang perempuan bepergian sendiri tanpa mahram berlandaskan hadis Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi,
لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم
Artinya: “Janganlah seorang perempuan bepergian sendiri kecuali bersama mahramnya.” (Riwayat Imam Bukhari)
Secara tekstual, hadits ini bersifat general. Tidak membatasi apakah seorang perempuan tersebut pergi hanya sebentar atau berhari-hari, juga tidak ada batasan jarak yang boleh dan tidak boleh ditempuh oleh perempuan.
Jika diyakini sepenuhnya, maka sebagian kalangan akan menilai hadits ini membatasi ruang gerak perempuan dan menghambat mereka untuk mengembangkan diri. Mengingat kini kita telah memasuki era komunikasi dan teknologi digital, serta mobilitas manusia semakin dinamis dan kian banyak perjalanan antar daerah atau antar negara dengan tujuan bisnis, politik, maupun pendidikan.
Oleh karenanya, banyak dari kalangan ahli fikih yang menilai hadits ini tidak bersifat mutlak. Sebab dalam riwayat hadits lain, ada indikasi kebolehan seorang perempuan bepergian sendiri tanpa mahram.
فإن طالت بك حياة لترين الظعينة من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف أحدا إلا الله
Artinya: “Seandainya kamu diberi umur panjang. Kamu pasti akan menyaksikan seorang perempuan yang mengendarai kendaraan berjalan dari Hirah hingga melakukan thawaf di Kakbah tanpa takut kepada siapapun kecuali Allah.”
Kualitas hadits ini shahih sebab diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Perlu diketahui, bahwa jarak tempuh perjalanan dari Kota Hirah ke Mekkah lebih dari 1500 km.
Dari keterangan dua hadits yang penulis sebutkan, sebagian ulama menyimpulkan bahwa hadits kedua mengkhususkan hadits pertama yang amat general. Sehingga perempuan bepergian tanpa mahram itu memungkinkan dan boleh dengan syarat mereka mesti aman dalam perjalanan. Atau dalam konteks menetap di luar daerah, maka harus aman hingga tempat. Akan tetapi jika ada ancaman keselamatan, maka hukum berlaku sebaliknya.
Jika sudut pandangnya kita ulur ke belakang, maka kita menemukan hukum ini sebenarnya tidak hanya berlaku bagi perempuan. Tetapi juga bagi kaum laki-laki.
Di berbagai literaturnya, Islam menegaskan bahwa setiap individu muslim wajib menjaga keselamatan jiwa, agama, harta dan nasabnya, atau biasa disebut maqashid syariah. Prinsip ini berlalu umum untuk laki-laki dan perempuan. Hal apapun yang dapat mengancam individu dari salah satu sisi tersebut, secara syariat harus dihindari.
Sehingga perjalanan apapun yang membahayakan dan mengancam salah satu di antara nyawa, agama, harta, dan nasab seseorang, dilarang oleh syariat. Sekalipun seorang perempuan bepergian bersama mahramnya, namun masih ada ancaman keselamatan bagi keduanya maka perjalanannya tetap dilarang oleh syariat. Atau ada sekelompok laki-laki yang hendak bepergian namun ada perkiraan akan terjadi bencana alam yang begitu hebat di tempat tujuan, maka hukumnya sama, Islam melarangnya sebab membahayakan nyawa mereka.
Demikianlah ulasan seputar kebolehan seorang perempuan bepergian sendirian tanpa mahram. Perjalanan apapun selama tidak mengancam keselamatan nyawa, agama, harta seseorang maka Islam memperbolehkan. Sekalipun tidak didampingi mahram. Sebagaimana sepeninggal Rasulullah Saw. para istri beliau pergi berhaji didampingi oleh Usman bin affan.
3 Comments