Ikuti Kami

Diari

RUU PKS : PR Besar yang Harus Segera Dituntaskan

menolak ruu-pks, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Akurat.co

“Beda dengan Elly Sajad – nama disamarkan – dari Universitas Negeri Surabaya. “Aku berkepentingan dengan aksi ini karena aku korban pelecehan. Berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan,”ujarnya. Ekspresi ini  mencerminkan salah satu tuntutan dari aliansi masyarakat sipil dan mahasiswa-mahasiswi, yaitu segera megesahkan RUU PKS. Tak sedikit poster kreatif terpampang selama demonstrasi mahasiswa menyuarakan perlindungan dari kekerasan seksual.” – Dikutip dari Majalah Tempo edisi 30 September – 6 Oktober 2019.

 

BincangMuslimah.Com – Tahun 2020 ini, RUU PKS termasuk salah satu RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Di penghujung akhir tahun 2019 lalu, tentu masih segar dalam ingatan bahwa mahasiswa pernah tumpah ruah ke jalanan. Bukan sekadar iseng atau asal meramaikan pemberitaan di media. Mereka ingin menyuarakan hak yang tertindas sebagai warga negara Indonesia, yaitu pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Tiada ampun. Bahkan Generasi millenial yang dianggap paling apatis sekali pun terusik ‘kenyamanannya’.

Ada 7 tuntutan yang disuarakan dan sebenarnya bukan sesuatu serta merta muncul begitu saja. Ketujuh tuntutan tersebut merupakan kumpulan bola – bola salju yang dibiarkan mengambang pesoalannya, mengendap dan dipaksa untuk dituntaskan tanpa pertimbangan yang matang di akhir kepengurusan DPR, 30 September. Kasarnya, untuk menuntaskan program DPR seakan  bergegas mengesahkan rancangan undang-undang.

Perlu diketahui jika memang sudah menjadi tugas DPR untuk membahas, merancang dan menyusun undang-undang. Nantinya RUU tersebut akan disahkan bersama dengan Presiden. Ibarat pelajar yang punya targetan setiap semesteran, DPR pun sama. Namun targetan DPR selalu jadi sorotan karena capaian pengesahan RUU yang dianggap minim.

Bicara soal RUU penting  yang tidak kunjung dituntaskan, kita pastinya tidak akan lupa dengan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU PKS merupakan hasil gagasan dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang berasal dari kajian Komnas Perempuan selama 12 tahun kebelakang. Kajian ini berawal dari Komnas Perempuan yang menyadari jika pola kekerasan seksual mempunyai kecenderungan berbeda tiap tahunnya.

Baca Juga:  Direktur AMAN Indonesia, Sayangkan Kekerasan Pada Aktivis Perempuan

Kajian itu dimulai dengan mengumpulkan berbagai laporan sejak tahun 2001 bekerja sama dengan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM). Khususnya kasus kekerasan seksual pada perempuan. Hasilnya? Rata-rata dalam satu hari ada 35 kasus kekerasan seksual yang terjadi. Dalam sehari, setiap 2-3 jam perempuan menjadi korban. Di tahun Catahu 2019 saja tercatat ada 406.178 kasus kekerasan perempuan.

Hasil dari pengkajian dari laporan 10 tahun ini kemudian menerbitkan kesimpulan baru. Banyak kasus kekerasan seksual yang belum terdefenisikan secara hukum. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP) belum ada defenisi lain dari kekerasan seksual selain pencabulan atau pemerkosaan. Hal ini lah yang mengakibatkan pihak aparat  kebingungan untuk menangani kasus. Beberapa di antaranya bahkan bersikap seolah lepas tangan dan tidak mau menangani kasus dengan  dengan tepat. Masyarakat pun kebingungan dalam menentukan sikap. Lalu pelaku, kelamaan menjadi bersifat impunitas.

Lihatlah saja kasus ibu Baiq Nuril. Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kita bisa bilang jika kasus ini cukup unik dan bikin miris hati. Baiq Nuril yang menjadi korban justru dilaporkan oleh pelaku karena dituduh telah mencemarkan nama baik. Yaitu dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasus ini berawal pada Agustus 2002. Baiq Nuril selaku guru di SMAN 7 Mataram ditelepon oleh pelaku yang berprofesi sebagai kepala sekolah (HM). Dalam percakapan telepon tersebut, HM membicarakan soal pengalaman yang bermuatan seksual. Merasa jika apa yang dilakukan oleh HM merupakan bentuk pelecehan seksual, Baiq Nuril berinisatif untuk merekam pembicaraan. Namun sayangnya pembicaraan tersebut bocor oleh rekan Baiq Nuril lalu menyebarkan ke khalayak.

Pelaku yang tidak terima membawa Baik Nuril ke proses hukum. Baiq Nuril sempat dibebaskan atas tuduhan pada 26 Juli 2017 oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram, NTB. Namun kasus ini kembali berlanjut hingga mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Baiq Nuril mengajukan Peninjauan Ulang (PK). Namun anehnya, PK tersebut pun ditolak. Korban justru harus membayar Rp 500 juta dan dikenakan mendekam dipenjara selama 3 bulan.

Baca Juga:  Sosialisasi Kekerasan Seksual Semakin Masif, Kok Kasusnya Meningkat?  

Tentu saja kasus ini mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Aktivis perempuan dan masyarakat saling bekerjasama membantu Baiq Nuril. Akhirnya kasus ini berakhir baik dengan pemberian amnesti dari Presiden Joko Widodo. Tapi tentu bukan ini yang menjadi poin utama. Kasus Baiq Nuril adalah contoh dari ketidakjelasan dari keberadaan hukum kekerasan seksual. Baiq Nuril adalah 1 dari ribuan bahkan belasan ribu yang terekspos dan mendapatkan penyelesaian yang baik.

Kenapa RUU PKS Mesti Disahkan?

Selain memiliki defenisi yang lengkap terkait kekerasan seksual, RUU PKS ini punya perbedaan yang tidak dimiliki oleh KHUP. Seperti yang pernah dijelaskan sebelumnya, KHUP hanya mencantumkan pencabulan dan pemerkosaan saja. Padahal dalam Catahu Komnas Perempuan di tahun 2020, ada 15 bentuk kekerasan seksual yang teridentifikasi. Alih-alih mendukung korban dan memberikan haknya, KHUP cenderung melindungi korban.

Kasus Agni, mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), misalnya. Peristiwa terjadi saat Agni mengikuti kuliah kerja nyata. Penyangkalan pun dilakukan oleh pelaku seperti tidak sampai ‘memasukkan alat kelami’ atau korban tidak melawan saat dilecehkan. Jadi pelaku menganggap bahwa korban diam tanda menikmati. Sebuah stigma klasik yang sering terjadi kepada korban.

Setelah pergumulan panjang, akhirnya kasus ini berakhir dengan ‘damai’. Kata damai bagi kasus pelecehan seksual tentu bukan sesuatu yang mengenakkan. Hal ini adalah gambaran betapa cemen nya hukum di Indonesia terkait pelecehan seksual. Santer terdengar, kasus ini berusaha ditutupi demi menjaga nama baik instansi. Sayang sekali memang, bahkan sampai ranah pendidikan pun tidak bisa memberi perlindungan kepada korban.

Kehadiran RUU PKS ini dirasa menjadi jawaban dari absurdnya penaganan kasus kekerasan seksual seperti dua kasus di atas. Selain berusaha untuk menjerat pelaku, RUU PKS juga berfokus kepada korban. RUU PKS ini mempunyai tujuan untuk melindungi hak korban yang hanya sedikit sekali jika dilihat dalam ranah KHUP. Bagaimana tidak? Dari 500 pasal hanya tiga pasal yang membahas korban kekerasan seksual ini. Dalam pasal 1 RUU PKS, ada istilah hak korban yaitu korban mendapatkan tiga hak atas dirinya yaitu penanganan, perlindungan dan pemulihan.

Baca Juga:  Ketika Drama Korea Tak Lagi Melulu tentang Percintaan

Hak penanganan di atur di dalam pasal  24 ayat (1), (2) dan (3) dimana, korban mendapatkan fasilitas pendampingan psikis, sosial dan ekonomi. Di dalam hak penanganan ini korban juga mendapatkan informasi, dokumen penanganan serta mengatur visum, pemeriksaan psikologis secara berkala.

Selanjutnya adalah hak perlindungan. RUU PKS, berusaha untuk melindungi korban dari stigma yang merendahkan dan berhak mendapatkan pengawalan keamanan dari penegak hukum dan lembaga terkati. Dan terakhir, adalah hak atas pemulihan yang diatur di dalam pasal  27 sampai 32. Pemulihan mencakup hampir seluruh aspek yang bersentuhan dengan kehidupan korban seperti psikologi, fisik, sosial, ekonomi, lingkungan dan sebagainya.

RUU PKS jelas punya hajat baik. Isi dari RUU ini bertujuan untuk melindungi segenap perempuan Indonesia dimulai dari tindak pencegahan sampai penaganan. Namun pengesahan RUU PKS musti terganjal beberapa hal seperti banyaknya penolakan dari sebagian masyarakat karena dianggap telah membawa narasi yang bertentangan dengan moral.

Rekomendasi

Islam Mengecam Perdagangan Perempuan dan Anak

pendampingan pemulihan korban kekerasan seksual pendampingan pemulihan korban kekerasan seksual

Rawannya Pelecehan Seksual di Transportasi Umum dan Urgensitas RUU PKS

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Kritik Nabi kepada Laki-laki yang Suka Main Kasar pada Perempuan

Diskusi Buku: Tradisi Sati di India dan Pengalaman Kekerasan Perempuan Lainnya Diskusi Buku: Tradisi Sati di India dan Pengalaman Kekerasan Perempuan Lainnya

Diskusi Buku: Tradisi Sati di India dan Pengalaman Kekerasan Perempuan Lainnya

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Berita

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Muslimah Daily

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Muslimah Talk

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Muslimah Talk

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir  Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Khazanah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia? Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Muslimah Talk

tantangan menjalani i'tikaf ramadhan tantangan menjalani i'tikaf ramadhan

Amalan yang Dianjurkan Ulama Saleh di Bulan Maulid Nabi

Ibadah

Trending

Pencegahan Gangguan Menstruasi Pencegahan Gangguan Menstruasi

Bolehkah Perempuan Haid Ikut Menghadiri Acara Maulid Nabi?

Kajian

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Memperingati Maulid Nabi dengan Tradisi Marhabanan

Diari

Rahmah El-Yunusiyah: Pahlawan yang Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan

Muslimah Talk

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Ibadah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

maria ulfah kemerdekaan indonesia maria ulfah kemerdekaan indonesia

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Khazanah

Connect