Ikuti Kami

Muslimah Talk

Melihat Pemaksaan Alat Kontrasepsi dalam UU TPKS

Pemaksaan Alat Kontrasepsi TPKS
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Pemaksaan alat kontrasepsi masuk dalam salah satu jenis kekerasan seksual, Pasal 4 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Bentuk lain kekerasan seksual yakni berupa pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi sosial, perbudakan sosial, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Tulisan ini akan membahas terkait pemaksaan alat kontrasepsi. Hal yang jarang sekali dibicarakan, alasannya karena pembicaraan kontrasepsi adalah tabu. Padahal pembicaraan ini sangat diperlukan, dan merupakan tindakan pidana karena merugikan orang lain.

Dalam Pasal 8 UU TPKS disebutkan, barang siapa memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi.

Sayangnya dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang baru saja diundangkan, untuk pembahasan pemaksaan alat kontrasepsi tidak dibahas detail seperti draft sebelumnya.

Dalam draft sebelumnya dijelaskan secara rinci, pemaksaan alat kontrasepsi yakni tindakan berupa mengatur menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau sistem reproduksi biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem reproduksinya yang mengakibatkan korban tidak dapat memiliki keturunan.

Dalam penjelasan pasal tersebut, kontrasepsi adalah cara yang dilakukan untuk mencegah pembuahan atau kehamilan dengan berbagai metode, dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Pemaksaan Kontrasepsi dalam Undang-Undang ini meliputi upaya untuk memasukkan atau melekatkan alat atau benda ke dalam tubuh seseorang atau memaksa penggunaan obat-obatan herbal maupun kimia oleh seseorang tanpa persetujuannya, termasuk metode sterilisasi.

Baca Juga:  Asma binti Abu Bakar: Perempuan di Balik Hijrahnya Rasulullah

Kendati demikian, UU TPKS yang baru saja diundangkan ini memberikan 1/3 hukuman lebih berat pada pelaku dalam beberapa kondisi. Misalnya jika tindak pidana pemaksaan alat kontrasepsi dilakukan oleh anggota keluarga, pejabat publik, atau pemberi kerja.

Selain itu, hukuman akan diperberat jika dilakukan lebih dari satu kali, atau lebih dari satu korban. Kepada anak, penyandang disabilitas, perempuan hamil, dalam keadaan rentan, dan bencana. Pemberatan hukuman juga melihat dampak yang dirasakan korban. Hukuman akan diperberat jika korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular. Mengakibatkan terhentinya dan/atau rusaknya fungsi reproduksi, hingga mengakibatkan Korban meninggal dunia.

Mengapa Pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi harus diatur? Karena pemaksaan alat kontrasepsi membuat perempuan, anak perempuan, dan penyandang disabilitas kehilangan otoritas akan tubuhnya. Mereka tidak bisa memutuskan sendiri apa yang akan mereka gunakan.

Terlebih lagi bagi anak perempuan dan penyandang disabilitas yang dianggap belum atau tidak cakap sehingga tidak mendapat persetujuan utuh. Pemaksaan alat kontrasepsi rentan terhadap pemerkosaan dan perbudakan seksual yang terjadi berulang, karena resiko kehamilan tidak ada.

Pemaksaan alat kontrasepsi jelas melanggar HAM. bukankah setiap warga negara berhak atas rasa aman, bebas dari penyiksaan, dan mempunyai hak atas kesehatan. Tidak dapat dipungkiri jika penggunaan alat kontrasepsi menimbulkan akibat bagi perempuan.

Maka sudah seharusnya kita semakin sering membicarakan perihal kontrasepsi. Saya bertanya pada beberapa teman yang memiliki pasangan, mayoritas mereka menjawab tidak pernah membicarakan hal ini dengan pasangan. Menurut saya pembicaraan ini harus ada sebelum pernikahan.

Mengapa penting? Karena dengan adanya pembicaraan tersebut masing-masing jadi tahu alat kontrasepsi mana yang akan digunakan. Tentu dengan kesepakatan bersama demi kenikmatan bersama. Pun, terlepas dari pernikahan, semakin banyak yang mengetahui tentang kontrasepsi dan dampaknya. Maka semakin meminimalisir kejahatan pemaksaan alat kontrasepsi.

Baca Juga:  Machiavellianisme dalam Romansa: Ketika Kesehatan Mental Jadi Korban

Kita patut mengapresiasi UU ini karena mengisi kekosongan hukum, baik dalam UU Perlindungan HAM, UU Disabilitas, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga maupun UU Perlindungan Anak. UU ini juga sudah sepaket dengan hukum acaranya.

 

Rekomendasi

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Hukum KB dalam Islam Beserta Dalilnya

Pesan Emansipasi Perempuan dalam Turas Nusantara Pesan Emansipasi Perempuan dalam Turas Nusantara

Pesantren Darurat Kekerasan Seksual, Ada Tiga Hal yang Perlu Dilakukan

Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya

Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya, Padahal Nabi Tegas Menegakkan Hukum Termasuk pada Anaknya

kekerasan seksual UU TPKS kekerasan seksual UU TPKS

Penerapan UU TPKS Perlu Sampai ke Pesantren

Ditulis oleh

Alumni Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law).

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan

Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan

Berita

Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil

Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil

Keluarga

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi

Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi

Kajian

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan

Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan

Keluarga

Trending

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda sampai Lahirnya Kongres Perempuan

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

ratu safiatuddin pemimpin perempuan ratu safiatuddin pemimpin perempuan

Ratumas Sina, Pahlawan Perempuan dari Jambi

Khazanah

Perempuan haid membaca tahlil Perempuan haid membaca tahlil

Hukum Perempuan Haid Membaca Tahlil

Kajian

Connect