Ikuti Kami

Muslimah Talk

Penerapan UU TPKS Perlu Sampai ke Pesantren

kekerasan seksual UU TPKS
credit: photo from getyyimages.com

BincangMuslimah.ComKasus kekerasan seksual terus terjadi di dunia pendidikan. Baru-baru ini, terjadi dalam sebuah pesantren di daerah Jombang, Jawa Timur. Tersangka yang diketahui bernama Subchi alias Bechi  itu merupakan anak dari pimpinan pesantren tersebut. Ini menjadi sinyal bahwa penerapan UU TPKS harus sampai ke pesantren.

Yang mengejutkan, ternyata kasus kekerasan seksual ini bukan baru saja terjadi. Dua korban telah melaporkan ke Polres Jombang pada kurun waktu 2017 hingga 2019. Pada tahun 2017, seorang santriwati datang ke Polres dan melaporkan jika Bechi telah memperkosanya. 

Beberapa hari setelahnya, dua santriwati melaporkan tersangka dengan kasus pencabulan. Laporan yang datang ke pihak polisi membuat Bechi dijadikan sebagai tersangka. Namun pelaku tidak datang saat dipanggil dalam pemeriksaan. 

Pada Februari 2020 pihak kepolisian berusaha menjemput pelaku. Namun usaha ini tidak berhasil karena dihadang oleh puluhan massa. Pengumpulan berkas dan bukti pun terus dilakukan hingga tiga tahun kemudian dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. 

Polisi menyebutkan jika Bechi tidak kooperatif hingga akhirnya ditetapkan sebagai daftar pencarian orang. Bahkan pengejarannya, sempat viral di media sosial. Sayangnya, pimpinan pesantren tersebut malah meminta pihak polisi untuk tidak melanjutkan penangkapan sang anak. 

Menurut Kyai tersebut, apa yang ditudingkan pada anaknya, Bechi, merupakan sebuah fitnah. Hingga pada akhirnya, setelah drama yang amat panjang, Bechi menyerahkan diri pada Kamis (7/7/2022). 

Sebelumnya ratusan polisi mengepung dan menggeledah area pesantren yang memiliki luas hampir  40 hektar tersebut. Usaha itu pun tidak membuahkan hasil. Karena usaha penangkapan ini juga dihalangi oleh puluhan massa yang berasal dari pesantren.

Namun pada tengah malamnya, pelaku pun menyerahkan diri. Lebih lanjut, Bechi langsung ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur. Kasus kekerasan seksual di dalam ranah pesantren tentu tidak satu dua kali terdengar. 

Baca Juga:  Ibu dan Gangguan Psikis yang Berujung Depresi

Di tahun yang lalu dan sempat fenomenal ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pemimpin pesantrennya sendiri di Jawa Barat. Pelaku bernama Hery Hirawan dan telah melakukan pemerkosaan 13 santri yang sebagian besar berada di bawah umur. 

Dua kasus mengerikan di atas hanya salah satu dari banyaknya kejahatan seksual yang berada di ranah pesantren. Sangat disayangkan karena pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang dipercaya oleh setiap orangtua. 

Lembaga yang harusnya aman bagi anak-anak malah bisa mengancam dan menjadi sarang predator. Banyak argumentasi kenapa di dalam pesantren yang menjunjung tinggi nilai keagamaan dan etika malah ditemukan kasus kekerasan seksual. 

Faktor pertama bisa disebabkan adanya relasi kuasa yang begitu kuat. Pelaku yang dominan berasal dari guru, orang yang memiliki kedudukan berpengaruh atau pimpinan pesantren jelas punya otoritas di dalam lembaga tersebut. 

Sehingga segala titah yang diberikan olehnya mampu untuk ditaati. Ketimpangan relasi kuasa ini juga dipengaruhi oleh aspek sosial dan ekonomi. Pelaku mengimingi korban dengan kenaikan strata sosial. Atau diberikan pendidikan gratis, menjamin keuangan dan lainnya. 

Faktor ini diperkuat dengan adanya prinsip kepatuhan di dalam pesantren yang bersifat total dan loyal. Diistilahkan sebagai sami’na wa atha’na yang pada dasarnya mengarah pada etika dan adab. Namun bisa berujung mengerikan jika digunakan untuk hal-hal tidak baik. 

Adanya relasi kuasa juga menyebabkan penyalahgunaan terhadap otoritas yang dimiliki. Beberapa penyalahgunaan tadi seperti ketimpangan relasi kuasa yang bersifat patriakis.

Pada dua kasus di atas, dogma agama sering digunakan sebagai senjata oleh para pelaku untuk mendominasi dan mengintimidasi korban. Bahkan, pada kasus di pesantren Jombang, ketika korban mencari keadilan, mereka mendapatkan intimidasi. Para saksi dikabarkan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. 

Baca Juga:  Komnas Perempuan: Regulasi Busana Berdasar Ajaran Salah Satu Agama di Lingkungan Pendidikan

Dan tindakan para aparat serta aktivis tidak dibenarkan oleh pihak pesantren karena disebut mencoreng nama baik agama dan negara. Padahal tidak ada korelasinya. Justru, tindakan yang dilakukan oleh pelaku, dan dilindungi merupakan bentuk pencorengan agama dan negara. 

Di sisi lain, edukasi perihal kekerasan perempuan belum sepenuhnya ada di pesantren. Atau mungkin belum ada sama sekali. Bahkan yang lebih penting lagi, literasi soal kesetaraan dan keadilan gender belum digaungkan di dalam sana. 

Penerapan UU TPKS Perlu Sampai ke Pesantren

Keberadaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pun mulai dipertanyakan penerapannya. Keberadaan UU TPKS memang sudah disahkan beberapa waktu yang lalu. 

Pada kasus, aparat penegak hukum, perlu memastikan jika pelaku diganjar sesuai regulasi yang telah ada ini. Di sisi lain, para korban juga harus mendapatkan pemulihan baik secara fisik dan mental. 

Sehingga korban dapat pulih dari trauma akibat kekerasan seksual yang telah diterima. Tidak sampai di sana saja, korban perlu mendapatkan perlindungan dari segala intimidasi yang ada.

Lebih lanjut, UU TPKS juga perlu diperkenalkan ke dalam dunia pesantren sebagai bentuk pencegahan. Sudah saatnya pesantren memaparkan pada semua civitas pesantren terkait UU TPKS. Kalau bisa, butir-butir TPKS menjadi aturan yang setara dengan regulasi pesantren yang memang wajib untuk ditaati. 

Adanya pemahaman dari tiap santri terkait UU TPKS membuat santri lebih berani melawan dogma ‘jahat’ yang ditanamkan oleh para predator kekerasan seksual. 

Pesantren rasanya juga perlu membangun tempat pengaduan dan lokasi aman jika terjadi kekerasan seksual. Sehingga, ketika terjadi kasus kekerasan seksual di dalam pesantren, korban tahu apa yang harus dilakukan.    

Yang paling penting adalah sudah saatnya santri membangun sikap kritis pada pembelajaran yang ada di dalam pesantren. Saat ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan moral, agama dan hukum, santri berani untuk berkata tidak. 

Baca Juga:  Kasus Pembunuhan Empat Anak di Jagakarsa: KDRT Adalah Kejahatan yang Harus Diproses Secara Hukum 

Islam sendiri mengecam segala sesuatu yang terkait dengan kekerasan seksual. Hal itu tercantum di dalam Al-Quran Al-Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Berdasarkan Tafsir as-Sa’di oleh Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di pakar tafsir abad 14 H. Ayat ini menegaskan jika tidak hanya larangan untuk berbuat zina itu sendiri, tapi hal-hal yang mendekatkan ke arah sana. Kekerasan seksual juga termasuk di dalamnya. 

Oleh karena itu dapat disimpulkan jika kekerasan seksual di pesantren harus diberantas. Penerapan UU TPKS juga perlu diterapkan hingga ke seluruh lini, begitu juga di dalam pesantren. 

Rekomendasi

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Resolusi Jihad NU Resolusi Jihad NU

Resolusi Jihad NU dan Sejarah Hari Santri Nasional

Ashabul Kahfi Masa Kini Ashabul Kahfi Masa Kini

Kaum Santri; Ashabul Kahfi Masa Kini

Filosofi I'rab Santri: Rafa’, Khafadh, Jazm, dan Nashab Filosofi I'rab Santri: Rafa’, Khafadh, Jazm, dan Nashab

Peran Santri dalam Merealisasikan Moderasi Beragama

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Berbuat Baik terhadap Non-Muslim dalam Prinsip al-Quran

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Na’ilah Hasyim Sabri, Mufassir Perempuan Asal Palestina

Muslimah Talk

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Khazanah

Trending

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Kajian

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Kajian

suami suara tuhan suami suara tuhan

Pengertian Keluarga Sakinah dan Makna Perkawinan dalam Islam

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Connect