Ikuti Kami

Subscribe

Kajian

Kemuliaan Perempuan dalam Islam

perempuan dalam al-Qur'an Selesai Haid tetapi Belum Mandi, Apakah Tetap Wajib Berpuasa?

BincangMuslimah.Com – Sebelum kehadiran Islam, perempuan di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah sangat dipandang rendah. Mereka dianggap seperti sebuah barang. Mereka tidak mendapat jatah harta warisan dan tidak memiliki hak untuk mewariskan harta.

Selain itu, perempuan yang sudah menjadi istri boleh ditalak dengan tanpa ada batasnya dan boleh dipoligami dengan tanpa ada batasnya. Bahkan ketika suaminya meninggal dunia dan ia memiliki anak-anak dari istri lainnya, maka anak sulungnya berhak atas perempuan tersebut yang merupakan ibu tirinya.

Masa iddah bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya pun sangat lama sekali, yakni satu tahun sempurna. Perempuan itu harus memakai pakaian yang tidak layak, tinggal di ruangan yang pengap, tidak boleh berhias, memakai parfum, dan menyentuh air untuk bersuci. Ia juga tidak boleh memotong kukunya, memotong rambutnya, dan tampil di depan orang-orang. Maka, ketika ia selesai masa iddahnya, ia pun keluar dengan keadaan yang memprihatinkan. Kotor dan bau.

Tidak hanya itu, perempuan pada masa itu akan disetubuhi banyak pria. Ketika perempuan itu hamil dan melahirkan, maka ia pun bebas memilih laki-laki mana yang berhak menjadi ayah dari bayinya. Ada pula praktek yang disebut dengan nikah istibdha’. Yaitu seorang pria mengirimkan istrinya kepada kepala suku agar istrinya dapat memiliki anak yang bersifat baik. Nikah mut’ah atau kawin kontrak pun legal. Begitu juga dengan nikah syighar, nikah silang dengan tanpa adanya mahar.

Masyarakat Arab Jahiliyyah pra Islam sangat membenci anak-anak perempuan. Bahkan, mereka tega mengubur hidup-hidup anak-anak perempuannya karena mereka dianggap aib.

Demikianlah kondisi yang sangat mengenaskan perempuan di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah. Begitu pula dengan bangsa-bangsa lain, seperti bangsa Yahudi yang tidak mau duduk dan makan bersama dengan perempuan yang sedang haid. Mereka dianggap najis dan kotor.

Perempuan mengalami kemerdekaannya ketika Islam datang dan turunnya Al-Qur’an. Allah swt. mengangkat derajat para perempuan dan memuliakannya. Bahkan, hal ini diakui oleh sayyidina Umar bin Al-Khattab r.a. yang berkomentar, “Dulu, kami pada masa Jahiliyyah tidak memperhitungkan para perempuan sama sekali. Kemudian, ketika Islam datang, Allah mengakui mereka, kami memandang bahwa merekapun memiliki hak atas kami.”

Salah satu bukti bahwa Allah swt. sangat memanusiakan dan menganggap adanya “perempuan” sebagai manusia yang utuh adalah Q.S. Al-Hujurat ayat 13. “Wahai manusia. Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Pada ayat tersebut, Allah swt. benar-benar memosisikan antara laki-laki dan perempuan sebagai makhluk-Nya yang sama dan setara. Hanya takwalah yang menjadi pembedanya. Allah juga menyebutkan perempuan setara dengan laki-laki yang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pahala dan ampunan-Nya pada surah Al-Ahzab ayat 35. “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Selain itu, bukti lain bahwa Islam sangat memuliakan perempuan adalah dengan memperhatikan urusan-urusannya yang diatur dalam Al-Qur’an dan hadis. Bahkan Allah swt. menurunkan satu surah lengkap bernama surah An-Nisa’ (Wanita-wanita). Surah ini membincangkan tentang urusan-urusan penting yang berhubungan dengan perempuan, keluarga, negara, dan masyarakat.

Posisi seorang “ibu” di dalam Islam pun menjadi posisi yang sangat penting. Di dalam hadis Rasulullah saw., beliau pernah ditanya oleh sahabatnya, “Siapa yang lebih berhak aku muliakan?” “Ibumu”. “Lalu siapa?” “Ibumu” “Siapa lagi?” “Ibumu.” “Kemudian siapa?” “Ayahmu.” (H.R. Al-Bukhari)

Islam juga telah memuliakan perempuan dengan memberikan hak-haknya ketika menjadi seorang istri. Yakni hak untuk diberi mahar ketika dinikahi (Q.S. An-Nisa’/4) dan hak untuk diberikan sandang, papan, dan pangan dengan layak (Q.S. Al-Baqarah/233).

Perempuan pun memiliki kebebasan untuk dapat memilih calon suaminya. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Gadis tidak boleh dinikahi hingga dimintai izin, dan janda tidak boleh dinikahi hingga dimintai persetujuannya.” Ada yang bertanya, “Ya Rasulallah, bagaimana tanda izinnya? Nabi saw. bersabda, “Tandanya diam.” (H.R. Al-Bukhari) Khansa’ binti Khidzam adalah salah satu perempuan pada zaman Nabi saw. yang menolak menikah dengan laki-laki yang dijodohkan ayahnya. Ia lebih memilih menikah dengan laki-laki pilihannya yang bernama Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Nabi saw. pun tidak mempermasalahkannya.

Bukti nyata lainnya kemuliaan perempuan di dalam Islam adalah hadis Rasulullah saw. tentang motivasi untuk mengasuh dan mendidik anak-anak perempuan berserta pahalanya yang sangat bersar. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mengasuh dua anak perempuannya hingga dewasa, maka aku akan bersamanya di hari Kiamat kelak.” Beliau merapatkan kedua jarinya. (H.R. Muslim)

Sebenarnya masih banyak sekali ayat-ayat dan hadis-hadis yang membuktikan bahwa betapa Islam sangat memuliakan perempuan. Betapa Allah swt. telah mengangkat derajat para perempuan dengan mengutus Rasulullah saw. Sehingga, jika ada orang atau pihak manapun yang masih menganggap rendah perempuan, mengatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak ramah kepada perempuan, dan pandangan-pandangan negatif lainnya. Maka, sungguh ia sama dengan menghina Allah swt. dan Rasulullah saw. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Rekomendasi

Annisa Nurul Hasanah
Ditulis oleh

Redaktur Pelaksana BincangMuslimah.Com, Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah

Komentari

Komentari

Terbaru

Dampak Ghibah Saat Puasa Dampak Ghibah Saat Puasa

Ngaji Hadis: Dampak Ghibah Saat Puasa

Kajian

pahala puasa tetap sempurna pahala puasa tetap sempurna

Agar Pahala Puasa Tetap Sempurna

Kajian

Lima Kesalahan Orang Berpuasa Lima Kesalahan Orang Berpuasa

Lima Kesalahan Orang Berpuasa

Kajian

hikmah perintah puasa islam hikmah perintah puasa islam

Lima Dosa Besar yang Harus Dijauhi di Bulan Ramadhan

Kajian

Akhlak Nabi: Amanah termasuk dengan Non-Muslim

Khazanah

sunnah berbuka makanan manis sunnah berbuka makanan manis

Apakah Sunnah Berbuka dengan Makanan Manis?

Kajian

berbuka puasa shalat dahulu berbuka puasa shalat dahulu

Lebih Baik Mana, Berbuka Puasa atau Shalat Terlebih Dahulu?

Kajian

Makruh Dilakukan Saat Berpuasa Makruh Dilakukan Saat Berpuasa

Hal yang Makruh Dilakukan Saat Berpuasa

Kajian

Trending

nama anak kakek buyutnya nama anak kakek buyutnya

Apakah Anak Rambut yang Tumbuh di Dahi Termasuk Aurat Shalat?

Berita

Pandangan Islam Tentang Perempuan yang Bekerja

Muslimah Daily

Keutamaan Menikahi Seorang Janda

Ibadah

Hukum Berdandan Sebelum Shalat

Ibadah

islam ibadah aktivitas ritual islam ibadah aktivitas ritual

Benarkah Muslimah Tidak Boleh Shalat Zuhur hingga Selesai Shalat Jumat?

Ibadah

Azzahra al-batul putri rasulullah Azzahra al-batul putri rasulullah

Julukan Azzahra dan Al-Batul untuk Fathimah Putri Rasulullah

Khazanah

Doa Mendengar Azan Keutamaannya Doa Mendengar Azan Keutamaannya

Doa Agar Tidak Overthinking dari Ibnu Atha’illah as-Sakandari

Ibadah

puasa sunnah hari jumat puasa sunnah hari jumat

Bagaimana Hukum Puasa Sunnah pada Hari Jumat?

Ibadah

Connect