BincangMuslimah.Com – Beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan khalayak perihal iklan salah satu brand hijab terbesar di tanah air. Pesan marketing yang disampaikan di media sosial milik brand hijab tersebut cukup kontroversial. Karena mereka mengomentari cara berpakaian perempuan yang dianggap menjadi faktor terjadinya kekerasan seksual.
Iklan berupa video ini diawali dengan sebuah pertanyaan yang berbunyi ‘jika terjadi pelecehan, siapakah yang disalahkan?’
Satu poin yang disorot di dalam iklan tersebut adalah adanya pernyataan bahwa cara berbusana menjadi alasan terjadinya pelecehan seksual.
Di dalam iklan tersebut pun disebutkan juga jika perempuan yang berpakaian terbuka ‘bodoh’. Sehingga mengundang pria untuk melakukan tindak kekerasan seksual. Begini kira-kira cuplikan narasi yang terdapat pada iklan tersebut.
Namun, jika dilihat dari sudut pandang pria, wanita yang berpakaian terbuka itu bodoh. Ibarat tidak ada asap kalau tidak ada api. Jika seorang wanita menggunakan pakaian terbuka akan mengundang seorang pria punya niat dan berpikiran jorok. Tidak berlaku untuk sebaliknya.”
Beragam komentar pun dituai dari iklan tersebut. Sebagian besar menyayangkan sikap brand hijab tersebut. Narasi yang disampaikan seakan menyudutkan dan menyalahkan korban. ‘Karena pakaian merekalah, pria terdorong melakukan tindakan pelecehan seksual.’
Bukan ‘murni’ karena perbuatan jahat dari pelakunya. Padahal bagaimanapun rupa cara berpakaian, kekerasan seksual tidaklah dibenarkan.
Padahal sudah sedari lama, pernyataan tersebut dibantah oleh berbagai kalangan. Pelecehan seksual bukan didasari oleh pakaian belaka, namun pada pola pikir dan objektifikasi pelaku terhadap korban.
Stigma ini sebenarnya telah terpatri sejak lama. Padahal jika menelisik beberapa kasus pelecehan seksual di pemberitaan, tidak sedikit korban mengenakan pakaian tertutup, rapi dan berada di dalam tubuh instansi keagamaan.
Sebut saja Herry Wirawan yang telah divonis mati oleh pengadilan tinggi Bandung baru-baru ini. Ia merupakan pelaku pemerkosaan 13 santriwati di pondok pesantren yang ia ampu. Lembaga yang seharusnya yang menjamin keamanan para murid malah menjadi sarang predator.
Pelajar yang berada di pondok pesantren tentu saja memiliki aturan yang ketat soal cara berpakaian. Tidak ada bagian yang boleh terbuka sesuai syariat agama, lantas kenapa kekerasan seksual tetap bisa terjadi?
Lalu bagaimana menjelaskan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku pada korban yang masih anak-anak bahkan balita? Bahkan ada yang dilecehkan saat mengenakan seragam sekolah. Lantas apakah mereka juga bodoh, seperti yang dikatakan oleh iklan hijab tersebut?
Korban yang dilecehkan saat mengenakan seragam sekolah bukanlah mengada-ada. Stigma tersebut pun juga bisa dibantah dengan hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019. Survei tersebut menunjukkan mayoritas korban pelecehan seksual tidak mengenakan baju terbuka.
Namun memakai celana atau rok panjang yaitu sebesar 18 persen, mengenakan hijab 17 persen dan baju lengan panjang 16 persen.
Lalu dilanjutkan dengan kekerasan seksual dengan baju seragam sekolah 14,23 persen, baju longgar 13,80 persen, berhijab pendek atau sedang 13,20 persen, baju lengan pendek 7,72 persen.
Kemudian yang mengenakan baju seragam kantor 4,61 persen, berhijab panjang 3,68 persen, rok selutut atau celana selutut 3,02 persen, dan baju ketat atau celana ketat 1,89 persen. Bahkan yang berhijab dan menggunakan cadar juga mengalami pelecehan seksual 0,17 persen.
Rasanya penting sekali melakukan riset atau mesti melihat data yang dihadirkan oleh Koalisi Ruang Publik Aman ini.
Di dalam Islam sendiri, ditekankan bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang memikul dosa satu sama lain. Islam tidak menimpakan semua kesalahan pada perempuan.
Hal ini tercantum di dalam Al-Quran Surah al-Mukminun.
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,”
Menurut Tafsir Al-Mukhtashar Markas Tafsir Riyadh di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah Humaid (Imam Masjidil Haram) dijelaskan bahwa ayat ini menegaskan tentang bahwa seseorang tidak dibebani dengan dosa orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan jika orang yang melakukan kekerasan seksual, maka yang bersalah adalah pelaku. Karena telah melakukan kejahatan pada orang lain. Begitu pun dengan dosa yang ditanggung, bukan karena cara berpakaian yang menyebabkan adanya aksi kekerasan seksual.
1 Comment