Ikuti Kami

Kajian

Sejarah Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji

Hikmah Pelaksanaan Ibadah Haji
Photo from Gettyimages.Com

BincangMuslimah.Com – Kewajiban Haji bagi seorang muslim adalah satu kali selama masa hidupnya dan para ulama telah sepakat mengenai hal ini. Meskipun terdapat riwayat lain dari hadits Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi yang menganjurkan untuk melaksanakan ibadah haji setiap lima tahun sekali bagi yang mampu. Tetapi anjuran ini dimaknai sebagai sunnah, sedangkan jika orang tersebut belum pernah berhaji sama sekali maka hukumnya fardhu ‘ain dan sunnah bagi anak-anak dan hamba sahaya.

Mengenai hukum kewajiban Haji terdapat dua golongan, yaitu: golongan pertama dari kalangan mazhab Hanafiyah (Abu Hanifah dan Abu Yusuf), Malikiyah dan Hambali. Jika seseorang telah memenuhi syarat-syarat untuk berhaji maka ia harus melaksanakannya segera, tidak boleh ditunda pada tahun-tahun berikutnya karena penundaannya termasuk kategori fasik atau dianggap sebagai maksiat kecil.

Bahkan mazhab Hanafi menegaskan jika hajinya ditunda lalu hartanya habis, ia boleh berhutang walaupun tidak mampu melunasinya dengan harapan tidak mendapat hukuman dari Allah dan ia memiliki niat untuk melunasi hutangnya setelah mampu. Begitu juga mazhab Hambali, mereka menekankan barangsiapa yang telah mendapati ajalnya sedang ia belum menunaikan haji dan telah memenuhi syaratnya, tetapi ia menyepelekan hal ini. Maka harta orang itu, sebelum terjadi pembagian hak waris harus dikeluarkan untuk biaya haji.

Sedangkan golongan lainnya yaitu dari Syafi’iyah dan Muhammad Al-Syaibani (hanafiyah) berpendapat bahwa pelaksanaan haji boleh ditunda, dan disunnahkan untuk tidak menundanya terlalu lama. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Wahbah Azzuhaili, kebolehan penundaannya didasarkan oleh sejarah penentuan awal mula kewajiban melaksanakan ibadah haji yaitu pada tahun 6 H (menurut pendapat yang masyhur dari golongan kedua ini), tetapi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menangguhkan pelaksanaanya hingga tahun 10 H. Seandainya penundaan ini tidak boleh dilakukan, maka Rasulullah pun tidak akan menundanya.

Baca Juga:  Kecemburuan Ummahatul Mukminin pada Syafiyyah, Putri Pemuka Yahudi

Perihal penentuan awal mula kewajiban haji, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Berikut beberapa pendapat tersebut.

Pertama, pendapat dari Abu Al-Faraj Al-Jauzi yang menyatakan kewajiban ini bermula pada tahun lima hijriyah.

Kedua, Imam Nawawi berpendapat pada tahun keenam hijriah.

Ketiga, mengatakan kewajiban ini berawal sebelum dilakukannya hijrah yaitu pada tahun ketujuh atau kedelapan hijriyah, menurut Al-Juwaini.

Keempat, Ibnu Rif’ah mengatakan pada tahun delapan hijriyah.

Kelima, Imam Al-Mawardi dan Ibnu ‘Utsaimin menerangkan hal itu terjadi pada tahun sembilan hijriyah.

Dan keenam, berpendapat pada tahun 10 hijriyah yaitu Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Didalam kitab “Syadzarat Al-Dzahab fi Akhbar min Dzahab” karangan Ibnu ‘Imad Al-Hambali dijelaskan bahwa awal perintah untuk menunaikan haji terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 196 sebagai berikut:

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ

Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.

Ayat ini turun pada tahun 6 H ketika terjadi perjanjian hudaibiyah. Namun tidak mengindikasikan diwajibkannya haji, melainkan perintah untuk menyempurnakan dan bukan suatu kewajiban yang harus segera dikerjakan. Karena pada saat itu Makkah merupakan negara yang dikuasai oleh orang kafir dan kaum Quraisy melarang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat untuk menyempurnakan umrah. Sehingga tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan ibadah haji pada tahun ini sedangkan kaum Quraisy terus mengintai hamba-Nya yang akan berhaji.

Setelah terjadi Fathu Makkah pada tahun 8 H, tahun berikutnya yaitu pada 9 H turunlah surat Al-Imran ayat 97:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Pada ayat inilah Allah Ta’ala mewajibkan kepada setiap muslim untuk melaksanakan haji bagi yang mampu dan terpenuhi syarat-syarat yang ada. Akan tetapi, Rasulullah tidak langsung menunaikannya karena 2 hal, sebagaimana yang disebutkan Ibnu ‘Utsaimin dalam kitabnya “Al-Liqa Al-Syahrii”.

Baca Juga:  Beberapa Kebiasaan yang Diperhatikan Rasulullah Sebelum Tidur

Hal pertama yaitu karena pada tahun itu merupakan ‘aamul wufuud atau tahun berdatangannya orang-orang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyatakan keislaman dan menerima ajaran syariat islam. Oleh sebab itu, Rasulullah menunda melaksanakan haji karna mashlahah yang besar.

Adapun hal yang kedua lantaran para jamaah haji menjadi bercampur baur antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin ketika melaksanakan haji, sehingga Rasulullah tidak melaksanakan haji sampai lingkungan untuk berhaji hanya ada kaum muslimin saja, tidak ada dari kaum musyrikin. Dan pada tahun 10 H Rasulullah pun melaksanakan ibadah haji.

Demikian sejarah mengenai kewajiban melaksanakan ibadah haji. Meskipun terdapat beberapa versi dan perbedaan pendapat para ulama, ibadah ini merupakan kewajiban yang menuntut muslim untuk melaksanakannya saat ‘mampu’.

Rekomendasi

Cara Tahallul Orang Botak Cara Tahallul Orang Botak

Hukum dan Cara Tahallul Orang yang Botak

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

denda larangan haji denda larangan haji

Denda yang Harus Dibayar saat Melanggar Larangan Haji

7 Keutamaan Melakukan Ibadah Kurban 7 Keutamaan Melakukan Ibadah Kurban

7 Keutamaan Melakukan Ibadah Kurban

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Pondok Pesantren Sunan Pandanaran

Tiga Tradisi Bersalawat yang Rutin Diadakan di Pesantren Sunan Pandanaran

Muslimah Daily

Connect