BincangMuslimah.Com – Menghadap kiblat adalah salah satu syarat wajib shalat. Dan setiap orang yang hendak shalat harus berupaya mencari arah kiblat yang tepat, terutama jika ia belum mengetahui arah kiblat tersebut. Jika dalam suatu kasus, ada seseorang yang baru menyadari bahwa ternyata ia salah kiblat setelah selesai shalat. Apakah ia harus mengulang shalatnya?
Sebelum menemukan jawabannya, mari pelajari terlebih dahulu tentang dalil wajibnya menghadap kiblat saat shalat. Termaktub dalam surat al-Baqoroh ayat 150,
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ
Artinya: Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu.
Kewajiban menghadap kiblat ini berlaku bagi yang mampu. Apabila dalam keadaan darurat seperti saat perang dan shalat di dalam kendaraan, kewajiban ini gugur. Sebelum menghadap kiblat, kewajiban yang mesti dilakukan adalah berusaha untuk mencari arah kiblat, terutama jika belum mengetahui arah kiblat misal karena berada di tempat baru dan sebagainya.
Berusaha dalam artian ini adalah dengan bertanya pada orang lain atau mengetahui arah mata angin. Dan untuk saat ini, akses internet dan teknologi sudah canggih, maka tidak begitu sulit untuk mengetahui arah kiblat. Jika seseorang tidak berupaya mencari arah kiblat dengan misal, seseorang langsung saja melaksanakan shalat dengan menghadap pintu karena biasanya di rumah ia shalat menghadap pintu. Maka kewajibannya untuk berusaha mencari arah kiblat belum terlaksana yang akan berdampak pada keabsahan shalatnya.
Kewajiban ijtihad mencari arah kiblat merujuk pada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Amir bin Rabi’ah ia berkata, “sesungguhnya kami pernah bersama Rasulullah di suatu malam yang gelap dan kami tidak tahu di mana arah kiblat. Kemudian masing-masing dari kami shalat sesuai dengan bayangan arah kiblat kami. Saat pagi hari, kami menceritakan ini pada Rasulullah dan turunlah ayat, (Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui: al-Baqoroh ayat 115) (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)
Hadis ini menunjukkan tentang kewajiban berijtihad terlepas dari benar atau salahnya.
Jika seseorang telah berijtihad mencari arah kiblat, kemudian ia melaksanakan shalat dan menyadari bahwa ia menghadap arah yang salah setelah selesai shalat, dalam pandangan fikih hal tersebut tidak masalah. Dan ia tidak perlu mengulang shalatnya, dengan syarat ia telah berijtihad mencari arah kiblat. Sebagaimana yang ditulis oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu,
إن تيقن الخطأ في اجتهاده فقال الحنفية: إن كان في الصلاة استدار وبني عليها أي أكمل صلاته، فلو صلى كل ركعة لجهة، جاز. وإن كان بعد الصلاة صلى الصلاة القادمة ولا إعادة عليه لما مضي لإتيانه بما في وسعه.
Artinya: Jika seseorang yakin bahwa ia salah dalam ijtihadnya – kemudian ulama mazhab Hanafi menjawab : jika ia masih melaksanakan shalat, maka ia harus berpindah arah ke arah kiblat yang benar dan menyempurnakan shalatnya (sesuai rakaat yang tersisa), meskipun ia shalat di setiap rakaat dengan arah yang berbeda-beda maka boleh (dan sah). Jika ia (menyadarinya) setelah selesai shalat yang mana ia salah pada shalat sebelumnya, maka tidak wajib baginya untuk mengulang shalatnya karena telah melakukan ijtihad mencari kiblat.
Kesimpulannya, jika seseorang baru menyadari bahwa ia salah arah kiblat setelah shalat, ia tidak perlu mengulangi shalatnya, dengan catatan ia telah berijtihad sebelumnya untuk menemukan arah kiblat yang benar. Wallahu a’lam.
1 Comment