BincangMuslimah.Com – Pertunangan adalah sebuah acara resmi yang dilakukan oleh kedua pasangan dan keluarga mereka dengan maksud melangsungkan komitmen ke arah pernikahan. Lalu, adakah amalan yang disunnahkan saat melamar? Dan bagaimana hukum memberikan cincin dan perangkat lainnya saat pertunangan tersebut?
Di Indonesia, tradisi pada umumnya adalah pihak keluarga laki-laki akan mendatangi pihak keluarga perempuan saat meminang calon istri. Nah, berikut ini beberapa amalan yang disunnahkan saat melamar;
1. Membaca Shalawat, Pujian dan Syahadat
Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar pada bab Maa yaquuluhu man jaa’a yakhtubu imra’atan min ahliha linafsihi au lighairihi (apa yang diucapkan oleh orang yang meminang seorang perempuan untuk dirinya atau untuk orang lain) telah menjelaskan sebagai berikut.
يُسْتَحَبُّ أَنْ يَبْدَأَ الْخَاطِبُ بِالْحَمْدِ لِلهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ وَالصَّلَاةُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) وَيَقُوْلُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، جِئْتُكُمْ رَاغِبًا فِيْ فَتَاتِكُمْ فُلَانَة، أَوْ فِيْ كَرِيْمَتِكُمْ فُلَانَةُ بِنْتُ فُلَانٍ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ.
“Disunnahkan seseorang yang melamar/meminang memuji kepada Allah, bersyukur kepada-Nya, membaca shalawat kepada Rasulullah saw. dan membaca asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa ayhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuuluh. Kami datang kepada keluarga bapak untuk melamar putri bapak; yang bernama Fulanah (sebutkan nama putri yang dilamar/dipinang), Fulanah binti Fulan atau semisalnya.”
Imam An-Nawawi juga mengutip hadis yang menggambarkan pentingnya membaca hamdalah (pujian) kepada Allah swt. setiap akan mengucapkan sesuatu. Hadis itu diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., di mana Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ucapan (dalam sebagian riwayat setiap perkara) yang tidak dimulai dengan memuji kepada Allah, maka akan terputus.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, dan lainnya). Maksudnya adalah sedikit keberkahannya.
Selain itu, Imam An-Nawawi juga memaparkan hadis pentingnya membaca syahadat. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda, “Setiap khutbah yang tidak ada di dalamnya syahadat, maka ia seperti tangan yang lepra.” (H.R. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
2. Memberikan Cincin dan Seserahan
Adapun terkait dengan hukum memberikan cincin serta seserahan saat pertunangan atau lamaran adalah sunah. Hal ini didasarkan pada keumuman hadis sebagaimana berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَهَادَوْا فَإِنَّ الهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ… (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda, “Saling mengirim hadiahlah kalian, karena hadiah itu dapat menghilangkan rasa curiga di dalam hati….” (H.R. At-Tirmidzi).
Di dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, imam Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah r.a., dimana Nabi saw. bersabda, “Saling mengirim hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai.” Dengan demikian, maka memberikan hadiah seserahan ketika acara pertunangan kepada calon istri adalah diperbolehkan. Tidak harus banyak dan besar, namun juga jangan terlalu sedikit dan kecil. Hendaknya seorang laki-laki memberikan hadiah sesuai adat keluarga calon istri, seperti ibunya dan saudari perempuannya, atau sesuai standar masyarakat calon istrinya.
Sementara itu, harta yang telah diberikan oleh calon suami adalah murni hak calon istri, sekalipun pertunangan itu tidak dapat berlanjut ke jenjang pernikahan. Hal ini telah diterangkan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh sebagai berikut.
وَالرَّاجِحُ لَدَيَّ أَنَّ الْمَرْأَةَ تَسْتَحِقُّ جَمِيْعَ مَا قُدِّمَ لَهَا قَبْلَ الْعَقْدِ مِنْ هَدَايَا، بِدَلِيْلِ مَا رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلَّا التِّرْمِذِيُّ عَنْ عَمْرٍو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ: أَنَّ رَسَوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ عَلَى صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ (عطاء) أَوْ عِدَةٍ ، قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا وَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ ، فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ» وَذَهَبَ إِلَى هَذَا عَمْرٌ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ وَالثَّوْرِيُّ وَأَبُوْ عُبَيْدٍ وَمَالِكٌ، وَالْهَادَوِيَّةُ مِنَ الزَّيْدِيَّةِ.
“Pendapat yang rajih menurutku bahwasannya seorang wanita itu berhak atas semua hadiah-hadiah yang telah diberikan padanya sebelum akad. Hal ini didasari pada hadis riwayat imam lima (Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah) kecuali At-Tirmidzi, dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Setiap wanita yang menerima mahar, hadiah (pemberian/yang bukan bagian dari mahar), pemberian pengganti idah, sebelum terjadinya akad nikah maka semuanya itu adalah milik wanita. Namun bawaan yang dibawa pihak pria setelah terjadinya nikah, maka itu milik keluarga wanita.” Pendapat ini diikuti oleh Umar bin Abdul Aziz, Al-Tsauri, Abu Ubaid, Malik, dan Zaidiyyah.
Dengan demikian, maka calon suami atau pihak yang mewakili dari keluarganya disunahkan membaca hamdalah, pujian kepada Allah swt., shalawat kepada Nabi saw. serta membaca syahadat ketika melaksanakan pertunangan atau lamaran kepada pihak calon istri.
Pihak calon suami juga disunahkan membawa hadiah semampunya atau sesuai standar keluarga calon istri atau masyarakat setempat. Dan harta atau seserahan saat pertunangan tersebut murni hak calon istri, sekalipun pernikahan tidak jadi terlaksana. Atau pihak lelaki juga tidak boleh menuntut kembali harta atau seserahan tersebut apabila mereka sudah menikah dan di kemudian hari terjadi perceraian. Wa Allahu A’lam bis Shawab.