BincangMuslimah.Com – Penulis menyinggung kata empati dan toleransi dengan perempuan sebagai subjeknya dan perempuan lainnya sebagai objeknya. Kenapa? Alasan pertama, penulis adalah seorang perempuan. Alasan kedua, membangun toleransi dan empati antar perempuan sendiri dirasa sangat penting dalam timeframe zaman now. Hal tersebut juga berkenaan dengan pentingnya peran para perempuan dalam membangun peradaban bangsa ini.
Berdasarkan survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 bahwasanya jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020, populasi penduduk Indonesia telah mencapai 269,6 juta jiwa. Berdasarkan Databoks tanggal 2 Januari 2020. Angka tersebut terdiri dari 135,34 juta laki-laki dan 134, 27 jiwa perempuan.
Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2020 menyebutkan bahwa jumlah usia produktif (15-64) sebanyak 185,34 juta Jiwa. Dan diproyeksikan bahwa jumlah penduduk perempuan mulai 2032 lebih banyak dari laki-laki. Dengan populasi perempuan yang lebih banyak dari laki-laki, otomatis peran perempuan terkait empati dan toleransi akan sangat berdampak besar bagi kehidupan.
Bagi perempuan yang masuk dalam usia produktif maka, kebanyakan telah mempunyai pola pemikiran yang sudah terasah dalam menentukan keputusan. Dimana keputusan tersebut sudah dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pendewasaan diri akan berkembang pada usia ini. Sehingga diharapkan, para perempuan telah mempunyai sikap bijaksana, membawa aura yang menenangkan dan mendamaikan. Pada rentang usia produktif inilah antara perempuan satu dan lainnya banyak melakukan aksi dan interaksi. Oleh karena itu, perempuan akan membawa hasil dari aksi dan interaksinya tersebut. Atas dasar pengaruh untuk bertoleransi dan berempati dengan sesamanya.
Dalam timeframe jaman now, jaman digital, jaman medsos yang sekarang inilah kita para perempuan hidup. Terjebak dalam arus kekinian dan digitalisasi yang tak terelakkan. Terlebih biasanya akan ada ruang kosong antara perempuan perkotaan dan pedesaan. Dimana perempuan perkotaan sudah mengenyam pendidikan cukup tinggi dan sebaliknya dengan perempuan pedesaan.
Media sosial telah berperan dalam mengungkapkan bahwa masih ada perdebatan yang terjadi antar ruang perempuan sendiri. Memperdebatkan antara memilih sebagai ibu rumah tangga atau perempuan karir. Atau tentang perempuan muslim yang berjihab dan tidak berhijab. Dan juga tentang pandangan perempuan yang sudah menikah dan single. Lagi-lagi hal tersebut dilontarkan bukan dari laki-laki kepada perempuan akan tetapi justru antar perempuan sendiri.
Inilah yang menjadikan empati dan toleransi antar perempuan sangatlah penting untuk ditumbuhkan. Hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa empati dan toleransi yakni saling membuka mindset, dan saling menghormati pendapat. Perempuan yang notabennya berpendidikan bisa memulai untuk menyuarakan empatinya serta tolerasinya. Memberikan contoh yang baik untuk membangun sinergitas antar perempuan. Sehingga diharapkan akan tumbuh rasa kasih sayang antar perempuan.
Para perempuan hendaknya mengetahui potensi dalam dirinya tanpa harus menjatuhkan perempuan lainnya. Tak ada yang tahu potensi diri selain diri kita sendiri. Maka, kepercayaan diri harus dibangun untuk meraih impian-impian.
“Kepercayaan diri adalah mengetahui impian masing-masing. Para perempuan yang gagal menghargai diri sendiri tak punya kesempatan kedua untuk menilai orang lain, apalagi menghakimi sesama perempuan. Perempuan harusnya saling bergandengan tangan. Bukan malah saling menjatuhkan.” dikutip dari Najwa Shihab dalam channel You Tube Najwa Shihab.
Pilihan perempuan sebagai ibu rumah tangga atau perempuan karir atau bahkan dua-duanya harus sama-sama kita dukung. Yang bekerja dengan sepenuh hatinya. Jangan sampai perempuan sendiri yang mendiskriminasi perempuan lainnya. Demikian dengan pilihan perempuan berhijab atau tidak, menikah atau single. Itu merupakan ranah pribadi seseorang. Dan wajib bagi kita untuk menghormati, bersikap toleransi, dan berempati atas keputusannya.
Dengan banyaknya jumlah produktif perempuan di Indonesia, maka saling membangun sinergitas, saling menumbuhkan toleransi serta empati antara satu perempuan dan perempuan lainnya akan menjadikan bangsa Indonesia mempunyai peradaban yang baik.
Dalam wawancaranya bersama DAAI TV dalam channel You Tube Filantropi, Yenny Wahid (Direktur Wahid Foundation) menjelaskan pentingnya peran perempuan dalam sosial kemasyarakatan berbasis toleransi. Dengan adanya Peace Village (Desa damai), yang merupakan salah satu program Wahid Foundation diharapkan dapat menguatkan perempuan dalam kohesi sosial di masyarakat. Terlebih bagi perempuan di pedesaan. Salah satu kegiatannya yakni adanya pelatihan toleransi dan perdamaian bagi perempuan.
Hal ini adalah cerminan bahwa membangun empati serta toleransi antara perempuan memang sangatlah penting guna membangun perdamaian di tengah masyarakat. Setiap anggota perempuan yang terlibat harus berikrar untuk menanamkan rasa menghormati satu sama lain, tidak memandang latar belakang agama atau budaya, serta harus saling tolong menolong.
Kedua tokoh tersebut sudah cukup mewakili bahwa narasi tentang membangun potensi antar perempuan dalam ranah empati dan toleransi harus ditumbuhkan. Ini pula yang harus dipahami oleh para perempuan negeri ini, juga remaja-remaja putrinya, para penerus peradaban. Agar dapat membentuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.