BincangMuslimah.Com – Reproduksi adalah proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan. Definisi reproduksi yang terlalu umum membuat reproduksi seringkali dianggap sebagai masalah seksual atau hubungan intim semata.
Akhirnya, banyak orang tua yang merasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah tersebut pada anak-anaknya, bahkan sesama perempuan pun enggan untuk berbagi tentang pengetahuan dan mau memahami kesehatan reproduksi. Padahal, kesehatan reproduksi adalah kondisi sehat yang meliputi sistem, fungsi, dan proses reproduksi.
Pengetahuan yang kurang tentang reproduksi bisa memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu hal yang sering terjadi adalah penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, sampai aborsi yang berakibat pada hilangnya nyawa perempuan. Kurangnya sosialiasi dan edukasi kesehatan reproduksi adalah akar masalahnya.
Belum banyak orang yang peduli terhadap risiko-risiko yang bisa menyerang seorang perempuan dari lingkungan yang salah pergaulan. Mulai dari ancaman HIV/AIDS, angka kematian ibu yang meningkat karena melahirkan di usia muda, hingga kematian remaja perempuan karena nekat mengambil tindakan aborsi.
Perempuan harus terus didorong untuk mewujudkan kesetaraan gender dari segala lini, termasuk tentang hak reproduksi. Sebab, tidak semua perempuan berada di lingkungan sosial dan ekonomi yang sama untuk meraih kualitas hidup yang sama dengan laki-laki.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 merilis bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) laki-laki berada pada angka 74,21, sementara perempuan 68,90. Sementara itu, Indeks Pembangunan Gender (IPG) 92,84 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 70,57. Kondisi pencapaian IPM, IPG dan IDG menggambarkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan masih sangat tinggi.
Salah satu penyebab munculnya angka ini adalah kesehatan dan status gizi perempuan yang sangat rendah dan juga usia perkawinan yang sangat muda sehingga membawa konsekuensi proses kehamilan dengan kualitas lebih buruk.
Rendahnya kualitas hidup perempuan semestinya bisa mendorong upaya-upaya pemberdayaan perempuan atau women’s empowerment. Kita tak bisa tinggal diam. Data tersebut menantang perempuan untuk lebih meningkatkan peranannya dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan berkeluarga, dan dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara.
Jika perempuan penting untuk memahami kesehatan reproduksi, bagaimana dalam pandangan Islam? Sebenarnya, fungsi-fungsi reproduksi sejak awal telah mendapat perhatian yang sangat serius dalam Islam. Dalam buku Ensiklopedi Muslimah Reformis (2020), Musdah Mulia menjelaskan sebagai berikut:
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menyerukan kepada orang-orang beriman agar mereka menjaga organ-organ reproduksinya. Salah satu di antaranya Q.S al-Nur, 24:30-31: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara alat kelaminnya (organ reproduksinya), yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang diperbuat oleh mereka. (30) Katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara alat kelaminnya (organ reproduksinya)… “ (31).
Islam mengajarkan bahwa semua naluri biologis harus dipenuhi dengan cara yang diridhai, bukan melalui cara yang dimurkai. Semua bentuk penyaluran dan pemenuhan naluri biologis yang dilakukan tidak dengan cara yang diridhai dipandang sebagai cara yang buruk dan “fahisyah” sebagaimana dilansir dalam Q.S al-Isra [17]:32: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji serta suatu jalan yang buruk.”
Karena itulah, Islam menegaskan bahwa perilaku seksual bebas dalam berbagai bentuknya, seperti zina adalah cara penyaluran fungsi reproduksi yang tidak sehat dan terkutuk. Sebaliknya, Islam mengarahkan pemanfaatan fungsi alat-alat reproduksi tersebut kepada cara yang sehat dan bertanggung jawab, yaitu melalui lembaga perkawinan.[]