BincangMuslimah.Com – Heatwave atau gelombang panas merupakan kenaikan suhu udara secara ekstrem berkepanjangan hingga mencapai 5 °C dan dapat terjadi selama beberapa hari berturut-turut. Fenomena ini mulai melanda ke penjuru wilayah Asia termasuk ASEAN. Suhu tertinggi berada di Thailand yakni mencapai 52 derajat celcius. Sementara Vietnam melaporkan suhu tertingginya berada di 44 derajat celcius. Akibat fenomena heatwave, pemerintah Filipina meliburkan sekolah-sekolah.
Faktor Terjadinya Fenomena Heatwave
Mengutip iNews.id, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Fachri Radjab menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya heatwave yakni: Pertama, gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei ini berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.
Kedua, anomali iklim El Nino. Analisis data historis menunjukkan bahwa saat terjadi El Nino, wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal pada periode Maret-April-Mei. Ketiga, pengaruh pemanasan global, yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun kabar baiknya kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan cuaca panas yang terjadi di wilayah Indonesia belakang ini, bukan dari fenomena dari heatwave melainkan suhu panas seperti umumnya. Suhu panas merupakan kondisi umum yang terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau. Sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.
Dampak Heatwave bagi Perempuan
Dalam sebuah laporan berjudul The scorching Divide dari Adrienne Arsht-Rockefelle Foundation Resilience Center (Arsht-Rock) dengan sumber data dari negara India, Nigeria, dan Amerika Serikat menuliskan bahwa dampak dari heatwave sangat berbahaya dan merugikan bagi Perempuan khususnya.
Menambahkan, perempuan akan menghadapi ancaman berat terhadap pekerjaan, pendapat, maupun kehidupan mereka. Akibat gelombang panas ekstrem ini bahkan dapat membunuh 204.000 perempuan setiap tahun di tiga negara tersebut. faktor yang melatarbelakangi yakni karena Perempuan lebih rentan secara fisik.
Mengutip sumber lain, adanya ketimpangan gender juga menjadi salah satu faktor yang dapat memperparah dampak heatwave. Menurut Yadav & Lal (2018) ketimpangan gender di Asia Selatan memperparah dampak gelombang panas, karena perempuan cenderung lebih rentan terhadap stres panas karena keterbatasan mobilitas, akses terhadap sumber daya, dan norma sosial yang membatasi aktivitas luar ruangan mereka.
Fenomena heatwave juga membawa dampak buruk bagi Kesehatan. Mengutip laman Halodoc, menyebutkan bahwa terdapat beberapa bahaya yang muncul akibat reaksi tubuh terhadap gelombang panas. Gelombang panas bisa menyebabkan heat exhaustion, yakni kondisi saat suhu tubuh naik antara 37-40 derajat Celsius. Beberapa gejalanya, seperti mual, pusing, sakit kepala, kelelahan, lemas, dan keringat berlebih. Heat exhaustion jika dibiarkan bisa menjadi heatstroke. Selanjutnya, heatstroke bisa menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh seperti otak, jantung, dan ginjal yang dapat mengancam nyawa.
Paparan gelombang panas juga menyebabkan sejumlah risiko bagi kulit seperti: Menyebabkan kerusakan kulit pada level sel akibat paparan sinar UV langsung ke kulit, terlebih jika intensitasnya besar. Misalnya, kerusakan kolagen sehingga berisiko mengalami penuaan kulit. Penyebab dehidrasi sehingga kulit terasa lebih kering dan kasar. Faktor kambuh eksim dan psoriasis akibat cuaca panas ekstrem. Hal tersebut muncul karena bertambahnya aliran darah ke kulit saat cuaca panas yang memicu peradangan kulit.
Demikian beberapa risiko dari kenaikan suhu udara ekstrem yang lebih rentan dihadapi oleh perempuan. Maka dari itu, perlu adanya akses dan fasilitas kesehatan bagi perempuan yang seimbang dan adil agar mereka tidak terkena dampak yang lebih parah.