BincangMuslimah.Com – Sejatinya Islam tidak melarang perempuan bekerja, karena dalam catatan riwayat hadis terdapat beberapa sahabat perempuan bekerja. Ada yang menjadi saudagar, pengajar, peternak, penenun, dan lain sebagainya. Namun dalam koridor Islam, itu tetap harus dengan kerelaan suami. Maka baik suami atau istri harus bermusyawarah terkait hal ini, agar keluarga tetap harmonis dan hangat.
Pertanyaannya, jika istri bekerja apakah kewajiban nafkah suami atas istri menjadi gugur? Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillahu menjelaskan
إذا عملت الزوجة نهاراً أو ليلاً خارج المنزل كالطبيبة والمعلمة والمحامية والممرضة والصانعة فالمقرر في القانونين المصري والسوري أنه إذا رضي الزوج بخروجها ولم يمنعها من العمل، وجبت لها النفقة؛ لأن احتباس الزوجة حق للزوج، فله أن يتنازل عنه. وإن لم يرض بعملها، ونهاها عن العمل، فخرجت من أجله، سقط حقها في النفقة
“Jika istri bekerja pada siang hai atau malam hari di luar rumah sebagai dokter, guru, pengacara, perawat, pekerja pabrik maka menurut ketetapan ulama Mesir dan Suriyah jika suami ridha dengan keluarnya istri dan tidak mencegah istri bekerja maka suami tetap wajib menafkahi, sebab melarang istri keluar adalah hak suami, dan jika suami tidak ridha dan melarangnya bekerja tapi istri tetap keluar bekerja maka gugur hak istri mendapatkan nafkah dari suami.”
Jadi meski suami membolehkan istri bekerja, suami tetap wajib menafkahi istri. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Atsimin dalam Syarh Riyadh al-Shalihin juga menjelaskan
يجب على الإنسان أن ينفق على أهله ، على زوجته وولده بالمعروف ، حتى لو كانت الزوجة غنية ، فإنه يجب على الزوج أن ينفق ، ومن ذلك ما إذا كانت الزوجة تدرِّس ، وقد شُرط على الزوج تمكينُها من تدريسها ، فإنه لا حقَّ له فيما تأخذه من راتب ، لا نصف ، ولا أكثر ، ولا أقل ، الراتب لها ، مادام قد شُرط عليه عند العقد أنه لا يمنعها من التدريس فرضي بذلك ، فليس له الحق أن يمنعها من التدريس ، وليس له الحق أن يأخذ من مكافأتها ، أي : من راتبها شيئاً ، هو لها
“Wajib bagi umat manusia menafkahi kaluarganya, istri dan anaknya dengan ma’ruf. Sekalipun istri adalah orang kaya, suami wajib menafkahinya. dan daripada itu jika istri mengajar dan telah disyaratkan (ketika akad) agar suami membolehkan istri mengajar maka sesungguhnya suami tidak berhak mengambil upah istri, baik separuh, lebih banyak atau lebih sedikit. Upah itu miliknya. Selama disyaratkan dalam akad maka suami tidak bisa melarangnya mengajar sedang suami telah ridha sebelumnya, maka suami tidak berhak melarangnya mengajar dan dia tidak berhak mengambil upahnya sedikutpun. Upah itu milik istri.“