Ikuti Kami

Diari

Hai Ladies, Yuk Turut Serta Menjadi Aktor Kunci Menjaga Toleransi!

menjaga toleransi
gettyimages.com

 BincangMuslimah.Com – Banyak fakta mencengangkan yang dapat kita temui dalam sejarah tentang bagaimana perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari lingkungan sosial masyarakat pada masa tersebut. Namun ketika Islam datang, perlahan dan sedikit demi sedikit perlakuan tak adil dan cenderung tidak memanusiakan perempuan itu mampu dihapuskan oleh Islam.

Perempuan sebelum kedatangan Islam tidak mendapatkan haknya secara proporsional dan cenderung hanya dianggap sebagai objek pemuas nafsu seksual belaka. Contoh lain yang bisa kita lihat mengenai gambaran bagaimana perempuan diperlakukan pada era sebelum kedatangan Islam adalah dari asbabun nuzul dari Q.S. An-Nisa ayat 19 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”

Ada tiga sebab diturunkannya ayat tersebut (asbabun nuzul ayat). Pertama, sebelum Islam datang, apabila seorang perempuan ditinggal mati oleh suaminya sementara ia memiliki seorang putra atau ahli waris lainnya, maka mereka memiliki hak penuh atas istri ayahnya yang meninggal tersebut.

Bahkan apabila mereka berkenan, mereka bisa saja menikahkan perempuan tersebut dengan seorang laki-laki sesuai keinginan mereka dan mengambil maharnya. Betapa pada masa itu perempuan hanya dianggap seperti barang yang bisa ‘dijual’ atau diwariskan seenaknya.

Kedua, pada zaman pra-Islam, apabila seorang laki-laki menikahi perempuan dan ternyata pada pertengahan pernikahan mereka sang laki-laki tidak menyukai perempuan tersebut, maka si laki-laki berhak menahan, memboikot, atau menempatkan sang istri pada situasi di mana sang suami tidak menggaulinya dan tidak pula menceraikannya.

Baca Juga:  Parenting Islami : Dongeng Bisa Jadi Sarana Penyelamat Masa Depan Anak

Ketiga, pada zaman pra-Islam, mayoritas para suami pada zaman tersebut tidaklah memperlakukan istrinya dengan baik. Lazim ditemukan kasus kekerasan dalam rumah tangga dan para suami yang memperlakukan istrinya sesuka hati mereka. Itulah beberapa gambaran bagaimana perempuan diperlakukan, sebelum Islam datang. Keadaan tersebut yang digambarkan oleh al-Qur’an, terjadi di daerah Hijaz atau Makah, serta Madinah, sebagai teritori di mana al-Qur’an dan Islam dilahirkan.

Namun semua itu berubah ketika Islam datang. Islam mengajarkan untuk menghargai perempuan. Islam menghapuskan kebiasaan atau adat masyarakat jahiliyah yang memperlakukan perempuan seperti barang warisan. Seperti yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisa ayat 19 di atas, bahwasanya al-Qur’an menyatakan dengan tegas tentang keharaman mewarisi istri dari sang ayah mereka secara paksa.

Islam juga menghapus kebiasaan masyarakat jahiliyah yang menindas para istri, kebiasaan berbuat kasar terhadap istri, dan juga menghapuskan adat bahwa perempuan tidak berhak mendapatkan hak waris ketika kerabatnya meninggal. Itulah beberapa latar belakang singkat mengenai perubahan perlakuan yang dialami oleh perempuan dari era pra-Islam hingga kemudian era pasca kedatangan Islam.

Salah satu hal yang patut disyukuri juga adalah di zaman modern ini, perempuan sudah memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya. Perempuan lebih leluasa berkarir, bersuara, dan berserikat.

Salah satu faktor yang membantu perempuan dalam mendapatkan hak-haknya tersebut ialah Islam itu sendiri, meskipun sebenarnya dalam praktik sosial-masyarakat masih banyak pula ketimpangan yang dialami perempuan, namun hal tersebut perlahan juga tengah dibenahi oleh aktor-aktor penggerak masyarakat.

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Wahid Foundation, UN Women, dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa mayoritas perempuan Indonesia, yakni sebanyak 80,7% mendukung hak kebebasan menjalankan ibadah bagi berbagai penganut agama dan kepercayaan. Hanya 7,2% yang tidak setuju akan hal tersebut.

Baca Juga:  Punya Ibu Non Muslim, Rasulullah Tetap Perintahkan Asma Binti Abu Bakar Muliakan Ibunya

Survei itu bertajuk “Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia” yang merupakan survei wawancara tatap muka terhadap 1500 responden perempuan pada 6-27 Oktober 2017 di 34 provinsi di Indonesia menggunakan metode multi-random sampling dengan margin error 2,6%. Terkait dengan potensi radikalisme, 80,8% perempuan tidak bersedia menjadi radikal.

Dari hasil survei tersebut, nampak jelas bahwa sebenarnya perempuan muslim Indonesia memiliki potensi kuat menjadi aktor kunci penjaga toleransi. Potensi ini bisa menjadi modal bagi perempuan untuk menjadi aktor kunci dalam mengampanyekan toleransi dan menangkal radikalisme. Guna mewujudkan hal tersebut, perempuan mulanya harus menyadari potensi perilaku toleransi serta makna toleransi itu sendiri. Berangkat dari kesadaran inilah kaum perempuan bisa lebih proaktif dalam turut serta menjaga perdamaian.

Potensi perilaku toleran perempuan muslim di Indonesia tersebut pengarusutamaan gender dan toleransi harus lebih digalakkan lagi oleh para tokoh penggerak masyarakat, khususnya yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Perempuan di Indonesia harus menyadari bahwa apapun peran mereka saat ini, mereka mampu berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dan toleransi di NKRI.

Tugas menjaga perdamaian dan toleransi adalah tugas bersama yang bisa dilakukan oleh perempuan dari semua kalangan, baik perempuan yang menjadi ibu rumah tangga, perempuan yang berkarir, ataupun perempuan yang masih bersekolah. Para ibu bisa menjadi promotor perdamaian dan toleransi bagi putra-putrinya, mewariskan hal tersebut bagi generasi selanjutnya sebagai amunisi perjuangan berikutnya.

Peran perempuan sebagai aktor kunci menjaga perdamaian dan toleransi tidaklah terbatas pada standar pemaknaan tertentu. Justru peran tersebut haruslah dimulai dari lingkup terkecil yakni dari keluarga, forum-forum kecil ibu-ibu kompleks, arisan tingkat RT, arisan ibu-ibu sosialita, forum wali murid, hingga mewujud dalam gerakan proaktif perempuan yang mengampanyekan perdamaian dan toleransi.

Baca Juga:  Pendidikan Perempuan dalam Pusaran Patriarki

Jadi, ladies… Setelah perjuangan panjang untuk mendapatkan hak-hak kebebasan yang saat ini akhirnya bisa kita nikmati, apakah kita masih akan berpangku tangan? Katakan dengan lantang bahwa kita mau dan mampu turut berperan menjaga perdamaian dan toleransi di NKRI tercinta mulai dari lingkup terkecil.

Rekomendasi

islamophobia islamophobia

Lagi-lagi Timbul Islamophobia?

ahmadiyah MUI rumah ibadah ahmadiyah MUI rumah ibadah

Ahmadiyah; Peneliti Usulkan MUI Keluarkan Fatwa Larangan Merusak Rumah Ibadah

Kiat-Kiat dalam Melestarikan Lingkungan Kiat-Kiat dalam Melestarikan Lingkungan

Peran Perempuan sebagai Penyelamat Bumi yang Sekarat 

Opini: Kebebasan Berekspresi dan Respek pada Agama, Adakah Jalan Tengah?

Ditulis oleh

Sarjana Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Sunan Pandanaran. Perempuan asal Banyuwangi ini aktif dalam komunitas Puan Menulis

Komentari

Komentari

Terbaru

Perjalanan Sri Mulyani dalam Menjaga Stabilitas Keuangan Negara Perjalanan Sri Mulyani dalam Menjaga Stabilitas Keuangan Negara

Perjalanan Sri Mulyani dalam Menjaga Stabilitas Keuangan Negara

Muslimah Talk

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Berita

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Muslimah Daily

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Muslimah Talk

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Muslimah Talk

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir  Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Khazanah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia? Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Muslimah Talk

Trending

Pencegahan Gangguan Menstruasi Pencegahan Gangguan Menstruasi

Bolehkah Perempuan Haid Ikut Menghadiri Acara Maulid Nabi?

Kajian

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Memperingati Maulid Nabi dengan Tradisi Marhabanan

Diari

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Ibadah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

Maulid Nabi dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy'ari Maulid Nabi dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy'ari

Maulid Nabi dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari

Kajian

Amalan Rebo Wekasan Amalan Rebo Wekasan

Amalan Rebo Wekasan Menurut Pandangan Islam

Kajian

Connect