BincangMuslimah.Com – Dalam memahami al-Qur’an, kita harus mempelajari Ilmu-ilmu Al-Qur’an (‘ulūm Al-Qur’an) yang seringkali didefinisikan seperti ini “Ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi asbābun nuzūl (sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an), pengumpulan dan penertiban Al-Qur’an, pengetahuan tentang surat makkiyah dan madaniyah, nāsikh-mansūkh, muhkam mutasyābih dan lain-lain” (Mannā’ Khalīl al-Qaṭṭān)
Namun tidak sesederhana yang didefinisikan, entitas yang tidak disebutkan sejatinya lebih banyak dari pada yang disebutkan dalam definisi. Itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an dengan sedemikian singkatnya mampu menjadi sumber pengetahuan yang tak ada batasnya.
Pada tulisan perdana saya tentang Ilmu-ilmu Al-Qur’an ini saya berusaha untuk mengenalkan beragam cabang ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an secara ringkas untuk di kemudian hari bisa dilanjutkan dengan merincinya menjadi beberapa episode tulisan.
Dahulu saat Nabi masih ada, sebelum ilmu-ilmu Al-Qur’an digagas, cara para sahabat untuk memahami ayat-ayat yang turun adalah dengan bertanya langsung pada Nabi, seperti ketika mereka tidak paham makna dzalim dalam ayat الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم (الأنعام: 82)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman” (QS. Al-an’am: 82)
Mereka bertanya pada Nabi “Ya Rasulullah siapakah di antara kami yang tidak berbuat dzalim terhadap dirinya?” Nabi menjawab dengan ayat إن الشرك لظلم عظيم(لقمن:13) “Sesungguhnya syirik adalah benar-benar kedzaliman yang besar” (QS. Lukman: 13)
Ilmu yang mengawali adalah ilmu tanazzulātu al-Quran (ilmu tentang turunnya Al-Qur’an), fan ini mencakup bagaimana Al-Qur’an turun, prosesnya, melalui apa dan siapa, waktu dan tempatnya serta hikmah dari turunnya Al-Qur’an.
Pada abad pertama Hijriyah ada ilmu penulisan Al-Qur’an (‘ilmu rasmi Al-Qur’an), ilmu ini bermula setelah bacaan Al-Qur’an para sahabat sepeninggal Nabi bermacam-macam maka pada masa ‘Usman bin ‘Affan ditulislah mushaf yang menjadi pemersatu bacaan para mereka, kemudian mushaf ini dikirimkan ke beberapa provinsi dan membakar mushaf-mushaf lain agar tidak terjadi kekeliruan, inilah awal dari ilmu penulisan Al-Qur’an (ilmu Rasmi al-‘Usmani).
Ada pula ilmu gramatika Al-Qur’an (‘ilmu I’rabi Al-Qur’an) yang membahas tentang tata bahasa kata atau kalimat dalam Al-Qur’an. Ilmu ini diprakarsai oleh Abul Aswad ad-Duali, ia juga yang memberikan tanda titik dan harkat di setiap kata dalam Al-Qur’an. Karenanya ia disebut penggagas ilmu Nahwu dan pakar Bahasa Arab sebab semua teori Nahwu yang disusun sampai saat ini berasal dari Al-Qur’an.
Pada abad kedua muncul ilmu baru tentang Al-Qur’an, ilmu kodifikasi (tadwīnu Al-Qur’an). Ilmu ini berangkat dari kegelisahan para sahabat akan musnahnya Al-Qur’an sebab semakin banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang meninggal.
Pada masa ini hadis mulai ditulis dan tentu menyangkut hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an yaitu untuk memahami kandungan ayat Al-Qur’an, maka muncullah tafsir riwayat (bil ma’tsur) dan tafsir penalaran (bil ra’yi). Tafsir yang pertama metode memahami Al-Qur’an dengan riwayat hadis sedangkan yang kedua adalah metode tafsir dengan logika akal.
Untuk menyempurnakan ilmu tafsir harus didukung dengan ilmu tentang sebab turunnya Al-Qur’an (asbābu an-nuzūl). Terkait tema ini Abū al-Hasan An-Naisabūrī menulis tentang asbābu an-nuzūl secara rinci persurat.
Sementara itu masih ada ulama yang menafikan fan ini karena hanya berkutat pada sejarah saja namun Al-Wāhidī menentangnya sebab cerita tentang sebab turunnya ayat Al-Qur’an memiliki peran yang besar dalam memahami suatu ayat, seperti tertentunya hukum hanya pada satu kasus saja lalu muncullah kaidah أن العبرة بخصوص السبس “Yang diperhitungkan adalah sebab tertentu”.
Dengan cerita di balik ayat itu, kita bisa mengetahui ketercakupan makna dan tidaknya, apakah tertentu pada satu kasus atau mencakup pula kasus-kasus setelahnya.
Selain asbābu an-nuzūl, ilmu tentang makkiyah dan madaniyah (ayat yang turun di Makkah atau Madinah), nāsikh-mansūkh (ayat yang dihapus dan menggantinya), muhkam mutasyābih (ayat yang bermakna jelas dan samar), menjadi alat yang tak kalah penting untuk memahami maksud dari setiap kata dalam Al-Qur’an.
Ibnu Qutaibah menyusun tentang problematika Al-Qur’an (musykilātu Al-Qur’an), Abū Bakr bin Qasim as-Sijistanī yang menulis tentang bacaan asing dalam Al-Qur’an (gharāibu Al-Qur’an). Dan masih banyak lagi referen ilmu Al-Qur’an. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kemampuan untuk mempelajari semua itu.
Kalian bisa kolaborasi buat bantu BincangMuslimah.com terus menyajikan artikel-artikel yang bermanfaat dengan berbelanja minimal 150.000 di Allofresh. Dapatkan rangkaian cashback dengan download aplikasinya disini dan masukan kode AFBS12 saat berbelanja