BincangMuslimah.Com – Sedikit demi sedikit, perempuan sudah bisa mendapatkan beberapa hak yang selama ini sempat ‘tertunda’ begitu lama. Seperti mendapatkan pendidikan, hak bersuara, termasuk memilih untuk meniti jenjang karir. Meski begitu, masih saja ditemukan stigma pada perempuan yang memilih untuk bekerja.
Berbagai anggapan tidak sedap terkait perempuan bekerja memang masih berseliweran entah di media sosial, tempat kerja hingga lingkungan tempat tinggal. Baru-baru ini yang tidak sengaja terbaca misalnya, perempuan yang bekerja akan lupa dengan kewajiban tugasnya di rumah.
Anak-anak bisa tidak terurus, begitu pula dengan aktivitas domestik seperti rumah, kasur, dapur dan sumur. Stigma lain yang cukup mengganggu adalah jika ‘upah’ istri lebih besar ketimbang ‘suami’, maka istri rentan bersikap arogan dan tidak menghormati pasangannya.
Jika belum menikah, perempuan yang memiliki posisi tinggi pada suatu pekerjaan atau jabatan akan membuat laki-laki merasa minder. Alhasil, sang perempuan akan menjadi ‘jomblowati’ karena banyak laki-laki yang ‘segan.’
Lingkungan sosial kita juga masih menganggap perempuan yang bekerja terlalu berambisi dan hal ini dicap buruk oleh masyarakat. Beragam komentar yang keluar seperti terlalu fokus dan ambisius bakal sulit menikah, tidak bisa mengurus rumah tangga dan sebagainya.
Anggapan tidak menyenangkan kadang juga datang dari tempat bekerja. Perempuan terkadang dituding tidak bisa profesional. Keluhan bisa saja muncul jika seorang karyawan disandingkan dengan karyawati ‘ya, sama cewek. Ribet.’ Dan sebagainya.
Beberapa kalimat beraroma underestimate seperti ‘sudah, perempuan di belakang saja. Nanti malah bikin susah’ mungkin tidak asing atau pernah didapat jika dirimu adalah seorang perempuan.
Sekelumit stigma di atas terkadang membuat perempuan, istri, ibu mundur dari mimpi-mimpi mereka. Ranah domestik hingga pengasuhan yang dititikberatkan pada perempuan membuat mereka tidak berkutik. Situasi ini diperberat dengan tidak ada support system untuk memberikan dukungan sekaligus kekuatan.
Pernah pada suatu waktu, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyatakan perempuan memiliki banyak rintangan yang mesti dihadapi ketimbang laki-laki ketika ingin mengejar mimpi, bekerja.
Laki-laki jarang sekali mendapatkan dilema di atas, bahkan terus mendapatkan sokongan dari berbagai pihak. Tidak ada tugas domestik yang wajib dikerjakan, begitu pula pada pengasuhan anak.
Disadari atau tidak, stigma di atas sebenarnya telah terbantahkan. Banyak perempuan yang bisa menjalankan perannya dengan sangat baik, sebagai ibu dan pengusaha, misalnya.
Ada juga ibu yang bisa bekerja dan menjabat sebagai posisi penting namun tidak terlihat sisi arogan dan memandang remeh pada pasangannya.
Lihat saja ibu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, ibu Martha Tilaar, Najwa Shihab, Kalis Mardiasih dan masih banyak lagi.
Mereka semua adalah istri dan sebagian lagi telah menjadi seorang ibu. Tidak mudah jalan yang ditempuh oleh perempuan-perempuan hebat di atas. Semuanya tentu memiliki support system yang selalu memberikan sokongan, dukungan dan pengharapan.
Ada keluarga yang percaya pada mimpi mereka. Ada pula pasangan yang mau saling bahu membahu, membantu. Entah itu saling berbagi pekerjaan domestik. Atau berbagi tanggung jawab terkait pola pengasuhan anak.
Di sisi lain, ada beberapa dampak positif atau hal yang tidak disadari kenapa perempuan memilih untuk bekerja. Selain dapat mengembangkan potensi diri, perempuan dapat memperluas koneksi.
Selain itu juga dapat meringankan sekaligus membantu perekonomian keluarga dan masih banyak lagi.
Islam sendiri mendukung perempuan hak-hak perempuan sepenuhnya. Begitu juga dengan hak perempuan yang ingin meraih cita-cita atau bekerja. Sama halnya dengan laki-laki, perempuan punya kesempatan yang sama. Ini diungkapkan dalam sebuah hadis shahih.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال عمر بن الخطاب رضي الله عنه; كنا في الجاهلية لا نعد النساء شيئا, فلما جاء الاسلام وذكرهن الله, رأينا لهن بذلك علينا حقا.(رواه البخاري)
“Ibnu Abbas Ra menuturkan bahwa Umar bin Khatab Ra berkata ‘ Dulu pada masa Jahiliah, kami tidak memperhitungkan perempuan sama sekali. Kemudian ketika Islam turun dan Allah mengakui mereka, kami memandang bahwa mereka pun memiliki hak atas kami ( H.R Imam Bukhari dalam Shahih-nya No 5904).
Dalam buku yang ditulis Faqihuddin Abdul Kodir berjudul 30 Hadis Shahih, hadis tersebut menjelaskan jika Islam telah memberikan hak-hak perempuan. Di mana sebelumnya hal itu tidak pernah didapatkan. Begitu juga beraktivitas di luar rumah hingga bekerja.
Oleh karena itu dapat disimpulkan jika stigma yang disematkan pada perempuanyang memilih bekerja sudah seharusnya dihilangkan. Selagi tidak menyalahi aturan agama Islam dan negara, perempuan yang bekerja bukanlah sebuah masalah.