BincangMuslimah.Com – Malaysia memperkenankan warga negara berjenis kelamin laki-laki untuk memiliki istri sampai empat orang berdasarkan hukum yang berlaku di negara tersebut. Tercatat ada 1.000 lelaki di Malaysia menghadap pengadilan untuk memohon izin menikah lagi setiap tahunnya.
Dalam UU Keluarga Islam tahun 1984 pasal 23 ayat (1) mengatur bahwa poligami harus medapatkan izin dari pengadilan. Sebagai negara federasi, masing-masing negara bagian di Malaysia berbeda pandangan terkait dengan prosedur pengajuan izin. Ada negara bagian dengan izin yang mudah seperti Kelantan, Trengganu dan Perak. Poligami yang tidak memenuhi ketentuan akan mendapat sanksi sebesar RM 1000 atau penjara 6 bulan atau kedua-duanya.
Aturan lain yang berlaku adalah bagi suami yang melakukan poligami tapi tidak mampu berlaku adil maka bisa mendapat sanksi pidana. Hak lain yang diberikan di sebagian negara bagian adalah untuk memberikan hak kepada istri untuk memfasakh perkawinan poligami suaminya.
Tiga Aturan untuk Izin Poligami
Dalam proses poligami tersebut, para istri yang keberatan suami mereka menikah lagi boleh mengajukan kasus ke pengadilan. Ada tiga hal yang mendorong hakim untuk mengizinkan pernikahan kedua dalam aturan poligami sebagai berikut:
Pertama, boleh melakukan pernikahan poligami jika istri pertama dalam kondisi sakit-sakitan atau mandul. Kedua, pernikahan lazim dilakukan apabila dorongan seks dari sang suami lebih tinggi daripada istri. Ketiga, harus ada kepastian bahwa suami mampu menafkahi kedua keluarga setelah menikah.
Perempuan pertama yang menjadi hakim di Mahkamah Syariah Malaysia, Nenney Sushaidah. Ia ditugaskan agar hukum mampu melindungi kaum perempuan sehingga tak dirugikan karena poligami. Sebagai hakim, ditugaskan untuk meyakinkan perempuan yang tertekan dan enggan melakukan praktik poligami. Tujuannya, agar para perempuan itu mau mengizinkan suami mereka melakukan poliogami.
Tugas tersebut harus Nenney lakukan meskipun ia bisa memahami betapa hancurnya hati para istri di pengadilan. Berbeda dengan hakim pada umumnya, Nenney selalu ingin mendengar tanggapan dari istri pertama saat pasangan suami istri menghadap pengadilan. Ia akan bertanya kepada istri pertama, “Apakah Anda menerima dengan sepenuh hati atau dengan paksaan?”
Nenney menyatakan bahwa ia bisa membaca jawabannya dari raut wajah sang istri. Jika istri pertama tersenyum, artinya ia setuju. Tapi jika dia terlihat mau menangis, dengan hati-hati, Nenney akan bertanya kepadanya mengapa tidak mau dipoligami.
Survey Kasus Poligami
Survei dari kelompok feminis Sisters in Islam (Saudari Perempuan dalam Islam) menyatakan bahwa 70 persen perempuan di Malaysia setuju bahwa pria Muslim untuk menikah lagi. Persetujuan ini harus memenuhi syarat bahwa para suami harus bisa adil terhadap istri-istrinya.
Nenney menyatakan bahwa pengadilan tinggi Malaysia berhak untuk menentukan bagaimana pengadilan menerapkan dan mengartikan hukum Islam. Alasan pemenuhan hak sebagai ibu dan istri menjadi salah satu cara untuk meyakinkan istri pertama tentang pernikahan poligami tersebut.
Biasanya, Nenney akan mengatakan pada para istri, “hatimu akan hancur, tapi hanya lewat jalan ini hak-hakmu dapat terpenuhi. Keperluan hidupmu, hak-hak anakmu dan warisanmu.”
Sejak tahun 2016 menjadi hakim perempuan ia menangani kasus poligami, Nenney mengatakan bahwa 90 persen istri pertama mengizinkan suaminya untuk menikah kedua kalinya. Dari 10 persen kasus yang ditolak pengadilan, 60 persennya adalah karena suami tidak bisa menafkahi dua keluarga.
Saat mendapat pertanyaan bagaimana seandainya suaminya harus menikah lagi? Nenney menjawab, “akan saya pertimbangkan.” Ia mengangguk dan mengatakan akan memiliki perasaan yang sama seperti perempuan-perempuan yang ia temui di ruang pengadilan. Sebagai perempuan, poligami tentu saja saja akan menghancurkan hatinya.
Nenney menambahkan, seandainya seorang suami menikah lagi, dia tidak akan mencintai istrinya seperti dulu lagi. Ia meyakinkan para istri di ruang pengadilan, agar tetap mempertimbangkan faktor hak untuk ia dan anaknya yang akan mendapat jaminan dari pengadilan. Pengadilan memang sudah semestinya peduli pada hak perempuan setelah pernikahan kedua atau poligami.[]
4 Comments