BincangMuslimah.Com – Talak adalah suatu kata yang tidak asing dan sebagian besar masyarakat pun juga mengetahui apa maksud dari kata “talak” tersebut. Hal ini terjadi karena begitu seringnya kita mendengar kata-kata tersebut, baik dari keluarga, teman atau kita sering melihat berita di televisi.
Belakangan ini kasus percerain menimpa beberapa publik figur. Kejadian ini menimpa kehidupan rumah tangga mereka, tidak hanya pasangan muda saja yang mengalami keretakan rumah tangga bahkan pasangan yang sudah membina rumah tangga selama puluhan tahun.
Syarat Sah Perceraian
Ketika pasangan suami istri, khususnya dalam hal ini suami menganggap tidak sanggup menanggung beban masalah dalam keluarganya, maka jalan satu-satunya adalah pisah. Bahkan, tak tanggung-tanggung suami mengucapkan talak yang langsung talak tiga. Pasangan ini beranggapan bahwa secara agama mereka bukan suami istri, dan masalah selesai. Padahal, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 menegaskan bahwa :
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa secara hukum Negara masalah tidak menganggap sah talak jika tidak melalui proses pengadilan dan dengan membaca ikrar talak di pengadilan. Meskipun, kasus seperti ini masih banyak terjadi di tengah masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami hukum Islam serta kaitannya dengan perundangan yang berlaku mengenai hal tersebut.
Dari kejadian tersebut, kemudian timbul pertanyaan: Apakah sah perceraian apabila di luar pengadilan? Bila kita terpaku pada pertanyaan tersebut, tentu tidak sedikit yang menjawab “sah” meskipun tidak melalui proses pengadilan.
Tetapi andaikata masyarakat paham kata “talak” itu dan menelusuri eksistensinya secara luas dan agak mendalam, baik secara sosiologis, psikologis maupun yuridis dengan segala akibat hukum dan konsekuensinya, tentulah sangat luas objek dan begitu besar pengaruhnya yang akan muncul.
Kewajiban Suami yang Menjatuhkan Talak
Menurut Mohd. Idris Ramulyo, dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam menjelaskan bahwa:
“Ketika suami telah menjatuhkan talak di luar pengadilan, sebagian besar dari mereka tidak paham atau melalaikan akan kewajiban-kewajibannya kepada istrinya. Di antara kewajiban suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya adalah memberi mut’ah (memberikan untuk menggembirakan hati) kepada bekas istri, memberi nafkah, (pakaian dan tempat kediaman untuk istri yang mendapat talak itu selama ia masih dalam keadaan iddah). Juga membayar atau melunaskan maskawin, membayar nafkah untuk anak-anaknya.
Suami yang menjatuhkan talak pada istrinya, ia wajib membayar nafkah untuk anak-anaknya. Yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan anak-anaknya itu, sekadar yang patut menurut kedudukan suami”.
Inilah beberapa problem hukum yang barangkali tidak terpikirkan oleh para suami yang telah menalak istrinya di luar pengadilan. Secara hukum Islam, talak yang suami lontarkan kepada istrinya adalah sah. Tetapi secara legal formal yang mengeluarkan status pisah adalah Negara sebagaimana Undang-Undang telah mengaturnya.
Seandainya perceraiannya tidak terdaftar di pengadilan secara hukum Negara, mereka masih menjadi pasangan suami istri yang sah. Namun jika melihat dari hukum agama mereka telah bercerai, dan hal ini justru akan menyulitkan dan membuat lebih ribet kehidupan mereka ke depan.
Selain itu, perceraian yang terjadi di luar pengadilan justru akan mempersulit bagi pihak perempuan. Selain sedih telah bercerai, begitu pula tidak mendapat hak-haknya dari mantan suami, dan juga harus menanggung biaya hidup anak-anaknya jika suaminya pergi begitu saja.
Perceraian Menurut Agama
Oleh karena itu, semua stakeholder khususnya pemerintah perlu mensosialisasikan Undang-undang perkawinan No.1/74 kepada masyarakat. Hal ini dengan harapan bisa menekan tingginya angka perceraian, memberikan keadilan terhadap pihak-pihak yang menjadi korban dari perceraian tersebut. Serta mendidik kepada masyarakat bahwa perceraian/talak bukanlah masalah sepele, tetapi perceraian merupakan masalah yang begitu berat sebagaimana dalam syariat.
Meskipun, agama memperbolehkan talak, tetapi perbuatan ini sangat Allah benci, dan begitu berat syarat untuk melakukan ini, sebagaimana Al-Quran menjelaskan:
وَإِنۡ عَزَمُواْ ٱلطَّلَٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيم
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 227)
Begitu juga dalam sebuah hadis yang mempersoalkan talak yakni riwayat Abu Daud. Karena illah talak dapat berubah hukumnya. Rasul bersabda:
“Tidak ada sesuatu yang halal yang paling dimarahi Tuhan selain dari talak”.
Riwayat hadis ini sahih dan diriwayatkan pula oleh hakim yang menyahihkannya. Hadis itu berisi penghalalan talak apabila telah memenuhi persyaratan. Tetapi walaupun sudah mendapat pernyataan halal tetap merupakan hal yang tidak Tuhan dan Rasul senangi. Wallahu’alam.
4 Comments