Ikuti Kami

Kajian

Pergi Haji dengan Dana Talangan, Apakah bisa?

haji dengan dana talangan
Photo from Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Melaksanakan ibadah haji, selain suatu kewajiban bagi yang telah mampu. Hal ini juga menjadi impian bagi setiap muslim atau muslimah untuk menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beribadah secara khusyuk di dekat Ka’bah. Sehingga banyak orang yang berlomba-lomba untuk menunaikannya dengan menabung di Bank, bahkan memakai dana talangan untuk naik haji

Berkembangannya zaman menciptakan berbagai inovasi dalam segala bidang, salah satunya pada bidang keuangan. Kini bank-bank syariah menyediakan layanan bagi customer nya yang ingin segera berangkat haji, tetapi memiliki kendala dalam finansial. Sebagaimana yang kita ketahui, jika ingin naik haji maka harus mendaftar dan menyerahkan uang awal sebesar 25 juta rupiah sehingga bisa mendapatkan kursi antrian haji. 

Uang muka di awal ini, memberatkan bagi sebagian orang meskipun ia telah dikategorikan sebagai golongan yang mampu. Maka dari itu, bank memiliki inisiatif untuk seseorang yang pergi haji dengan talangan. Lalu apa sebenarnya dana talangan haji itu? Dan bagaimana pendapat para ulama mengenai hal ini? Berikut penjabarannya:

Syamsul Hadi dan Widyarini di dalam jurnal mereka mendefinisikan dana talangan haji adalah dana yang diberikan oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah) kepada calon jamaah haji untuk memenuhi persyaratan minimal setoran awal BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) sehingga ia bisa mendapatkan porsi haji sesuai dengan ketentuan Kementerian Agama. Lalu dana ini akan dikembalikan oleh jamaah sesuai dengan akad yang sudah disepakati antara LKS dengan jamaah calon haji. 

Mengenai kemaslahatan ini para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada juga yang mengharamkannya. Karena pada dasarnya hal ini merupakan masalah khilafiyah.

Adapun pendapat yang memperbolehkan adalah MUI berdasarkan fatwa DSN No: 29/DSN-MUI/VI/2002, dengan pertimbangan bahwa bank tidak memberikan bunga kepada peminjam melainkan berlaku konsep ujrah atau upah. Gambarannya yaitu, bank memberikan jasa karena telah meminjamkan uang kepada customer sehingga bisa mendapatkan porsi antrian naik haji, maka dari itu peminjam memberikan upah kepada bank. Selain itu, hal ini dapat meringankan dan menjamin untuk berangkat haji. Kemudian di sisi lain bank juga mendapatkan keuntungan dengan adanya dana talangan haji ini. 

Baca Juga:  Sejarah Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji

Terdapat 2 akad yang berlaku pada masalah ini yaitu akad ijarah dan akad qardh. Akad qardh pada konteks ini adalah akad untuk meminjam uang sebesar 25 juta rupiah tanpa adanya bunga sedangkan akad ijarah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. 

Di samping itu, Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis) berfatwa bahwa akad ijarah dalam dana talangan haji tidak tepat dan besaran beban biaya yang ditanggung oleh peminjam tergantung berdasarkan lamanya pelunasan pembayaran. Semisal beban pembayaran yang ditanggung peminjam sebesar Rp. 1.200.00,- untuk jangka pelunasan  satu tahun dan Rp. 2.400.00,- untuk 2 tahun masa pelunasan pinjaman, dan berlaku seterusnya. Hal ini termasuk riba. 

Dan Buya Yahya pun menegaskan bahwa jika seseorang tidak memiliki kesanggupan untuk membayar BPIH berarti ia belum dikategorikan mampu. Karena makna mampu ini mencakup kesanggupan dari segi fisik, rohani maupun materi (biaya untuk berangkat haji dan keperluannya di sana, juga harta yang cukup untuk menafkahi keluarga yang ditinggalkan). Jika syarat-syarat itu belum terpenuhi maka tidak wajib bagi orang itu untuk menunaikan haji. Dengan adanya dana talangan haji, menjadi memberatkan bagi kaum muslimin yang memang belum digolongkan mampu/istitha’ah menurut syariat tapi memaksakan hal yang tidak diwajibkan kepadanya. 

Dar Al-Ifta Al Misriyyah mengeluarkan fatwa mengenai hal ini pada 8 September 1955 bahwa berhaji menggunakan dana pinjaman adalah boleh, dengan syarat tidak terdapat indikasi yang menyalahi syariat. Sedangkan dana talangan haji yang dipraktekkan saat ini menggunakan sistem dua akad dalam sekali transaksi yang mana hal ini keluar dari syariat. 

Didalam kitab Al-Mu’amalah Al-Maaliyah Al-Mu’ashirah dijelaskan bahwa konsep Al-Qardh dalam syariat harus terhindar dari bertemunya dua akad, karena akad Al-Qardh tidak bisa digabungkan dengan akad lainnya. Hal ini dilarang karena terdapat kemungkinan menjadi riba. 

Baca Juga:  Ragam Pendapat Ulama Seputar Kelahiran Nabi Muhammad

Puncaknya pada tahun 2016 Kementerian Agama melalui PMA No. 24 Tahun 2016 tidak memperbolehkan lagi menggunakan dana talangan bagi calon jamaah haji karena menyebabkan antrian haji yang panjang. Jika memang kita belum mampu menunaikan ibadah haji, masih banyak amalan lainnya yang bisa kita lakukan sembari menunggu kesiapan naik haji ke Baitullah, seperti amalan yang memiliki pahala yang setara dengan haji.

 

Rekomendasi

Cara Tahallul Orang Botak Cara Tahallul Orang Botak

Hukum dan Cara Tahallul Orang yang Botak

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

denda larangan haji denda larangan haji

Denda yang Harus Dibayar saat Melanggar Larangan Haji

Perempuan haid saat haji Perempuan haid saat haji

Perempuan Haid saat Haji, Apakah Sah?

3 Komentar

3 Comments

Komentari

Terbaru

Anjuran Bagi-bagi THR, Apakah Sesuai Sunah Nabi?

Video

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect