Ikuti Kami

Ibadah

Perempuan Haid saat Haji, Apakah Sah?

Perempuan haid saat haji
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Perempuan secara alami mengalami siklus menstruasi setiap bulannya. Namun, ketika sedang melaksanakan haji ataupun umrah, hal itu menjadi hal yang merisaukan. Meskipun banyak jamaah yang menggunakan obat penunda haid, tetapi bagi beberapa perempuan darah haid tetap keluar saat mengerjakan rangkaian ibadah di tanah suci tersebut.

Menurut para ulama mazhab, perempuan yang sedang haid atau nifas diperbolehkan melaksanakan seluruh rukun haji kecuali thawaf dan shalat-shalat sunah yang dianjurkan dalam rangkaian manasik. Karenanya ketika berada di miqat makani untuk mengambil niat ihram sebagai rukun pertama haji, ia wajib melakukannya sebagaimana jamaah yang lain. 

Imam Syafii menerangkan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan haid untuk berihram, niat ihramnya tetap dianggap sah sekalipun sedang dalam kondisi haid. Mengingat suci dari hadas kecil maupun besar tidak menjadi syarat sah ihram.

Hal ini sebagaimana riwayat hadis dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda, “Apabila perempuan yang haid dan nifas tiba di miqat, hendaklah dia mandi, berniat ihram, dan menunaikan semua rangkaian manasik kecuali thawaf di Ka’bah.” (HR. Abu Dawud)

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa perempuan yang sedang haid ataupun nifas boleh dan sah melakukan seluruh rangkaian ibadah haji, mulai dari tanggal 9 Dzulhijjah melaksanakan wukuf di Arafah, lalu dilanjutkan dengan bermalam di Muzdalifah, dan mabit di mina untuk melempar jumrah pada hari ke-10, 11, 12, atau 13 Dzulhijjah.

Perempuan yang sedang haid hanya tidak boleh melakukan thawaf dari rangkaian hajinya. Hal tersebut nyatanya juga pernah dialami oleh Ummul Mukminin, Sayyidah Aisyah sebagaimana hadis yang diriwayatkannnya sendiri.

“Kami pergi dengan niat menunaikan haji. Saat kami tiba di Sarif, aku mengalami haid. Lalu Rasulullah masuk menemuiku, sedangkan aku sedang menangis. Beliau lalu bertanya, ‘Mengapa engkau (menangis)?’ Aku menjawab, ‘Aku haid.’ Beliau bersabda, ‘Tidak apa-apa, sesungguhnya ini adalah ketentuan dari Allah atas anak-anak perempuan Adam. Mandilah engkau kemudian bertalbiyah untuk haji, hanya saja janganlah engkau melakukan thawaf di Baitullah sampai engkau suci.’”

Baca Juga:  Lima Tujuan Pernikahan Menurut Islam, Kamu yang Mau Nikah Wajib Tahu

Imam an-Nawawi dalam sayarahnya terhadap hadis ini menerangkan, hal tersebut menegaskan bahwa Nabi saw. hendak menghibur dan menenangkan Sayyidah Aisyah dan kaum muslimah. Seakan-akan Rasul berkata bahwa haid itu bukanlah sesuatu yang aneh bagi perempuan. 

Karenanya, tidak perlu gelisah ketika sudah jauh-jauh pergi ke tanah suci namun ternyata mendapati haid, ibadah haji dan umrohnya tetap sah dengan mempelajari hukum-hukumnya sebagaimana yang telah dirumuskan ulama terdahulu ataupun berkonsultasi dengan ustadz dan  petugas pembimbing haji.

Yang menjadi masalah lagi, adalah ketika jadwal tinggal di Mekkah hanya tinggal beberapa hari, darah mens tidak kunjung berhenti ataupun malah baru keluar haid, sementara dirinya belum sempat menunaikan thawaf ifadhah. Terkait hal ini, apabila mengambil referensi fikih klasik, disarankan bagi perempuan haid yang belum thawaf ifadhah untuk tetap tinggal di Mekah sampai suci, artinya mengundur kepulangannya sampai selesai haidnya dan tuntas rukun hajinya. 

Namun, jika hal itu tidak memungkinkan dilakukan sebab rombongan haji telah diatur oleh pemerintah, dalam hal ini para ulama memberikan beberapa alternatif solusi lain.  Minta dokter untuk menginjeksi obat yang dapat memberhentikan darah. Jika cara ini belum berhasil, bisa mengikuti pendapat mazhab Hanafi, ia boleh melakukan thawaf dalam keadaan haid.

Menurut ulama mazhab Hanafi, thaharah bukanlah syarat sah menunaikan thawaf sebagaimana yang diyakini dalam mazhab Syafii. Jika ada orang yang junub, haid atau nifas menunaikan thawaf, maka thawafnya tetap dianggap sah namun harus membayar dam seekor unta atau sapi. Sekalipun seorang perempuan boleh melakukan thawaf dalam keadaan haid, hendaknya dia mandi terlebih dahulu, menyucikan najisnya, dan setelah itu tetap memakai pembalut sebelum melakukan thawaf.

Baca Juga:  Zikir yang Dapat Meringankan Beban Pekerjaan Rumah Tangga

Yang terakhir, dia juga boleh mengikuti madzhab Hanbali sebagaimana pula yang telah disampaikan oleh Ibn al-Barizi, salah seorang ulama mazhab Syafi’i. Menurutnya, perempuan madzhab Syafi’i yang mengalami kondisi seperti di atas diizinkan untuk mengikuti (taqlid) salah satu pendapat empat imam madzhab. Dalam hal ini Imam Hanbali yaitu melakukan thawaf dalam keadaan haid dan tidak perlu membayar dam, karena dianggap dalam kondisi darurat (dharurah) dan sangat memberatkan (masyaqqah).

Rekomendasi

Cara Tahallul Orang Botak Cara Tahallul Orang Botak

Hukum dan Cara Tahallul Orang yang Botak

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

Kemuliaan dan Amalan Hari Arafah

denda larangan haji denda larangan haji

Denda yang Harus Dibayar saat Melanggar Larangan Haji

Pakaian Ihram Berwarna Putih Pakaian Ihram Berwarna Putih

Apakah Pakaian Ihram Harus Berwarna Putih?

Ditulis oleh

Khadimul 'Ilmi di Yayasan Taftazaniyah

Komentari

Komentari

Terbaru

Asy-Syifa binti Abdillah: Perempuan yang Dijuluki Sang Penyembuh oleh Rasulullah

Muslimah Talk

Karir Perempuan dalam Pandangan Islam  

Kajian

syarat bayi anak susuan syarat bayi anak susuan

Balasan Bagi Ibu yang Enggan Menyusui Anaknya

Kajian

Female Breadwinner : Fenomena Perempuan Menjadi Pencari Nafkah Utama Female Breadwinner : Fenomena Perempuan Menjadi Pencari Nafkah Utama

Female Breadwinner : Fenomena Perempuan Menjadi Pencari Nafkah Utama

Muslimah Talk

Izin Poligami ASN Jakarta: Ketika Negara Memperkuat Diskriminasi terhadap Perempuan Izin Poligami ASN Jakarta: Ketika Negara Memperkuat Diskriminasi terhadap Perempuan

Izin Poligami ASN Jakarta: Ketika Negara Memperkuat Diskriminasi terhadap Perempuan

Diari

Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat "Lupa" Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat "Lupa"

Syariat Di balik Rasulullah Pernah dibuat “Lupa”

Kajian

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah

Body Positivity dalam Al-Quran: Menerima dan Menghargai Tubuh Sebagai Amanah Allah

Diari

Trending

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

Citra Perempuan dalam alquran Citra Perempuan dalam alquran

Lima Keutamaan Asiyah Istri Firaun yang Disebut Dalam Hadis dan al-Qur’an

Kajian

Penyakit hati Penyakit hati

Hati-Hati, Ini Ciri Kalau Kamu Punya Penyakit Hati

Kajian

https://www.idntimes.com/ https://www.idntimes.com/

Ratu Kalinyamat: Ratu Jepara yang Memiliki Pasukan Armada Laut Terbesar di Nusantara

Muslimah Talk

Tata Cara Mengurus Bayi yang Meninggal

Kajian

Karir Perempuan dalam Pandangan Islam  

Kajian

Asy-Syifa binti Abdillah: Perempuan yang Dijuluki Sang Penyembuh oleh Rasulullah

Muslimah Talk

sikap rasulullah perempuan yahudi sikap rasulullah perempuan yahudi

Mengenal Nyai Hj Chamnah; Tokoh Sufi Perempuan Tarekat Tijaniyah

Muslimah Talk

Connect