BincangMuslimah.Com – adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan visi menyebarkan rahmat. Segala aturan di dalamnya adalah aturan yang senantiasa membawa ketenangan bagi pemeluknya, dan juga demi kemaslahatan. Tapi setelah Nabi Muhammad wafat, representasi ulama terhadap ayat dan hadis mengenai maksudnya melahirkan klasifikasi keilmuan. Seperti tauhid, fikih, tafsir, dan lain-lain. Setelah mengetahui hijab dalam perbincangan Alquran, mari kita telusuri mengenai perbincangan hijab dalam kacamata fikih.
Meski ada beberapa mazhab fikih yang lahir di dunia, hanya ada empat mazhab yang memiliki otoritas paling kuat dan berpengaruh serta menjadi rujukan pengambilan hukum. Begitu juga hijab yang masuk pada pembahasan “batasan aurat” dibahas oleh ulama dan ada beberapa perbedaan pendapat.
Ada beberapa klasifikasi tentang aurat; aurat kepada sesama perempuan, aurat kepada laki-laki mahram, aurat kepada laki-laki bukan mahram. Tapi sebaiknya kita fokus saja pada aurat kepada laki-laki bukan mahram. Sehingga pembahasan akan fokus pada aurat yang tidak boleh ditampakkan di publik atau kepada kelompok bukan mahram.
Dalam pandangan mazhab Hanafi disebutkan bahwa aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ada perbedaan pendapat soal kedua telapak tangan perempuan di luar shalat. Sebagian ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa kedua telapak tangan bukanlah aurat karena kesulitan beraktifitas jika ia harus ditutup. Begitu juga dengan kedua telapak kaki, dikatakan bukan aurat menurut pendapat yang bisa dipegang.
Dalam Fiqh al-Ibadat ‘ala al-Madzhab al-Hanafiy disebutkan dalam bab Syurut ash-Sholat:
واختلف في ظاهر الكفين : قيل هو عورة وقيل إنه ليس بعورة في الصلاة وقيل إنه ليس بعورة مطلقا وذلك لعموم البلوى
أما ظاهر القدمين وباطنهما فليسا من العورة على المعتمد وقيل هما عورة خارج الصل
Artinya: ada perbedaan mengenai telapak tangan bagian luar (punggung tangan): sebagian berpendapat bahwa keduanya bukanlah aurat saat shalat, dan sebagian mengatakan keduanya bukanlah aurat karena kesulitan yang biasanya akan terjadi (kesulitan masal). Adapun telapak kaki bagian luar dan dalam (punggung dan telapak bawah) bukanlah aurat menurut pendapat yang bisa dipegang. Dikatakan bahwa keduanya adalah aurat di luar shalat.
Sedangkan dalam pandangan ulama mazhab Maliki dalam kitab Fiqh al-‘Ibadah ‘ala Madzhab al-Maliki, aurat perempuan kepada laki-laki bukan mahram adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan baik telapak punggung dan dalam. Tapi wajah dan telapak tangan wajib ditutup jika dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya eksternal. Suatu kondisi yang tidak aman jika perempuan tidak menutup wajah dan kedua telapak tangannya.
مع الرجل الأجنبي ( ليس بمحرم لها ) : جميع بدنها عدا الوجه والكفين فإنهما ليس من العورة لكن يجب سترهما لخوف الفتنة . قال تعالى : { ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها } قال ابن عباس رضي الله عنهما : وجهها وكفيها
Artinya: (aurat perempuan) kepada laki-laki bukan mahram: seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Tapi wajib ditutup karena (jika) khawatir terjadinya fitnah (kerusakan). Allah Swt berfirman “dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali sesuatu yang pantas untuk ditampakkan”. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa yang boleh ditampakkan oleh perempuan adalah wajah dan kedua telapak tangannya.
Adapun dalam kitab Fiqh al-Ibadah ‘ala Madzhab Hanbali dikatakan bahwa aurat perempuan di dalam shalat adalah seluruhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan aurat di luar shalatnya, menurut ulama kalangan mazhab Hanbali adalah seluruh tubuh.
Sedangkan Syekh Abdurrahman al-Jaziry (W. 1941 M) dalam kitabnya al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah menyebutkan bahwa perbedaan pendapat antara mazhab mengenai batasan aurat terjadi karena perbedaan hasil ijtihad terhadap ayat dan hadis. Ulama Syafi’i menyebutkan bahwah aurat perempuan di luar shalat adalah sama dengan pendapat ulama Mazhab Hanbali yakni seluruh tubuh. Tidak diperbolehkan untuk membukanya kecuali untuk keperluan seperti kebutuhan medis, saat khitbah (hanya wajah dan telapak tangan), dan tranksaksi jual beli.
Artinya, jika kita pahami bahwa semua ulama empat mazhab itu sepakat bahwa kepala (beserta rambut, telinga, dan leher adalah aurat. Keempat ulama inilah yang menjadi pegangan masyarakat muslim di dunia pada umumnya. Sehingga menggunakan penutup kepala baik yang saat ini populer disebut hijab, jilbab, atau khimar adalah wajib. Penutup kepala tersebut haruslah menutupi rambut, telinga, dan leher.
Adapun yang menyatakan bahwa memakai hijab tidaklah wajib hanyalah sedikit dari kalangan ulama. Itupun pendapat yang tidak begitu populer dan banyak mendapat penolakan dari para ulama. Misal, dikutip dari buku “Jilbab Pakaian Wanita Muslimah” karya Prof. Quraish Shihab menyebutkan pendapat Muhammad Syahrur. Syahrur mengatakan bahwa hijab atau jilbab bukanlah kewajiban agama, melainkan suatu bentuk pakaian yang dituntut oleh masyarakat serta dapat berubah dengan berubahnya masyarakat.
Misal juga, Syaikh as-Sais, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Syari’ah al-Azhar, Mesir yang mengacu pada pandangan Abu Yusuf yang membolehkan perempuan menampakkan tangannya dari ujung jari sampai siku. Pandangan ulama kontemporer ini menjadi ragam pendapat para ulama soal hijab atau jilbab. Adapun mengenai pilihan untuk mengikutinya atau tidak adalah kembali ke masing-masing individu. Jika mengikuti ulama salaf dan diikuti oleh ulama mayoritas maka mengenakan jilbab atau hijab adalah wajib. Wallahu a’lam bisshowab.