Ikuti Kami

Kajian

Rimpu, Tradisi dan Ekspresi Perempuan Islam di Bima

BincangMuslimah.Com – Masuknya Islam ke Indonesia tidak hanya memberi dampak secara struktural namun juga secara budaya. Salah satu contohnya ialah Rimpu, seni berpakaian yang menjadi tradisi sekaligus cara berekspresi perempuan di Bima.

Rimpu berasal dari bahasa Bima yang bermakna penutup kepala dengan sarung kemudian hal ini memilki arti sebagai busana muslimah perempuan Bima yang menutupi kepala dan seluruh tubuh dengan mengunnakan kain sarung yang khas Bima. Rihlah Nur Aulia menulis dalam bukunya yang berjudul Dimensi Busana Bercadar Perempuan Bima bahwa masyarakat Bima telah mengenal Rimpu sejak pertama kali sejak abad XVII setelah masuknya Islam yang ditandai dengan perubahan kerajaan menjadi kesultanan Islam.

M. Fachrir Rahman dalam bukunya yang berjudul Kebangkitan Islam di Dana Mbojo menyebut bahwa ajaran Islam masuk di Bima pada 15 Rabiul Awal 1050 H atau bertepatan dengan 5 Juli 1640 M. Islam awalnya dibawa oleh ulama asal Sumatera yakni Dato Ri Bandang dan Dato Ri Tiro yang diutus oleh Kesultanan Gowa untuk menyiarkan agama Islam di Bima.

Kala itu, hampir ssemua perempuan yang ada di wilayah kesultanan Bima masih mengenakan pakaian warisan leluhurnya dengan kain penutup tubuh seadanya. Kemudian kedua ulama tersebut memperkenalkan kepada mereka mengenai cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam. Seajak Islam diperkenalkan, sarung-sarung tradissonal khas Bima mulai digunakan ssebagai penutup anggota tubuhnya yang kemudian dikenal dengan rimpu.

Saat itu budaya mengenakan Rimpu menjadi populer dikarenakan mereka hanya mengenal tenunan sarung yang bahan dasarnya adalah kapas kemudian diolah menjadi benang dan selanjutnya ditenun menjadi sarung. Budaya rimpu menjadi semakin kental ssejak perubahan dan peralihan kerajaan Bima menjadi Kesultanan Bima. Setelah menerima ajaran Islam, sultan mulai memerintahkan agar perempuan Bima menutup auratnya jika sedang keluar rumah.

Baca Juga:  Ini Alasan Kenapa Hari Raya Disebut "Id"

Eksistensi budaya Rimpu tidak lepas dari upaya pemerintah terutama pada massa pemerintahan Sultan Nuruddin, masyarakat memperjuallbelikan sarung tradisional khas Bima yang dianggap komoditi perdaganagan yang laris di Nusantara pada abad XII.

Rimpu memilki dua jenis yakni rimpu biasa dan rimpu mpida. Rimpu biasa berbentuk dan menggunakan sarung untuk menutup kepala, sebagian tubuh dan kelihatan hanya muka. Sedangkan rimpu mpida ialah memakai sarung untuk menutup kepala dan muka sampai kesebagian tubuh hanya yang kelihatan mata dan hidung saja. Rimpu biasa merupakan rimpu yang hanya menutupi kepala beserta badan dan tangan dimasukkan ke dalam sarung biasanya dipakai oleh ibu rumah tangga.

Rimpu biasa ini terbagi menjadi dua jenis yakni rimpu cala dan rimpu colo. Rimpu cala digunakan untuk perempuan yang sudah berumah tangga, rimpu colo merupakan rimpu yang dipakai ibu untuk turun ke sawah maupun ke ladang. Biasanya rimpu colo ini berfungsi agar sinar cahaya tidak mengenai wajah sehingga pemakaian bagian ujung sarung bagian kiri ditarik ke muka.

Rimpu colo juga menandakan bahwa yang menggunakannya telah menikah. Sedangkan rimpu mpida terbagi merupakan jenis sarung yang menutupi kepala hingga kaki dan yang terlihat hanya mata saja, biasanya rimpu ini dipakai oleh gadis yang sudah dilamar namun belum diperistri.

Historiografi telah melahirkan budaya dan mengabadikan rimpu sebagai identitas keberislaman perempuan Bima. Hal ini dianggap sebagai ekspresi memahami Islam yakni dengan menutup aurat untuk perempuan. Rimpu menunjukkan bahwa agama memerintahkan perempuan untuk menutup aurat dan menjadi tradisi yang tidak menunjukkan ektremisme dalam beragama.

Rekomendasi

Hijab Menurut Murtadha Muthahhari Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Konsep Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Makna aurat buya syakur Makna aurat buya syakur

Empat Makna Aurat Menurut Buya Syakur Yasin

pakaian perempuan jahiliah pakaian perempuan jahiliah

Pakaian Perempuan Masa Jahiliah vs Masa Islam

Muslimah Harus Berhijab Panjang Muslimah Harus Berhijab Panjang

Tafsir An-Nur Ayat 31: Apakah Muslimah Harus Berhijab Panjang?

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

Komentari

Komentari

Terbaru

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa yang Diajarkan Rasulullah kepada Aisyah Agar Terhindar Keburukan

Ibadah

mengqadha puasa orang meninggal mengqadha puasa orang meninggal

Cara Mengqadha Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Kajian

Keutamaan Melaksanakan I’tikaf Ramadhan Keutamaan Melaksanakan I’tikaf Ramadhan

Keutamaan Melaksanakan I’tikaf di Bulan Ramadhan

Kajian

doa nuzulul quran diamalkan doa nuzulul quran diamalkan

Doa Nuzulul Quran yang Bisa Diamalkan

Ibadah

Doa Setelah Shalat Witir

Ibadah

lupa qunut shalat witir lupa qunut shalat witir

Imam Lupa Qunut Saat Shalat Witir, Wajibkah Sujud Sahwi?

Kajian

keberkahan orang makan sahur keberkahan orang makan sahur

Keberkahan untuk Orang Makan Sahur

Ibadah

kebiasaan shalat tarawih mesir kebiasaan shalat tarawih mesir

Tiga Kebiasaan Shalat Tarawih di Mesir

Kajian

Trending

doa terhindar dari keburukan doa terhindar dari keburukan

Doa yang Diajarkan Rasulullah kepada Aisyah Agar Terhindar Keburukan

Ibadah

perempuan tulang punggung keluarga perempuan tulang punggung keluarga

Dua Pahala yang Dijanjikan untuk Perempuan yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

Kajian

Benarkah Janin yang Gugur Menjadi Syafaat Bagi Orang Tuanya Kelak?

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Pendarahan Sebelum Melahirkan, Apakah Termasuk Nifas?

Kajian

Dalil Kewajiban Puasa Ramadhan dalam Al-Qur’an dan Hadis

Ibadah

Hijab Menurut Murtadha Muthahhari Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Konsep Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Kajian

Doa Setelah Shalat Witir

Ibadah

Zainab Fawwaz Penggerak Pembebasan Zainab Fawwaz Penggerak Pembebasan

Zainab Fawwaz, Penggerak Pembebasan Perempuan Mesir

Khazanah

Connect