BincangMuslimah.Com – Saat ini sedang berlangsung Piala Dunia Qatar 2022. Pertandingan telah digelar sejak 20 November hingga 18 Desember 2022 mendatang. Sekarang sudah berada dalam babak semi final yang mempertemukan Argentina vs Kroasia di sesi pertama dan Maroko vs Prancis di sesi kedua.
Hal yang menarik adalah saat ini para pemain di Tim Nasional (Timnas) masing-masing memiliki pemain sepak bola yang diidolakan oleh banyak orang. Di Timnas Argentina misalnya, ada bintang lapangan seperti Lionel Messi, Paulo Dybala, Rodrigo de Paul, dan Julian Alvarez. Pada sisi lain di Tim Nasional Kroasia juga bertabur bintang, seperti Luka Modric, Marcelo Brozovic dan Mateo Kovacic. Mereka ini adalah bintang yang bermain di klub top-top Eropa. Sementara itu di Timnas Prancis, ada sederet bintang lapangan hijau seperti Olivier Giroud disokong Kylian Mbappe, Antoine Griezmann, dan Giroud.
Para bintang sepak bola di atas banyak yang diidolakan oleh masyarakat Indonesia. Nama Lionel Messi, Mbappe, Giroud, Modric tak asing bagi pencinta bola tanah air. Tak jarang pula, masyarakat Indonesia yang mengidolakan para pemain bola tersebut.
Kemudian yang menjadi persoalan adalah bolehkah mengidolakan pemain sepak bola yang non muslim dalam Islam? Sebab kita tahu, kebanyakan para bintang-bintang di atas dari kalangan non muslim—yang berbeda agama—, dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Tak bisa dipungkiri, manusia di dunia ini diciptakan oleh Allah yang terdiri dari beragam agama, suku, dan warna kulit. Perbedaan penciptaan manusia tersebut dimaksudkan untuk manusia mampu bergaul dan bekerjasama dengan baik, demi mewujudkan perdamaian di muka bumi.
Pada sisi lain, dalam Islam, bergaul dan berteman dengan non muslim hukumnya diperbolehkan. Dalam Alquran, terdapat berbagai ayat yang membolehkan manusia untuk berbuat baik, bergaul, dan menjalin pertemanan dengan non muslim. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam Mumtahanah ayat 8. Allah berfirman;
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya; Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sementara itu, Syekh Abu Hafsh Umar Al-Hanbali dalam kitab Al-Lubab fi Ulumil Kitab, juz V, halaman 143, membagi pada tiga macam hubungan kedekatan/pergaulan antara muslim dan non muslim dalam Islam. Pertama, seorang muslim ridha dan membenarkan kekufurannya serta menjadikannya sebagai wali (teman) disebabkan oleh kekufurannya.
Kedua, hubungan yang baik secara lahiriah. Misalnya menjalin interaksi baik, karena teman sekantor, tetangga, dan sahabat maka ini tidak dilarang dalam agama. Ketiga, menjadikan orang kafir sebagai wali dalam arti bersandar, menolong, dan membantunya karena faktor kekerabatan atau kasih sayang dengan tetap meyakini agama orang kafir tersebut adalah kebatilan.
موالاة الكافر تنقسم ثلاثة أقسامٍ الأول أن يَرْضَى بكفره، ويُصَوِّبَه، ويواليَه لأجْلِه، فهذا كافر؛ لأنه راضٍ بالكفر ومُصَوِّبٌ له الثاني المعاشرةُ الجميلةُ بحَسَب الظاهر، وذلك غير ممنوع منه الثالث الموالاة، بمعنى الركون إليهم، والمعونة، والنُّصْرة، إما بسبب القرابة، وإما بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينَه باطل فهذا منهيٌّ عنه ، ولا يوجب الكفر؛ لأنه بهذا المعنى قد يجره إلى استحسان طريقِه ، والرِّضَى بدينه، وذلك يخرجه عن الإسلام، ولذلك هدد الله بهذه الآية فقال وَمَن يَفْعَلْ ذلك فَلَيْسَ مِنَ الله فِي شَيْءٍ
Artinya: “Menjadikan orang kafir sebagai teman dekat (wali) terbagi tiga: Pertama, meridhai dan membenarkan kekufurannya serta menjadikannya sebagai wali karena kekufurannya, maka ia menjadi kafir karena meridhai dan membenarkan kekufuran. Kedua, interaksi yang baik secara lahiriah, maka ini tidak dilarang dalam agama. Ketiga, menjadikan orang kafir sebagai wali dalam arti bersandar, menolong, dan membantunya karena faktor kekerabatan atau kasih sayang dengan tetap meyakini agama orang kafir tersebut adalah kebatilan.
Maka ini tetap dilarang dalam agama meski tidak menyebabkan kekufuran karena tindakan seperti ini dapat mengantarnya pada simpati pada jalan hidup kekufuran dan meridhoi agama kufur tersebut. Pada gilirannya ini berpotensi mengeluarkannya dari Islam. Oleh karenanya Allah memperingatkan tindakan ketiga ini dengan Surat Ali Imran ayat 28, ‘Barang siapa berbuat demikian, dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah.”
Adapun dalam konteks pemain bola di Piala Dunia Qatar, menjadikan non muslim sebagai idola masuk dalam kategori kedekatan yang kedua (interaksi lahiriyah yang baik). Dalam artian, kita sebagai manusia takjub dengan skill dan kepandaiannya dalam bermain olahraga sepak bola, tanpa ada embel-embel agama.
Nah sebagai kesimpulan hukum dalam kasus ini, mengidolakan pemain sepak bola non muslim hukumnya adalah boleh. Tidak dilarang dalam Islam. Sebab tidak ada niat dalam hati ingin meridhai kekafirannya. Hal ini semata-mata takjub dengan kemampuannnya sendiri.
3 Comments