Ikuti Kami

Kajian

Gus Dur, Konsep Jihad dan Reinterpretasi Makna Kafir

gus dur perayaan imlek

BincangMuslimah.Com – Terorisme dan tindakan kekerasan atas nama agama seringkali terjadi di belahan dunia, juga di Indonesia. Kekerasan bisa terjadi baik di golongan dan agama yang sama, lintas agama, maupun kekerasan satu kelompok agama atas kelompok lain yang dinilai tidak sesuai dengan ajarannya masing-masing.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaku kekerasan mengakui tindakannya sebagai bagian dari perintah agama (amar ma’ruf, nahi munkar) dan jihad yang akan diberi imbalan surga (syahid). Walaupun pernyataan tersebut dibantah dan ditolak secara keras oleh berbagai kalangan, bahwa apa yang dilakukan tersebut sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam sebagai agama yang membawa kedamaian.

Gus Dur, presiden Indonesia ke-4 dengan berbagai kiprah dan kontribusinya pada nilai-nilai kemanusiaan jelas menolak berbagai tindak kekerasan atas manusia, termasuk yang mengatasnamakan agama. Segala bentuk kekerasan, termasuk terorisme dan kekerasan seksual jelas sangat bertentangan dengan substansi ajaran Islam.

Pelaku teror dan kekerasan tidak sadar bahwa ketika berbicara atas nama agama, maka akan menemukan pluralitas penafsiran dan pemahaman pada syariat. Seringkali mereka menyuarakan atas nama Islam, padahal hanya sesuai kepentingan dan pemahaman kelompoknya sendiri.

Dalam buku Islamku Islam Anda Islam Kita, Gus Dur menjelaskan bahwa tindakan kekerasan tidak didorong oleh satu faktor saja, tetapi oleh banyak faktor. Pertama, tidak semua tindak kekerasan bermotif agama, tetapi oleh motif-motif tertentu yang memanfaatkan agama. Kedua, karena sikap mementingkan lembaga yang merasa terancam oleh cara hidup orang lain.

Ketiga, kurangnya pemahaman Islam, pendangkalan agama Islam, dan pendekatan yang literal dalam memahami nas seperti penafsiran literalis-skriptularis terhadap surat Al-Fath ayat 29 Asyidda ‘ala al-kuffar yang dijadikan rujukan tindakan kekerasan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, namun semuanya berpangkal pada faktor ketiga.

Baca Juga:  Pergulatan antara Ahlul Hadits dan Ahlur Ra’yi

Faktor ketiga tersebut mendorong ke dalam ruang ideologi yang subjektif dan normatif. Kata Kafir atau kuffar dimaknai secara general sebagai setiap orang yang berbeda agama, bukan hanya pada orang-orang musyrik yang mengintimidasi terhadap kaum muslim, sehingga kata asyidda diterapkan pada mereka.

Bahkan lebih parahnya lagi, untuk mendukung tindakannya, kelompok ini juga memberikan tuduhan kafir dan murtad terhadap kelompok yang berbeda pemahaman meski sama-sama Islam. Pemahaman seperti ini jelas sekali berdampak pada penyempitan pemahaman term jihad yang dimaknai sebagai perang saja, baik melawan orang yang beda agama, maupun kelompok lain yang berbeda paham dengan kelompoknya.

Gus Dur memberikan koreksi atas pemahaman term kuffar dan jihad dengan pendekatan tekstual nash. Menurutnya, kata kuffar yang terdapat pada surah Al-Fath ayat 29 dan ayat lain adalah orang-orang musyrik Makkah pada waktu itu, bukan semata orang yang berbeda agama, apalagi kelompok muslim yang berbeda.

Term Jihad tidak bermakna sempit tentang berperang melawan orang kafir, tetapi harus dimaknai dengan segala sesuatu yang menyangkut tentang kemanusiaan, menegakkan keadilan, mewujudkan kemaslahatan, dan membasmi kezaliman. Pemaknaan ini sejalan dengan ilustrasi sebuah hadist nabi yang disampaikan sepulang perang badar.

Nabi berkata ‘raja’na min jihadil asghar ila jihadil akbar’, mendengar pernyataan tersebut sontak para sahabat bertanya-tanya tentang jihad yang paling besar. Lantas Nabi menjawab ‘Perang melawan hawa nafsu’. Oleh alasan-alasan tersebut, Gus Dur menuntut dilkakukannya penafsiran baru untuk mengubah ketentuan fikih yang sudah ada karena adanya realitas baru yang berbeda.

Usaha reinterpretasi tersebut tetap berpijak pada Maqashid Syariah dan tetap selaras dengan ketentuan usul fikih ‘Hukum agama sepenuhnya tergantung kepada sebab-sebabnya, baik ada atau tidak adanya hukum’. Dengan demikian maka jelaslah bahwa Islam adalah agama yang relevan di setiap masa dan tempat.

Baca Juga:  Konsep Kafir Menurut Quraish Shihab dan Implikasinya Terhadap Keindonesiaan

Penolakan Gus Dur terhadap segala bentuk kekerasan dan terorisme didasarkan pada pemikiran fikih yang jelas, yaitu:

Pertama, berpijak pada nilai-nilai universal syariah dan tujuan syara’. Tindak kekerasan akan menyebabkan kerusakan, sedangkan kaidah fikih harus bisa mencegah kerusakan (dar’ul mafasid). Tindak kekerasan juga akan menyebabkan citra buruk dan merendahkan Islam yang tidak sejalan dengan nilai hifzud din.

Kedua, penafsiran kembali terhadap nas dengan pendekatan kontekstual, tidak sepotong-sepotong, dan mengaitkannya dengan ayat lain yang disesuaikan dengan konteks keindonesiaan harus dilakukan agar sejalan dengan prinsip bahwa agama Islam merupakan agama yang baik sepanjang masa, juga menjadi ajaran penuh kedamaian bagi para pemeluknya.

Rekomendasi

Tiga Tokoh Islam Indonesia Mendapat Anugrah Gelar Pahlawan Nasional 2025 Tiga Tokoh Islam Indonesia Mendapat Anugrah Gelar Pahlawan Nasional 2025

Tiga Tokoh Islam Indonesia Mendapat Anugrah Gelar Pahlawan Nasional 2025

Empat Nasihat Gus Dur untuk Putri Bungsunya

Perempuan dalam Belenggu Terorisme

Berbakti kepada Orangtua Jihad Berbakti kepada Orangtua Jihad

Gus Baha: Berbakti kepada Orangtua Itu Jihad

Ditulis oleh

Alumni Pesantren Al-Ishlah Tajug dan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Bercita-cita menjadi manusia yang muslihah dan menebar manfaat seluas-luasnya sesuai kemampuannya. Saat ini tergabung dalam komunitas Puan Menulis.

Komentari

Komentari

Terbaru

Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan

Namaku Perempuan: Film yang Mengubah Cerita Menjadi Sumber Pengetahuan

Berita

Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil

Melindungi Anak dari Pelecehan: Pentingnya Mengenalkan Bagian Tubuh Pribadi Sejak Kecil

Keluarga

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi

Nikah Siri : Pernikahan yang Sangat Rentan tapi Masih Sering Terjadi

Kajian

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan

Kasus Penculikan Anak: Refleksi untuk Melindungi Anak dari Kejahatan

Keluarga

Trending

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda sampai Lahirnya Kongres Perempuan

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Perempuan haid membaca tahlil Perempuan haid membaca tahlil

Hukum Perempuan Haid Membaca Tahlil

Kajian

ratu safiatuddin pemimpin perempuan ratu safiatuddin pemimpin perempuan

Ratumas Sina, Pahlawan Perempuan dari Jambi

Khazanah

Connect