Ikuti Kami

Ibadah

Fikih Mesin Cuci; Suci tidak Harus Boros Air

mencuci dengan mesin cuci
Mother and son hanging clothes on clothesline

BincangMuslimah.Com – Perkembangan teknologi dapat memudahkan segala pekerjaan manusia, termasuk dalam mencuci pakaian. Pada zaman modern ini, mencuci dengan mesin cuci adalah hal yang lumrah. Meski begitu, sebagian orang masih takut dan ragu mencuci dengan mesin cuci, karena khawatir ia tidak dapat menyucikan pakaian.

Kekhawatiran ini agaknya berangkat dari penjelasan sejumlah literatur fikih, bahwa cara menyucikan najis (yang mutawassithah) adalah dengan membuang najisnya kalau masih ada (najis ‘ainiyyah), lalu mengalirkan air pada bekas najis tersebut (najis hukmiyyah) sehingga najisnya hilang.

Kata “mengalirkan air” ini kadang disalahpahami, sehingga melahirkan sikap pemborosan air, bahkan di kalangan santri sekalipun. Padahal, Rasulullah Saw. sejak 14 abad lalu telah mengingatkan untuk tidak berlebihan menggunakan air.

Maka makna dari “mengalirkan air” ini perlu ditelisik lebih teliti, agar fikih tidak tampak seolah bertentangan dengan sabda Rasulullah Saw., salah satu landasan hukum fikih itu sendiri.

Ada suatu kaidah yang masyhur dalam mazhab Syafi’i terkait menyucikan najis. Kaidah al-warid dan al-mawrud. Sesuatu yang al-warid (yang mendatangi) statusnya lebih dominan dibanding yang al-mawrud (yang didatangi).

Sebelumnya perlu diketahui bahwa kaidah ini hanya diaplikasikan ketika air yang digunakan untuk menyucikan najis kurang dari 2 qullah, sekitar 270 liter air. (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, 1/75).

Adapun jika volume air lebih dari 2 qullah, tidak ada pembedaan antara al-warid dan al-mawrud. Air 2 qullah dapat menyucikan benda bernajis. Baik dengan menyiramkannya kepada benda tersebut, atau dengan mencelupkan benda bernajis ke dalam air 2 qullah.

Praktek kaidah al-warid dan al-mawrud: ketika ada benda bernajis jatuh/dimasukkan ke dalam air yang kurang dari 2 qullah, maka yang menjadi al-warid adalah benda bernajis, dan yang menjadi al-mawrud adalah air. Dalam kasus ini, benda bernajis mendominasi air dan mengubah status air menjadi najis.

Baca Juga:  Cara Mensucikan Tempat Yang Terlanjur Salah Membersihkannya

Sebaliknya, jika air dialirkan/disiramkan kepada benda bernajis, yang menjadi al-warid adalah air, dan benda bernajis menjadi al-mawrud. Dalam kasus ini, air dapat menyucikan benda bernajis tersebut.

Kaidah ini disimpulkan berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:

إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah mencelupkan tangannya ke dalam wadah air sampai ia membasuh tangannya tersebut, karena ia tidak tahu dimana tangannya semalam”. (H.R. Bukhari & Muslim)

Dalam hadis tersebut, Rasulullah Saw. memerintahkan umatnya agar tidak langsung mencelupkan tangannya ke wadah air untuk bersuci. Karena bisa saja tangannya menyentuh najis ketika sedang tidur. Artinya, tangan yang bernajis tersebut statusnya sebagai al-warid akan mengubah status air (al-mawrud) menjadi bernajis dan tidak dapat digunakan untuk bersuci.

Konsep al-warid dan al-mawrud ini merupakan pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi’i. Jika air dialirkan kepada benda bernajis, benda tersebut menjadi suci. Sebaliknya jika benda bernajis dimasukkan ke air yang kurang dari 2 qullah, air berubah menjadi najis dan tidak dapat menyucikan benda bernajis tersebut. [lihat al-Rafi’i: al-Syarh al-Kabir, 245; al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab, 1/138].

Jika konsep al-warid dan al-mawrud ini diaplikasikan pada persoalan mencuci pakaian bernajis (najis hukmiyyah) dengan mesin cuci, maka cukup dengan cara meletakkan pakaian di tabung mesin cuci terlebih dahulu. Lalu mengalirkan air tanpa mencampurnya dengan detergen. Dengan cara ini, pakaian sudah suci. Baru selanjutnya membuang air yang dialirkan tadi, kemudian mencuci seperti biasa.

Opsi kedua adalah dengan cara mencuci dengan air dan detergen seperti biasa. Lalu saat hendak membilas, air detergen dibuang habis. Kemudian pakaian dialirkan air untuk membilas dan menyucikannya.

Baca Juga:  Serba-serbi Hikmah dan Manfaat Bersuci

Kedua cara ini sudah cukup untuk mengubah status pakaian bernajis menjadi suci, walaupun air yang digunakan hanya sedikit. Suci tidak mesti boros air. Kalau memang cara menyucikan najis butuh banyak air, tentu akan menyulitkan orang-orang yang tinggal di negeri gersang.

Saking pentingnya hemat air, ada sebagian ulama mazhab Syafi’i yang bersikap lebih longgar perihal menyucikan najis. Salah satunya imam Ibnu Suraij. Menurut beliau, ketika benda bernajis dimasukkan ke dalam air yang kurang dari 2 qullah, benda bernajis tersebut dapat berubah menjadi suci. Asalkan memang diniatkan untuk menyucikannya. Jika tidak ada niat untuk menyucikan, konsep al-warid dan al-mawrud tetap berlaku. [lihat Ibnu Shalah: Syarh Musykil al-Wasith, 1/88].

Oleh karenanya, tidak perlu lagi ada kekhawatiran bahwa mencuci dengan mesin cuci tidak dapat menyucikan pakaian bernajis. Asalkan dengan cara mengalirkan air kepada pakaian bernajis, pakaian akan suci. Meskipun air yang digunakan hanya sedikit.

Bahkan jika dengan cara sebaliknya pun, misal memasukkan pakaian ke dalam tabung mesin yang sudah diisi air, pakaian bisa suci. Asalkan diniatkan untuk menyucikannya, sebagaimana pandangan imam Ibnu Suraij. Wallahu a’lam bisshawab.

Rekomendasi

Mandi junub dan haid Mandi junub dan haid

Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Wajib

Bolehkah Air Musta’mal Dipakai untuk Bersuci? Bolehkah Air Musta’mal Dipakai untuk Bersuci?

Bolehkah Air Musta’mal Dipakai untuk Bersuci?

hikmah dan manfaat bersuci hikmah dan manfaat bersuci

Serba-serbi Hikmah dan Manfaat Bersuci

Pengertian thaharah dan macam-macamnya Pengertian thaharah dan macam-macamnya

Pengertian Thaharah dan Macam-macamnya

Ditulis oleh

Alumnus Perbandingan Mazhab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Alumnus Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Komentari

Komentari

Terbaru

Anjuran Bagi-bagi THR, Apakah Sesuai Sunah Nabi?

Video

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

QS At-Taubah Ayat 103: Manfaat Zakat dalam Dimensi Sosial

Kajian

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Sedang Haid, Apa Tetap DiAnjurkan Mandi Sunnah Idulfitri

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri? Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Bolehkah Menggabungkan Salat Qada Subuh dan Salat Idulfitri?

Ibadah

kisah fatimah idul fitri kisah fatimah idul fitri

Kisah Sayyidah Fatimah Merayakan Idul Fitri

Khazanah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Kesedihan Ramadan 58 Hijriah: Tahun Wafat Sayyidah Aisyah

Muslimah Talk

Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami? Kapan Seorang Istri Dapat Keluar Rumah Tanpa Izin Suami?

Ummu Mahjan: Reprentasi Peran Perempuan di Masjid pada Masa Nabi

Muslimah Talk

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Video

Connect