BincangMuslimah.Com – Kitabisa mengadakan Voluntrip Kawanpuan dalam rangka mengajak perempuan Indonesia untuk saling jaga satu sama lain dan berani menyuarakan bersama isu-isu yang menimpa perempuan di Gripastudio, Jakarta Selatan, pada Minggu (7/7).
Kawanpuan sendiri merupakan gerakan solidaritas untuk korban kekerasan. Acara yang dimoderatori Zahwa Islami tersebut mengundang Hannah Al Rashid, seorang aktris senior dan Kalis Mardiasih, penulis buku “Luka-luka Linimasa” yang keduanya merupakan aktivis perempuan dan aktif membela hak-hak perempuan dari isu yang sedang dialami.
Setiap Tubuh Perempuan Berhak Aman
Dalam materinya, Hannah dengan tegas menyampaikan bahwa perempuan tidak boleh diperlakukan berbeda hanya karena dia seorang perempuan. Justru sebaliknya, laki-laki sebagai sekutu perempuan seharusnya bisa aktif bersama sebagai agen perubahan yang saling mendorong, mendukung dan menjaga satu sama lain.
“Setiap tubuh perempuan berhak aman,” ujarnya.
Perempuan yang menyatakan dirinya pernah ‘tomboy berat’ itu juga mengafirmasi kegiatan ini dihadiri oleh beberapa kaum laki-laki. Karena menurutnya, laki-laki juga perlu meneguk wawasan berbau isu perempuan agar perspektifnya tidak sempit dan memberikan kesadaran untuk saling memberi menjaga keamanan dan kenyamanan bersama.
“Cowok juga harus meng highlight isu-isu perempuan, ya. Khususnya tentang kekerasan seksual, KDRT, bullying dan sejenisnya,” tambahnya.
Cara Bijak Menyikapi KBGO
Adapun sesi materi berikutnya disampaikan langsung oleh Kalis Mardiasih. Perempuan asal Solo itu menjelaskan bahwa kekerasan dapat berupa ancaman, paksaan, serangan, dan semua bentuk aksi yang melibatkan rasa takut, tidak nyaman, serta berdampak kerugian terhadap korban, baik fisik maupun psikis.
Selanjutnya, Kalis memaparkan materi tentang Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan cara bijak menyikapi serta mengantisipasinya. KBGO sendiri merupakan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi dan internet.
Dengan lantang dan mendebarkan, Kalis menegaskan, jejak digital berpotensi merugikan korban di sepanjang masa hidupnya.
“Jejak digital lebih abadi daripada umur manusia itu sendiri,” ucapnya.
Maka menurutnya, dalam masalah KBGO, perusahaan teknologi dan platform digital turut bertanggung jawab dalam penyebaran konten yang dapat merugikan korban.
Kalih juga menyebutkan bahwa kasus-kasus yang dibawa ke ranah hukum kerap kali malah berbalik arah mengkriminalisasi korban.
“Ngomongin pidana, maka yang menjadi tolak ukurnya adalah kerugiannya. Lantas, untuk kekerasan dan pelecehan seksual, gimana tolak ukurnya? Sedangkan kerentanan antar perempuan itu tidak sama,” tegasnya.
Di sesi akhir, Kalis memberikan solusi jika perempuan menghadapi situasi yang dirasa tidak nyaman adalah melaporkannya kepada pihak terkait.
“Cara terbaik ya langsung dilaporkan,” imbuhnya.
Selain itu, menurutnya juga terdapat cara yang dianggap salah dan tidak disarankan saat menghadapi situasi serupa. Di antaranya menyebarkan link informasi ke orang banyak, screen shoot wajah tanpa disensor. Karena lagi-lagi, jejak digital hanya akan merugikan korban di kesempatan lain hari.