BincangMuslimah.Com – Hari raya kurban akan tiba sebentar lagi. Beberapa persiapan menyambutnya telah dimulai, termasuk memilih-milih hewan kurban bagi yang berencana kurban tahun ini. Beberapa prinsip atau kebiasaan keluarga biasanya melakukan kurban secara bergilir. Misal, tahun tertentu adalah giliran bapaknya, disusul oleh ibunya, dan seterusnya. Lalu bagaimana dengan anak kecil yang menjadi bagian keluarga? Bolehkah anak kecil melaksanakan kurban?
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita memulai dengan mengetahui syarat-syarat pelaksana kurban. Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah wa al-Qadhaya al-Mu’ashiroh menyebutkan syarat-syarat bagi seseorang yang hendak melaksanakan ibadah kurban.
Pertama, tamyiz. Tamyiz fase manusia yang ditandai dengan kemampuan membedakan hal yang baik dan buruk. Pada umumnya ia berusia tujuh atau delapan tahun. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi yang memerintahkan orang tua untuk mengajarkan anaknya shalat di usia tujuh tahun yang artinya sudah mulai mampu diajarkan perintah ibadah, berdasarkan sebuah hadis shahih:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود)
Artinya: perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Abu Daud)
Kedua, berakal. Setiap individu memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Begitu juga dengan masa pertumbuhannya. Jika seseorang sudah memasuki usia tamyiz namun ternyata ia memiliki kelainan atau terlahir dengan menyandang status difabel, maka ia tidak memenuhi syarat ini yang artinya tidak dituntut kesunnahan melaksanakan kurban.
Ketiga, muslim. Jelas ini adalah perintah yang mutlak. Sebab kurban adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika tidak muslim dan beriman, lantas apa makna kurban baginya?
Keempat, sengaja melakukan ibadah kurban. Ibadah kurban adalah ibadah yang dilaksanakan dengan kesadarannya. Tapi sah juga, menurut para ulama jika melaksanakan kurban karena dipaksa oleh pihak lain.
Syarat-syarat tersebut diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan, suci atau haid atau junub, bisa melihat atau buta, adil atau fasik. Tidak sah (dalam artian tidak mengugurkan kesunnahannya) bagi pelaksana kurban yang belum tamyiz, gila, dan dalam keadaan mabuk menurut mayoritas ulama.
Beda halnya dengan pendapat ulama mazhab Syafiiyyah yang menghukumi makruh melaksanakan kurban untuk mewakilkan anak kecil.
Jika melihat syarat-syarat di atas, anak kecil yang belum tamyiz belum memenuhi syarat sebagai pelaksana kurban. Kesunnahannya tidak menjadi gugur bagi dirinya jika saat kecil diniatkan dan disembelihkan kurban oleh walinya. Beda halnya jika hanya bertujuan untuk edukasi kepada sang anak. Namun jika merujuk pada ulama mazhab Syafi’i, hukum menyembelihkan hewan kurban yang belum tamyiz adalah makruh.
Alangkah baiknya memang mengutamakan orang-orang yang sudah memenuhi syarat untuk berkurban saja. Sedangkan anak-anak yang belum memenuhi syarat ditunggu sampai usianya memasuki tamyiz dan mendapatkan pahala sunnah. Wallahu a’lam bisshowab.