Ikuti Kami

Diari

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

perempuan titik nol arab

BincangMuslimah.Com – Di kalangan feminis, nama Nawal al-Sa’dawy sudah tidak asing. Ia dikenal sebagai penulis yang memperjuangkan hak-hak perempuan Mesir yang terintimidasi. Melalui karya-karyanya yang diangkat dari kisah nyata tersebutlah ia menyuarakan kegelisahannya.

Selain sebagai penulis, ia juga merupakan seorang jurnalis dan dokter jiwa. Karya pertamanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah “Perempuan di Titik Nol”, dalam bahasa Arabnya berjudul “Imroatun ‘Inda Nuqthoti as-Shifr”.

Novelnya banyak menerima pertentangan dari masyarakat Mesir sendiri karena sangat jujur merepresentasikan kehidupan para perempuan Mesir, termasuk novel ini. Tapi Nawal begitu berani sejak mula ia memutuskan untuk menulis novel ini yang diangkat dari kisah nyata seorang perempuan Mesir yang membunuh seorang germo. Pembunuhan yang sebenarnya terjadi karena pembelaan terhadap dirinya yang terus dieksploitasi.

Berkisah tentang seorang perempuan bernama Firdaus yang terlahir dari keluarga miskin dan orang tua yang berpendidikan rendah. Sejak kecil ia telah melakukan pekerjaan-pekerjaan berat yang seharusnya dilakukan orang dewasa. Pengalaman-pengalamannya akan peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh temannya, pamannya, dan laki-laki yang ia temua membuat ia merasa bahwa menjadi perempuan di Mesir merupakan suatu nasib buruk.

Selain itu ia dan ibunya juga mendapat perlakuan tidak adil dari ayahnya. Dikisahkan Ayahnya terbiasa makan lebih banyak dari dia dan ibunya, melindungi dirinya saat musim dingin dengan tidur dekat tungku tanpa memperdulikan dirinya dan ibunya. Perangainya yang kasar dan perlakuan merendahkan ibunya membuat ia membenci ayahnya sendiri.

Pamannya yang merupakan lelaki terdekat setelah ayahnya juga melakukan pelecehan seksual dan Firdaus tidak menyadari akan hal itu. Ia tak melawan atau menganggap itu sebuah tindakan yang tidak dibenarkan. Padahal pamannya merupakan pelajar di al-Azhar, Kairo, Mesir. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Firdaus tinggal bersama pamannya dan masuk Sekolah Dasar.

Baca Juga:  Resensi Kitab: Al-Busyro fi Manaqib Al-Sayyidah Khadijah Al-Kubro

Di samping kegiatannya di sekolah ia juga melakukan semua pekerjaan domestik mulai dari menyapu, mencuci baju pamannya, dan memasak untuknya. Pelecehan seksual yang pernah dilakukan terus berlanjut setelah mereka tinggal bersama.

Seiring berjalannya waktu, pamannya berubah sikap. Ia seringkali pulang setelah Firdaus tertidur dan pergi sebelum Firdaus terbangun. Pamannya sudah tidak memperdulikannya. Setelah menikah dengan anak dari gurunya di al-Azhar nasib Firdaus makin terasingkan.

Atas bujukan istrinya ia dipindahkan ke asrama sekolahnya di tingkat menengah. Firdaus merupakan anak yang cerdas dan cinta ilmu pengetahuan. Pengalaman-pengalaman sosialnya mengantarkannya pada pribadi yang kritis dan tangguh.

Ia melihat berbagai praktik marjinalisasi perempuan dan ketidakadilan gender. Baginya, perempuan seringkali menjadi objek dan pemeran kedua di sosial. Baginys, perempuan mengalami berbagai pengalaman sosial yang menyedihkan.

Tidak hanya berhenti di situ, rentetan peristiwa menyedihkan masih terus dialama Firdaus sampai akhirnya ia menjadi seorang pelacur. Pasca kelulusan sekolah, ia dinikahkan dengan seorang lelaki tua berusia 60 tahun lebih. Dalam rumah tangganya ia mengalami kekerasan. Saat ia mengadukan hal tersebut kepada pamannya, ia justru membenarkan perlakuan suaminya.

Pamannya mengatakan bahwa lelaki biasa memukul istrinya, termasuk dirinya. Firdaus memahami bahwa ajaran Tuhan tidak membenarkan perilaku kekerasan yang dilakukan terhadap lelaki maupun perempuan. Makin bertambah usia ia makin memahami bahwa dunia benar-benar tidak adil bagi perempuan.

Lantas ia kabur dari rumah suaminya dan hidup menggelandang. Perjalanannya mengantarkan ia kepada Bayoumi, seorang lelaki yang berjanji akan memberikan pekerjaan baginya tapi malah justru mengeksploitasinya. Saat Firdaus tinggal bersama Bayoumi, ia juga mengurus segala keperluannya.

Tapi ketika kembali bertanya mengenai janjinya, ia justru mengalami kekerasan seksual. Firdaus lantas mencoba kabur dari rumah Bayoumi sampai ia berhasil. Kemudian ia bertemu tanpa sengaja dengan seorang perempuan yang ternyata berprofesi sebagai muncikari. Firdaus tidak tahu profesinya sampai ia diajak untuk tinggal bersama Syarifah Salah el-Din, muncikari tersebut.

Baca Juga:  Kisah Nabi Saw. dan Perempuan Berkulit Hitam

Ternyata Firdaus dipekerjakan sebagai pelacur. Tenaga dan fisiknya dieksploitasi. Akan tetapi ia tak melakukan perlawanan. Suatu ketika ia kabur dari Syarifa karena mendengar pertikaiannya dengan seorang lelaki yang hendak menikahi Firdaus. Kehidupannya terus mengantarkan ia pada peristiwa eksploitasi perempuan.

Ia terus menjadi pelacur sampai menjadi pelacur sukses dengan bayaran tertinggi di Mesir dan semua orang mengenalnya sebagai pelacur. Baginya menjadi pelacur lebih baik daripada menjadi seorang istri yang diperbudak. Menjadi pelacur bebas untuk mengatakan ya atau tidak dan bisa menentukan harga. Sedangkan menjadi seorang istri seperti budak yang diperlakukan semena-mena.

Dr. Nur Rofiah bil-Uzm, tokoh gender, dosen, dan peneliti mengatakan terdapat lima pengalaman sosial yang dialami perempuan. Kelimanya ialah marjinalisasi, subordinasi, kekerasan, stigmasisasi, dan kekerasan. Lima pengalaman sosial perempuan ini selalu ia sampaikan di setiap seminarnya dan juga ngaji KGI (Kajian Gender Islam) yang sudah mulai ada sejak pertengahan 2019.

Baginya, pengalaman sosial yang dialami perempuan membuat perempuan selalu terkubang dalam masalah hanya karena ia menjadi seorang perempuan. Padahal siapapun tidak bisa memilih untuk menjadi lelaki atau perempuan. Novel ini menggambarkan kelima pengalaman sosial tersebut.

Firdaus dihukum mati karena ia membunuh seorang germo laki-laki yang mengeksploitasi dirinya. Padahal pembunuhan itu ia lakukan untuk membela dirinya yang sedang ditahan untuk lepas dari ikatan kerja dengan germo tersebut. Pidana mati yang diterimanya sungguh tidak adil karena banyak kasus pembunuhan namun pelakunya tidak mendapat pidana hukuman mati.

Firdaus menerima hukuman mati tersebut dan tidak mau meminta keringanan kepada pemerintah Mesir karena ia merasa perbuatannya tidak salah. Ia merasa puas telah menguak kejahatan-kejahatan yang selama ini tersembunyi.

Baca Juga:  Seberapa Dekatkah Kita dengan Rasulullah?

Nawal jelas ingin menceritakan kepada dunia bagaimana saat itu Mesir, tanah kelahirannya menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan. Novel ini merupakan salah satu novel dari sekian banyak novel yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Dan ia sendiri telah memutuskan untuk menerima risiko sebagai pejuang perempuan secara sadar.

 

Judul buku     : Perempuan di Titik Nol

Penulis           : Nawal el-Sadawi

Penerjemah  : Amir Sutaarga

Penerbit        : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tahun            : 2018 (cetakan ketiga belas)

Halaman       : 176

Rekomendasi

Apakah Nabi Juga Berijtihad? Apakah Nabi Juga Berijtihad?

Resensi Kitab: Al-Busyro fi Manaqib Al-Sayyidah Khadijah Al-Kubro

Resensi Buku: Perempuan Ulama di Atas Panggung Sejarah

Resensi Buku Feminisme Muslim di Indonesia

Review Novel “Telembuk”, Potret Buram Perempuan Miskin

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect