Ikuti Kami

Diari

Pentingnya Musyawarah Bagi Suami Istri sebelum Mengambil Keputusan

puasa istri dilarang suami

BincangMuslimah.Com – Konstruksi sosial sering membuat perempuan tersudutkan. Sebagai misal, ia harus menurut pada ayah dan suaminya. Padahal, dalam hati yang terdalam, ia punya keinginan lain yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan kemauan atau keputusan ayah dan suami. Banyak perempuan hanya diam dengan kondisi ini lantaran terlanjur sayang pada suami dan ayahnya. Padahal, Islam sangat menganjurkan agar melaksanakan musyawarah terlebih dahulu dalam mengambil keputusan, apa pun itu.

Musyawarah bertujuan agar dua belah pihak tidak kecewa dan merasa puas dengan pengambilan keputusan atau jalan keluar atas masalah terjadi. Sebutlah dua kasus yakni keinginan seorang ayah untuk segera menikahkan anaknya lantaran tak kunjung mendapatkan pasangan dan suami yang ingin istrinya tidak bekerja sebab keuangan rumah tangga dirasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Bagaimana apabila perempuan punya pandangan lain atas dua hal ini?

Dalam kasus pertama, kita bisa mafhum akan kekhawatiran sang ayah pada kehidupan anaknya. Tapi, perlu digarisbawahi juga bahwa anaknya punya hak untuk menunda pernikahan atau memilih calon suami yang dikehendaki. Jika tidak ada dialog antara anak dan ayah, keputusan yang diambil akan sangat tidak adil sebab hanya mengedepankan keinginan satu orang atau satu pihak, meskipun keinginan tersebut dirasa baik untuk kehidupan.

Maka, alangkah lebih baik apabila sang ayah dan anak perempuan berdialog, ajak juga ibu untuk memberikan perspektif lain. Bisa jadi, ibunya justru ingin sang anak meraih apa yang selama ini dicita-citakan terlebih dahulu kemudian menikah. Perasaan anak adalah yang paling utama. Sebab, yang akan melanjutkan kehidupan adalah anak perempuan tersebut, bukan ibu dan ayahnya. Musyawarah mesti dilakukan demi menghasilkan keputusan yang paling baik, win-win solution.

Baca Juga:  Sinopsis Film Rentang Kisah: Potret Muslimah yang Berdaya  

Kasus kedua, suami ingin istri menjadi ibu rumah tangga saja, tanpa perlu bekerja. Alasannya sangat bisa dimaklumi yakni keuangan rumah tangga yang sudah lebih dari cukup. Tapi, apakah sang suami sudah menjamin bahwa istrinya tidak ingin bekerja? Ada banyak sekali potensi dalam diri perempuan untuk dieksplorasi. Bakat dalam diri, jika dipendam akan terabaikan, tak bisa diasah. Pekerjaan bisa membantu perempuan mengaktualisasikan dirinya, mewujudkan cita-cita.

Suami tak boleh memutuskan secara sepihak. Harus ada dialog antara suami dan istri. Uang bulanan bisa jadi cukup, tapi apakah sang istri merasa nyaman jika tidak bekerja? Jika sang istri lebih nyaman bekerja dan tetap bisa mengurusi anak dan pekerjaan rumah tangga, suami tentu tak bisa melarang istri untuk bekerja. Jika dalam pelaksanaannya ada masalah, musyawarah selalu bisa dilakukan.

Hal ini sesuai dengan Q.S. Asy-Syura Ayat 38 sebagai berikut:

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Sebagai sesama manusia, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama, tidak ada yang berbeda. Tapi, konstruksi sosial dan agama membuat laki-laki seolah punya power and control yang melebihi perempuaan. Mereka dianggap bisa mengarahkan bahkan megendalikan perempuan. Padahal, mungkin saja, pengarahan yang dilakukan adalah bentuk pemaksaan dan perempuan hanya bisa diam mengiyakan lalu melaksanakan.

Dalam ajaran agama Islam, memutuskan urusan dengan musyawarah sangat dianjurkan. Islam tak mendukung pemaksaan. Islam juga tak mengklaim bahwa lelaki lebih tinggi derajatnya ketimbang perempuan. Ajaran Islam justru menyatakan bahwa yang membedakan perempuan dan laki-laki hanyalah ketaqwannya pada Allah Swt, bukan power and controlnya.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Na’ilah Hasyim Sabri, Mufassir Perempuan Asal Palestina

Muslimah Talk

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Khazanah

Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi

Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi

Kajian

Pentingnya Bermazhab dalam Islam

Ibadah

Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Diutamakan? Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Diutamakan?

Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Utama?

Ibadah

Trending

Hukum Masturbasi dalam Islam Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Menghisap Kemaluan Suami

Kajian

Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Kajian

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Kajian

suami suara tuhan suami suara tuhan

Pengertian Keluarga Sakinah dan Makna Perkawinan dalam Islam

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Connect