BincangMuslimah.Com – Kancah dunia maya gempar dengan kemunculan film pendek Tilik. Film yang jalan ceritanya full menggunakan bahasa Jawa ini hasil produksi Ravacana Films yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Film garapan Bagus Sumartono sebenarnya banyak menuai pujian dari para sineas tanah air.
Misalnya saja Joko Anwar. Melansir dari Tirto.id produser film Gundala (2019) mengomentari penyampaian Tilik lumayan epik dengan kemasan sederhana dan akting setiap tokoh pun natural. Penceritaan film sesuai dengan penggambaran kehidupan sehari-hari nan relevan dan sungguh guyonan yang cukup menggelitik.
Secara pribadi, memang tidak ada tulang yang mengganjal di dalam daging. Film bermula dengan penampakan sekelompok ibu-ibu yang sedang melakukan perjalanan dengan mobil truk bak terbuka. Setelah beberapa menit, barulah terlihat jika tujuan mereka adalah menjenguk ibu lurah yang sedang berada di rumah sakit.
Perjalanan itu pun diselingi dengan membahas gosip dan perbincangan berita-berita hoax yang berseliweran di media sosial sebagai referensinya. Tema yang menjadi pembahasan adalah sosok Dian yang tidak langsung muncul sejak awal film. Dian merupakan perempuan muda yang memutuskan untuk tetap tidak berpasangan saat kawan sebaya telah menikah.
Cerita selalu menyorot kepada ibu Tejo, salah satu tokoh dalah film tersebut. Ia digambarkan sebagai perempuan yang berapi-api dalam bergosip lantas menyebarkan berita jika Dian bekerja menjadi perempuan penghibur di kota.
Tentu saja di dalam sebuah film tidak lengkap rasanya jika hanya menampilkan sisi Antagonis saja. Maka adalah Yu Ning, salah seorang ibu yang ‘ngetrek’ bareng yang tidak turut membantah sekaligus menyarankan untuk berhati-hati dalam mengeluarkan statment yang tidak jelas asal usul dan kebenarannya.
Awalnya mungkin sebagian penonton menebak jika semua gosip miring yang diumbar hampir sepanjang cerita nantinya terbantahkan di akhir film. Namun penulis nyatanya punya kejutan tersendiri. Selengkapnya bisa langsung disaksikan sendiri pada film lengkapnya di platform Youtube.
Gambarkan Realita: Menelan Hoax
Film ini sejatinya lumayan apik karena hampir secara keseluruhan dari penggambaran film merupakan realitas alias sering ada di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja tentang terpaan gosip yang selalu didera oleh perempuan yang usianya dianggap telah mantang namun belum menikah. Gosip yang menimpa sosok Dian adalah satu dari ribuan. Di beberapa desa bahkan mengaitkan semakin tinggi pendidikan atau status sosial perempuan maka semakin sulit pula ia menikah karena laki-laki bisa merasa ‘minder’.
Selain itu, di dalam film Tilik menampilakan salah satu fenomena dan semua orang pun seakan sudah mahfum. Yaitu kurangnya literasi dan pribadi yang skeptis dalam masyarakat kita. Semisal, masih gampang termakan berita hoax secara mentah-mentah dan parahnya menyebarkan berita tersebut dari mulut ke mulut lalu menyakininya sebagai kebenaran (fakta).
Informasi hoaxs bahkan menyebarkannya merupakan sesuatu yang dilarang di dalam Islam. Hal ini karena hoax merupakan bentuk dari salah satu kebohongan (haditsul ifki). Hal ini jelas sekali tertuang di dalam Al-Quran surat al-Hujarat: “Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu kepada orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S al-Hujarat 49:6).
Stigma
Sepanjang film beberapa pandangan yang mendiskriminiasi perempuan seringkali beterbangan dari ‘bibir’ ibu Tejo. Penonton pasti akan merasa gemas karena begitu julidnya seorang Ibu Tejo saat membicarakan hal kurang baik terkait Dian. Meski tidak dapat memungkiri jika cara pandang seperti ibu Tejo masih bahkan banyak kita temukan.
Seorang perempuan perantau entah dengan tujuan mencari peruntungan atau menimba ilmu ke luar daerah kerapkali terkena getahnya. Perempuan tidak membutuhkan dua hal di atas. Toh pada akhirnya perempuan akan berakhir pada tiga kewajiban yaitu dapur, sumur dan kasur.
Pandangan ini tentu menghambat gelora perempuan untuk memacu diri untuk meningkatkan potensi diri untuk turut berperan menaikkan perekonomian keluarga. Selanjutnya di dalam film ini perempuan berparas menarik seolah sebagai penggoda. Stereotip ini tercermin dari penggambaran sosok.
Fitnah Perempuan Desa yang Belum Menikah
Selain masih melajang, banyak lelaki desa dan para suami yang tertarik dengan Dian. Penggambaran ini terlihat dari supir truk yang membawa para ibu-ibu sangat antusias saat mengetahui akan bersua dengan Dian. Ibu Tejo menyebarkan isu baru yang menimbulkan ketakutan dari para ibu jika Dian bisa menjadi ancaman dan dapat menganggu para suami karena belum menikah.
Menikah menjadi andil gemas dari jalan cerita film. Bisa kita pastikan perempuan muda yang usianya dirasa sudah matang selalu dihantui oleh permasalahan pernikahan ini. Di Indonesia sendiri anggapan bagi perempuan yang sudah seharusnya menikah namun masih memutuskan tetap melajang masih tabu. Entah menimbulkan aib yang kurang baik sampai kekhawatiran akan sulit punya anak jika terlalu matang untuk menikah.
Nyatanya menikah bukanlah sebuah persoalan mudah yang mengambil keputusannya dengan satu helaan satu nafas. Banyak pertimbangan karena dalam membina rumah tangga butuh persiapan yang matang. Entah itu secara materil maupun batin. Jika kesiapan akan dua hal itu belum terpenuhi, Islam memerintahkan kita untuk berpuasa terlebih dahulu.
Sebagaimana hadist H.R Bukhari dan Muslim, dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Sallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mampu menikah maka berpuasalah, karena puasa bagai obat pengekang baginya.” (H.R Bukhari & Muslim).