BincangMuslimah.Com – Sepanjang pergerakan pemberdayaan perempuan Islam di Indonesia, istilah feminisme jarang disebut-sebut. Dalam pergerakannya, kata “gender” justru lebih banyak digunakan baik dalam tulisan maupun di banyak kegiatan. Feminisme kerap dianggap sebagai ideologi yang baru dan berbahaya yang membawa Islam dan feminisme seolah-seolah bertentangan.
Musdah Mulia pernah menyatakan pada Jurnal Perempuan bahwa feminisme mempunyai stigma negatif di kalangan muslim. Karena stigma itulah muncul kesalahpahaman tentang konsep feminisme yang berkembang di masyarakat awam.
Kesalahpahaman muncul karena banyak orang yang tak mau memahami terlebih dahulu apa itu feminisme. Mereka hanya menuduh feminisme sebagai ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Belum ada bukti yang kuat untuk pernyataan tersebut.
Saat masyarakat Indonesia menjadi semakin konservatif, feminisme kemudian dipandang oleh banyak pihak sebagai konsep yang sangat kebarat-baratan atau gerakan yang sengaja diciptakan untuk menghancurkan keimanan umat Islam. Tuduhan tersebut tentu tidak berdasar sebab pada kenyataannya, Islam justru sangat memuliakan perempuan.
Sementara itu, Neng Dara Affiah menyatakan bahwa feminisme sering dianggap tidak cocok dengan budaya Indonesia. Banyak orang yang menyatakan bahwa feminisme dianggap melawan kodrat, membenci laki-laki, dan merupakan sebuah usaha atas pemberontakan perempuan terhadap kewajiban rumah tangga, serta penolakan terhadap hukum syariat.
Padahal, menurut Neng Dara, feminisme muncul dalam berbagai spektrum. Sifatnya multikultural dan mempunyai banyak aliran yang berbeda. Apabila dilihat secara keseluruhan, maka akan menunjukkan ruang untuk feminisme Islam.
Sayangnya, sejauh ini, feminis muslim di Indonesia hanya bisa mengajukan argumen bahwa ajaran dalam agama Islam menentang kekerasan dan diskriminasi terhadap manusia lain. Tapi, belum ada dukungan secara teologis untuk saat ini.
Musdah menyatakan bahwa sebenarnya ada jalan tengah bagi feminis muslim dan kelompok fundamentalis agama. Misalnya dalam isu feminisme Islam ada konsep-konsep Tauhid, Khalifah fil ardh, dan amar makruf nahi munkar.
Apa yang menjadi esensi dari risalah (naskah suci) dalam Islam adalah tauhid (konsep keesaan Tuhan). Tauhid adalah perjuangan untuk memanusiakan manusia, menciptakan makhluk bermoral dengan menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban, keadilan, kesetaraan, kebebasan, perdamaian, dan kesejahteraan.
Jangan lupa, Islam juga mengajarkan betapa pentingnya menghormati dan menghargai manusia lainnya. Islam pun meminta laki-laki dan perempuan untuk menjunjung tinggi martabat manusia menjadi khalifah fi al-ardh atau agen moral. Sementara itu, amar makruf nahi munkar adalah memeluk kebajikan, menolak kebatilan dan upaya-upaya transformasi dan humanisasi.
Untuk itu, bagi pihak yang merasa bahwa feminisme dan Islam saling bertentangan mestinya memahami bahwa Islam justru memuliakan pengetahuan dan perempuan, yang kemudian bisa dilihat sebagai inti dari feminisme.
Sebagai catatan, muslimah tidak harus mengikuti satu aliran feminisme tertentu. Sebagai misal, konsep kuota 30 persen untuk calon legislatif perempuan adalah konsep yang ada dalam feminisme liberal.
Musdah menambahkan, ia telah menemukan konsep yang paling cocok dan tidak bertentangan dengan keyakinannya yaitu feminisme kultural. Aliran inilah yang menekankan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanya terletak pada perbedaan biologis dalam kapasitas reproduksi masing-masing.
Sebenarnya, apabila seorang muslimah mengikuti jenis feminisme tertentu, mungkin para muslimah tidak akan menemui jalan tengah antara feminisme dengan keimanan Islam perempuan. Untuk itu, feminisme perlu dilihat secara keseluruhan, barulah kita akan bisa menemukan keselarasan di antara keduanya.
Apabila dicermati lebih dalam, ajaran dalam agama Islam dan feminisme sebenarnya memiliki landasan yang serupa yakni kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan memuliakan perempuan bukan hanya sebagai makhluk yang sering didiskriminasi, tetapi juga sebagai manusia yang berdaya.[]
1 Comment