Ikuti Kami

Muslimah Talk

Menjadi Cyberfeminis dengan Memaksimalkan Media Sosial

muslimah posthuman Pascamanusia Pascaperempuan perspektif feminis
credit: photo from gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Ponsel, satu benda yang melekat sejak kita bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari. Ketergantungan pada ponsel adalah bukti bahwa teknologi telah mencengkeram erat kehidupan manusia.

Melalui ponsel, kita bisa mengakses informasi terkini tentang apa yang terjadi di seluruh dunia, memesan makanan, berbelanja, mentransfer uang, mengetahui kabar orang yang berjauhan dengan kita, berbagi lokasi, dan banyak lagi. Paling sering, kita terhanyut dalam aktivitas di media sosial.

Penggunaan Media Sosial di Indonesia

Hootsuite (We are Social) dalam Indonesian Digital Report 2021 mendata tren tentang internet dan media sosial pada 11 Februari yang lalu. Dari total populasi atau jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 274,9 juta, 170 juta di antaranya atau 61,8% dari jumlah populasi di Indonesia adalah pengguna aktif media sosial.

Rata-rata waktu orang Indonesia setiap hari menggunakan media sosial melalui perangkat apa pun adalah sekitar 3 jam 41 menit. Jika membulatkan menjadi 4 jam, maka dalam waktu 24 jam, warganet menggunakan 16,66% waktunya untuk bergumul dengan media sosial. Dalam seminggu, kita membutuhkan 28 jam dan dalam sebulan setara dengan 112 jam.

Seratus jam adalah waktu yang sangat lama. Dalam seratus jam, kita bisa memproses informasi dan ilmu pengetahuan yang sangat banyak. Karenanya, sayang sekali jika hanya menggunakan media sosial sebagai hiburan, tanpa memaksimalkan fungsinya sebagai medium pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan.

Perempuan dan Media Sosial

Dalam kehidupan perempuan di seluruh dunia, perkembangan internet memunculkan transformasi sosial. Transformasi tersebut berhasil mempengaruhi bagaimana perempuan menjalani kehidupannya, baik di ruang privat maupun ruang publik.

Melalui internet, harapan perempuan untuk bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan lebih mudah pun terwujud. Sebagai misal, ada perempuan yang berjualan daring untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga:  Sekolah Literasi Feminis, Perkuat Narasi Feminis dan Keberagaman

Tanpa perlu melakukan marketing offline yang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra, usaha tersebut bisa dikelola secara daring di mana pun dan kapan pun, serta dalam waktu yang sangat fleksibel.

Kehadiran media sosial membuat perempuan lebih mudah melaksanakan komunikasi satu sama lain secara bebas. Kesempatan perempuan untuk mencari informasi, pengetahuan dan pengalaman menjadi sangat terbuka, bahkan tak terbatas.

Perkembangan teknologi dan proses penyebaran teknologi yang membuat perempuan memiliki akses yang mudah mestinya menimbulkan perubahan kesadaran untuk mulai mengubah struktur gender menjadi sisi positif.

Sebab, meski sudah banyak perempuan yang aktif menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media sosial, sebetulnya, pelaksanaan kesetaraan gender dalam lingkungan ekonomi, politik dan budaya masih sangat seksis dan rasis.

Ternyata, pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan di internet tidak serta-merta mampu meruntuhkan hirarki seksis dan rasis yang terlanjur mengakar-menguat di masyarakat.

Sisi buruknya, dunia maya tidak bebas gender. Internet bukanlah ruang yang bebas dari kolonisasi. Ruang media sosial jauh lebih parah karena bermasalah dalam memosisikan badan, jenis kelamin, usia, ekonomi, kelas sosial, ras, dan lainnya.

Potensi Cyberfeminism

Cyberfeminis adalah istilah yang diciptakan pada 1994 oleh Sadie Plant, direktur Cybernetic Culture Research Unit di Universitas Warwick Inggris. Tujuan diciptakan istilah tersebut sebetulnya untuk menggambarkan karya feminis yang tertarik untuk berteori, mengkritik, dan mengeksploitasi internet, cyber space, dan teknologi serta media baru.

Sejak saat itulah, para cyberfeminis bekerja keras menuju pemberdayaan perempuan melalui media baru. Maksud media baru adalah media digital. Lewat media baru, para perempuan mampu melawan berbagai diskursus yang didominasi laki-laki yang mengelilingi penggunaan teknologi baru.

Cyberfeminis juga mencoba untuk merancang situs dan ruang online elektronik lainnya, baik sinkronis maupun asinkronis yang akan melawan konstruksi gender yang dominan sekaligus memberdayakan perempuan di seluruh dunia.

Baca Juga:  Islam dan Feminisme; Sejalankah Keduanya?  

Saat ini, kita bisa melihat betapa para feminis berlomba-lomba untuk menyumbangkan kontribusi nyata dalam menyampaikan ide-ide kesetaraan gender melalui media sosial.

Sayangnya, kita harus kembali menelan pil pahit sebab terobosan dan inovasi di dunia maya menemui kesulitan berlapis. Sebab, masih menganggap media sosial sebagai institusi yang maskulin. Di media sosial, laki-laki masih mendominasi perempuan.

Ada banyak kemungkinan di media sosial. Tugas kita hanyalah satu yakni, memperhitungkan implikasinya. Dalam hal ini, menjadi cyberfeminis dengan memaksimalkan media sosial memiliki peran penting. Terutama untuk memprovokasi warganet dengan memasukkan ide-ide feminisme ke ruang cyber yang sayangnya, sampai saat ini, masih sangat maskulin.

Perkembangan ide cyberfeminis sangat pesat dan berhasil membuat para perempuan bebas untuk membuat keputusan atas diri mereka sendiri dan untuk menentukan keberadaannya di dunia.

Oleh sebab itu, perempuan perlu mengenali dan memanfaatkan potensi yang sangat besar di media sosial untuk memfasilitasi perubahan sosial. Memaksimalkan potensi akan membangun kekuatan perempuan dan keyakinan tentang perwujudan kesetaraan gender.

Memaksimalkan Media Sosial

Bila berada di tangan yang tepat, media sosial bisa menjadi alat yang bermanfaat. Salah satunya, untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulum Ad-Din, mencatat bahwa amar maruf nahi munkar adalah poros utama dalam agama.

Sebagai tiang utama tegaknya ajaran agama, amar ma’ruf nahi munkar berlandaskan pada surat Ali-Imran Ayat 104. Ayat tersebut memerintahkan manusia agar menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Ada tiga hal utama untuk melaksanakannya yakni syarat, kriteria dan motifnya.

Syarat amar ma’ruf nahi munkar terdiri dari orang yang mencegah dan melakukan perbuatan munkar, perbuatan munkar yang dicegah dan cara mencegah perbuatan munkar.

Baca Juga:  Menurunnya Semangat Women Supporting Women

Sementara dalam kriteria, menurut Al-Ghazali, harus berlandaskan pada ilmu atau pengetahuan seseorang. Sehingga mendorongnya untuk selalu berpikir dalam melaksanakan perbuatan baik agar tetap dalam syariat Islam.

Kriteria amar ma’ruf nahi munkar lainnya juga dapat dibentuk melalui brigade militer untuk mencegah tersebarnya virus kemaksiatan. Sementara itu, motifnya adalah semata-mata untuk mengharapkan pahala dari Allah SWT. sehingga mendorong kaum muslimin untuk selalu berprilaku sesuai dengan syariat Islam.

Dalam bingkai memaksimalkan cyberfeminis, bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan media sosial. Misalnya, dengan mengampanyekan nilai-nilai kesetaraan gender dalam setiap konten. Atau, menumbuhkan kesadaran teman-teman virtual dengan mengangkat isu-isu krusial.

Mengembangkan Ide di Media Sosial

Ide-ide feminisme di media sosial bisa berkembang sedemikian rupa. Melalui cerita tentang pengalaman baik dan pengalaman pahit, komentar terhadap film atau buku, juga hal-hal kecil yang bisa memancing orang-orang untuk semakin aware terhadap nilai-nilai feminisme.

Media sosial mampu menjadi senjata utama untuk mewujudkan kesetaraan gender. Dengan catatan, pergerakan mengimbangi aksi di media sosial dengan aksi di dunia nyata yang juga sama gigihnya.

Upaya memaksimalkan cyberfeminis di media sosial tidak terbatas pada perempuan. Laki-laki pun mampu menjadi seorang cyberfeminis apabila ia turut memperjuangkan prinsip-prinsip kesetaraan gender melalui media digital.

Rekomendasi

fatimah ahli fikih uzbekistan fatimah ahli fikih uzbekistan

Haruskah Laki-Laki Memberikan Kursi pada Perempuan di dalam Transportasi Umum?

perempuan hak memilih pasangan perempuan hak memilih pasangan

Tidak Hanya Perempuan, Laki-laki pun Harus Menahan Pandangan

ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan ajarkan kesetaraan laki-laki perempuan

Mengenal Lebih Jauh Macam-macam Pendekatan Gender

Resensi Buku Feminisme Muslim di Indonesia

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

3 Komentar

3 Comments

Komentari

Terbaru

Ummu Habibah; Perempuan yang Dilamar Nabi dengan Mahar Sebanyak 400 Dinar Emas

Muslimah Talk

Memasang Pembatas di antara Jamaah Laki-laki dan Perempuan, Wajibkah?

Ibadah

Haruskah Wudu Kembali Ketika Terkena Najis Haruskah Wudu Kembali Ketika Terkena Najis

Haruskah Wudu Kembali Ketika Terkena Najis?

Ibadah

posisi imam perempuan jamaah posisi imam perempuan jamaah

Haruskah Imam Jamaah Perempuan Mengeraskan Bacaan dalam Shalat?

Ibadah

Parenting Islami : Betapa Berharganya Anak Bagi Orangtua? Ini Tiga Gambaran Al-Qur’an

Keluarga

Empat Nasihat Gus Dur untuk Putri Bungsunya

Diari

Perempuan Multitasking Dalam Pandangan Islam  

Kajian

Diskusi Cendekiawan Kontemporer Tentang Hadis Umur Pernikahan Sayidah Aisyah Diskusi Cendekiawan Kontemporer Tentang Hadis Umur Pernikahan Sayidah Aisyah

Diskusi Cendekiawan Kontemporer Tentang Hadis Umur Pernikahan Sayidah Aisyah

Kajian

Trending

Perempuan Memakai Anting-anting, Sunnah Siapakah Awalnya?

Muslimah Daily

posisi imam perempuan jamaah posisi imam perempuan jamaah

Haruskah Imam Jamaah Perempuan Mengeraskan Bacaan dalam Shalat?

Ibadah

Memasang Pembatas di antara Jamaah Laki-laki dan Perempuan, Wajibkah?

Ibadah

Hijab Menurut Murtadha Muthahhari Hijab Menurut Murtadha Muthahhari

Lima Trik agar Poni Rambut Tidak Keluar Jilbab

Muslimah Daily

Ummu Habibah; Perempuan yang Dilamar Nabi dengan Mahar Sebanyak 400 Dinar Emas

Muslimah Talk

Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat Tujuh Keutamaan Membaca Shalawat

Kapan Kita Dianjurkan Bertasbih?

Ibadah

ummu haram periwayat perempuan ummu haram periwayat perempuan

Asma’ binti Umais : Perempuan yang Riwayat Hadisnya Tersebar dalam Kutub As-Sittah

Muslimah Talk

Empat Nasihat Gus Dur untuk Putri Bungsunya

Diari

Connect