Ikuti Kami

Kajian

Bolehkah Memberi Mahar Berupa Hapalan Alquran?

mahar berupa hapalan alquran
dream.com

BincangMuslimah.com – Pernikahan adalah penyatuan dua insan dalam berbagai aspek kehidupan melalui jalan yang diridlai oleh Allah swt. Melalui pernikahan, seseorang dapat menyempurnakan agamanya serta dapat menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh norma agama maupun sosial. Syariat pernikahan yang dibawa Islam terbukti sebagai perwujudan apresiasi agama terhadap kebutuhan fitrah manusia.

Melalui pernikahan, Islam memberikan penghormatan terhadap dua jenis kelamin manusia. Bagi laki-laki, pernikahan tak sekedar menjadi penunduk syahwat. Namun ia pun berfungsi sebagai penjamin terwujudnya keturunan yang salih dan salihah. Sementara bagi perempuan, pernikahan tak lain adalah apresiasi terhadap kehormatan dirinya sebagai perempuan salihah. Karena dengan pernikahan, status dirinya sebagai perempuan iffah tetap senantiasa terjaga.

Syariat pernikahan dalam Islam pun diatur sedemikian rupa. Tak cukup serah terima saja (ijab-kabul), namun pernikahan dalam Islam wajib memenuhi sejumlah rukun dan beberapa syarat. Salah satu syarat yang juga urgent adalah adanya mahar atau mas kawin. Hingga kini, terdapat tren mahar berupa hapalan Alquran dari mempelai laki-laki. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Farj sebagai simbol kehormatan perempuan dapat berubah dari yang sebelumnya haram menjadi halal. Hal ini sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di bawah ini:

أَحَقُّ مَا أَوْفَيتُمْ مِنَ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ

Artinya: “syarat yang paling berhak kalian tunaikan adalah syarat yang kalian gunakan untuk menghalalkan farji-farji (kehormatan)” (H.R. Bukhari No. 5151).

Sayangnya, pada realitanya tak sedikit laki-laki muslim yang shalih dan terhormat namun memiliki hambatan untuk membayar mahar. Hal ini tentu saja dikarenakan hambatan ekonomi yang terkadang menghantui. Kondisi seperti ini mungkin sering kali terjadi. Jika alasannya seperti ini, tentu dianggap wajar memillih opsi lain yang diberikan oleh nabi. Sebagaimana kisah dalam hadis berikut ini:

Baca Juga:  Istri Keluar Darah Istihadhah, Bolehkan Difasakh?

أَنَّ امْرَأَةً عَرَضَتْ نَفْسَهَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَوِّجْنِيهَا، فَقَالَ: «مَا عِنْدَكَ؟» قَالَ: مَا عِنْدِي شَيْءٌ، قَالَ: «اذْهَبْ فَالْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ»، فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ: لاَ وَاللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي وَلَهَا نِصْفُهُ – قَالَ سَهْلٌ: وَمَا لَهُ رِدَاءٌ – فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَمَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ، إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ»، فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسُهُ قَامَ، فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَاهُ – أَوْ دُعِيَ لَهُ – فَقَالَ لَهُ: «مَاذَا مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ؟» فَقَالَ: مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا – لِسُوَرٍ يُعَدِّدُهَا – فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمْلَكْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ

Artinya: “sesungguhnya seorang perempuan menawarkan dirinya pada Nabi. Lalu seorang laki-laki berkata: “wahai Nabi, nikahkanlah aku dengannya” lalu nabi saw. Bersabda: “kamu punya apa?” lalu dia menjawab: “aku tidak punya apapun ” lalu nabi bersabda: “pergilah. Lalu lamarlah walaupun hanya cincin dari besi” lalu laki-laki itu pergi kemudian kembali dan berkata: “tidak! Demi Allah! Aku tidak menemukan apapun. Walau hanya sekedar cincin besi. Akan tetapi ini sarungku. Dan untuk dia separuhnya” lalu sahabat Sahl berkata: “dia bahkan tidak punya selendang!” lalu Nabi bersabda; “apa yang akan kamu perbuat dengan sarungmu? Jika kamu memakainya, dia (pr) tidak akan memakai apapun. Dan jika dia memakainya, engkau tak akan memakai apapun” lalu laki-laki itu duduk hingga lama lalu berdiri. Lalu Nabi melihat hal tersebut dan memanggil laki-laki itu lalu bersabda: “hafalan apa yang kamu miliki dari ayat al-Qur’an?” laki-laki itu menjawab: “surat ini dan ini” sembari menghitung surat yang dihafalnya. Lalu Nabi pun bersabda: “aku milikkan dia (pr) kepadamu dengan (mahar) hafalan al-Qur’anmu”. (H.R. Bukhari. No. 5121).

Baca Juga:  Kota Bukhara: Gudang Pengetahuan Islam yang Dibakar Pasukan Jengis Khan

Dari hadis di atas, ulama melakukan istidlal hukum fikih dan menghasilkan banyak produk hukum. Disebutkan dalam Subulussalam, bahwa dari hadis tersebut terdapat 21 masalah yang terjawab melalui hadis tersebut. Salah satunya, adalah kewajiban membayar mahar seminimal apapun. Artinya, yang wajib dalam hukum mahar adalah membayarkan sejumlah harta sesedikit apapun.

Selain itu, produk yang dihasilkan juga adalah kebolehan menggunakan Alquran sebagai mahar. Namun yang dimaksud adalah, dengan mahar tersebut si laki-laki wajib mengajarkan Alquran kepada istrinya (Subulussalam, 2:168). Hal ini berarti bahwa mahar Alquran yang dimaksud bukan sekedar dibacakan, tapi diajarkan.

Namun sayangnya, yang terjadi belakangan ini justru sebaliknya. Banyak kita temukan trend akad nikah yang menjadikan bacaan Alquran sebagai mahar. Misal, dengan surat Arrahman. Hal ini tentu menjadi musykil mengingat beberapa alasan. Pertama, konteks hadis tentang kebolehan mahar menggunakan hapalan Alquran adalah bagi laki-laki yang sangat miskin sehingga tidak memiliki harta apapun yang bisa dijadikan mahar.

Kedua, perbedaan ulama tentang hukum menjadikan hapalan Alquran sebagai mahar (bidayatul mujatid wa nihayatul muqtasid, 2:47). Menurut sebagian pendapat dihukumi boleh asalkan dalam keadaan benar-benar miskin. Tapi fakta yang terjadi justru menganggap mahar menggunakan hafalan al-Qur’an sebagai sesuatu yang romantis dan dinilai hijrah yang positif. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai sabab wurud hadis tersebut perlu dipahami secara benar.

Dengan memerhatikan dua hal di atas, perlu kiranya ada penjlentrehan pemahaman terkait mahar menggunakan hafalan al-Qur’an. Terlebih trend tersebut banyak terjadi pada kalangan yang cukup secara finansial. Menjadi berbahaya kemudian pada keabsahan nikah yang dilakukan jika mahar yang diberikan terbatas pada hafalan saja tanpa disertai benda lain. Hal ini karena sebagaimana telah disampaikan bahwa hukum hal tersebut masih ada perbedaan.

Baca Juga:  Begini Arti Rendah Hati dalam Perspektif Tasawuf

Sebagai bentuk solusi, jika memang Alquran hendak dibacakan atau diajarkan dalam bingkai akad nikah, maka hendaknya menyebutkan benda bernilai harta lain sebagai mahar. Dan menjadikan hapalan Alquran sebagai syarat dari mempelai saja tanpa menyebutkannya sebagai mahar. Jadi, mahar yang diberikan oleh laki-laki bukan berupa Alquran. Hal ini agar pernikahan yang dilaksanakan dapat terhindar dari hukum yang masih ikhtilaf atau perbedaan di antara para ulama. Wallahu’alam.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Menjawab Salam Agama Lain Menjawab Salam Agama Lain

Haruskah Menjawab Salam dari Pemeluk Agama Lain?

Kajian

pewarna karmin halal dikonsumsi pewarna karmin halal dikonsumsi

Apakah Makanan dari Pewarna Karmin Halal Dikonsumsi? Berikut Fatwa para Ulama Dunia

Video

Pembangunan Ibadah Agama Lain Pembangunan Ibadah Agama Lain

Nabi Pernah Memerintahkan Sahabat untuk Membantu Pembangunan Rumah Ibadah Agama Lain

Khazanah

Kenaikan Suhu Udara Ekstrem Kenaikan Suhu Udara Ekstrem

Waspada Dampak Kenaikan Suhu Udara Ekstrem bagi Perempuan

Muslimah Daily

Nyai Nafiqah ulama perempuan Nyai Nafiqah ulama perempuan

Nyai Nafiqah: Sosok Ulama Perempuan dan Istri Kyai Hasyim

Khazanah

fatimah ahli fikih uzbekistan fatimah ahli fikih uzbekistan

Fatimah as-Samarqandi, Sang Ahli Fikih Perempuan dari Uzbekistan

Khazanah

Raden Dewi Sartika Penggagas Sekolah Perempuan di Tanah Sunda

Khazanah

Islam kebebasan syeikh mutawalli Islam kebebasan syeikh mutawalli

Antara Islam dan Kebebasan Menurut Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

Connect