BincangMuslimah.Com – Hukum Islam tidak pernah memberatkan pada umatnya. Ketika perintah yang harus mengharuskan untuk dilaksanakan, bisa menjadi gugur karena keluar dari batas kemampuan umat. Dalam fikih Islam, ada istilah rukhsah atau keringanan karena tidak bisa melakukan perintah Allah pada keadaan sulit.
Rukhsah diperbolehkan sebelum adanya melaksanakan ibadah yang sudah adanya kepastian hukumnya atau azimah. Misalnya, wajib berpuasa Ramadan bagi umat Islam (azimah), tetapi diperbolehkan tidak berpuasa karena udzhur syar’i atau musafir. Allah memberi keringanan bagi umatnya yang melakukan perjalanan atau musafir dengan konsekuensi menggantinya di lain hari. Sebagaimana dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 185,
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Lalu, bagaimana pekerjaan sopir bus antar provinsi apakah termasuk dalam perjalanan musafir? Berapa jarak yang ditempuh seseorang yang boleh tidak berpuasa?
Pertama, bahwasannya musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa ketika Ramadan, termasuk supir. Para ahli fikih bersepakat, bahwasannya musafir diperbolehkan tidak puasa Ramadan ketika jarak yang dicapai lebih dari 80 KM dan menuju perjalanan dalam urusan kebaikan, bukan urusan kemaksiatan.
Akan tetapi, jika perjalanan masih di dalam kota—yang artinya belum sampai 80 KM—maka wajib untuk berpuasa Ramadhan. Imam Al-Mahalli dalam kitabnya ‘Kanzu al-Raghibin’ menuturkan,
وَ يُبَاحُ تَرْكُهُ لِلْمُسَافِرِ سَفَرًا طَوِيلا مُبَاحًا فَإِنْ تَضَرَّرَ بِهِ فَالْفِطْرُ أَفْضَلُ وَإِلا فَالصَّوْمُ أَفْضَلُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَابِ صَلاةِ الْمُسَافِرِ
Artinya: Dan diperbolehkan kalian meninggalkan puasa bagi seorang musafir dengan perjalanan yang jauh, hukumnya diperbolehkan atau Mubah. Karena, jika berpuasa dikhawatirkan menimbulkan kesukaran, maka diutamakannya untuknya berbuka. Sebagaimana keutamaanya seperti dalam sholatnya orang-orang yang bepergian.
Begitu pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
عن عائشة رضي الله عنها: أن حمزة بن عمرو الأسلمي رضي الله عنه قال للنبي صلى الله عليه وسلم: أأصوم في السفر؟ – وكان كثير الصيام – فقال: إن شئت فصم، وإن شئت فأفطر
Artinya: dari Hamzah bin Amr al-Aslami berkata kepada Nabi, Apakah aku boleh berpuasa dalam bepergian jauh—karena Hamzah adalah orang yang sering berpuasa–? Nabi menjawab, barangsiapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan siapa yang ingin tidak berpuasa, maka makanlah. (H.R Bukhari dan Muslim).
Kesimpulannya, sopir antar provinsi jika sudah dalam batas minimal 80 Km, maka mendapat rukhsah sebagai musafir dan diperbolehkan untuk memilih, antara tetap melanjutkan berpuasa atau meninggalkan puasa atau mengambil hukum yang paling mudah baginya. Jika keadaan memungkinkan untuk berpuasa, maka hendaknya untuk berpuasa. Apabila tidak berpuasa karena menimbulkan kesukaran, hendaknya berbuka. Apabila keadaanya sama, maka hendaknya untuk berpuasa.