BincangMuslimah.Com – Kata santri menurut kamus besar bahasa Indonesia, memiliki dua pengertian, yakni; orang yg mendalami agama Islam; dan orang yang beribadah secara sungguh-sungguh; orang yang saleh. Ada pula yang mendefinisikan santri dari serapan bahasa inggris yang berasal dari dua suku kata yaitu sun dan three yang artinya tiga matahari. Maksud tiga matahari dalam kata sunthree adalah tiga keharusan yang harus dimiliki oleh seorang santri yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Semua ilmu tentang Iman, Islam dan Ihsan dipelajari di pesantren menjadi seorang santri yang dapat beriman kepada Allah secara sungguh-sungguh, berpegang teguh kepada aturan islam. Serta dapat berbuat ihsan kepada sesama. Santri ialah seorang muslim yang ikut dan patuh terhadap dawuhnya kai dan memiliki semangat yang sama layaknya santri. Dalam makna luas, siapapun yang berakhlak seperti santri, adalah santri.
Sedangkan, generasi milenial adalah generasi yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang cukup pesat. Sehingga perilaku generasi milenial yang melekat dengan teknologi komunikasi berbasis internet. Definisi santri milenial adalah seorang generasi muda yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi dan pada masa internet booming akan tetapi berbekal pemahaman agama yang matang.
Moderasi beragama merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan beragama dalam skala nasional dan global. Dengan menolak ekstremisme dalam beragama, maka akan tercipta keseimbangan hidup dan terpeliharanya peradaban yang damai. Berbicara tentang generasi milenial, sudah tentu santri masa kini masuk di dalamnya. Maka ia juga memiliki tanggung jawab besar dalam upaya menebar Islam moderat di manapun berada. Dengan pemahaman keagamaan yang dimiliki, demikian pula jaringan yang telah ada, maka minat tersebut hendaknya semakin digaungkan.
Tugas santri milenial sebagai penerus bangsa adalah dengan merawat dan meruwat tanah air. Dan salah satu peran santri dalam merawat tanah air adalah dengan menyebarkan nilai moderasi beragama dan toleransi yang diajarkan di pesantren di banyak masyarakat di dunia. Dengan intelektualnya dan wawasan keagamaannya, seorang santri mampu memberi pencerahan dengan ilmu yang dimilikinya. Dengan jiwa sosialnya, santri bisa menerima perbedaan. Banyak pesantren yang dihuni santri dari berbagai daerah dan latar belakang. Suku, budaya, bahasa, warna kulit, dan perbedaan lainnya, ini akan melatih mereka menghargai perbedaan sejak dini.
Santri juga identik dengan dakwah. Dalam berdakwah, ia tidak cukup hanya dengan penampilan yang membangkitkan emosi kolektif umat. Dakwah juga harus bisa menyampaikan pesan-pesan universal agama serta mengajak umat untuk memahami ajaran, tradisi dan konteks keumatan dengan baik, tepat dan benar.
Melalui media sosial, segala informasi bisa diakses secara mudah dan cepat. Sebagai santri generasi milenial harus bijak. Tidak mudah percaya dengan kabar yang tidak jelas sumbernya. Saring sebelum sharing. Santri millennial harus mampu merespon dinamika zaman. Di tengah maraknya intoleransi, ekstrimisme dan fanatisme yang ada di dunia maya, banyak peran yang bisa dilakukan oleh santri milenial dalam mewujudkan nilai-nilai moderasi beragama.
Ruang online dan kemajuan teknologi digital, akan membuka peluang yang sangat luas bagi santri milenial untuk ikut berperan dalam aktivitas ekonomi dan bisnis berbasis online dan digital. Mereka dapat mengembangkan aktivitas gaya hidup muslim mulai dari pengabdian agama, buku harian perjalanan wisata halal, ulasan makanan atau kuliner halal, blog mode muslim, berjualan secara online, hingga video youtube, musik dan tiktok dengan tampilan, suara, bahasa, dan budaya muslim yang bersifat futuristik, yang diinternalisasi dengan nilai-nilai moderasi.
Santri juga bisa mengadakan pelatihan semacam ngaji sosmed, literasi digital, talkshow, madrasah design, dialog interaktif, bedah buku, creative entrepreneur santri, beberapa perlombaan dan sebagainya. Narasumber bisa didatangkan dari pakar luar ataupun kalangan santri sendiri. Kegiatan ini dapat menjadi bekal santri agar mampu menjawab tantangan zaman sesuai dengan bakat dan minatnya.
Kegiatan berikutnya yang bisa dilakukan santri milenial adalah adalah literasi media. Tujuannya adalah untuk menanggulangi konten-konten negatif yang banyak tersebar di dunia maya. Perlu ada strategi kebudayaan dalam memperkuat moderasi beragama. Yang dimaksud strategi kebudayaan di sini adalah menghidupkan kembali hati yang mati dan beku melalui pendekatan kebudayaan untuk melembutkan hati dan meningkatkan kepekaan batin agar tumbuh kesadaran menjaga nilai kemanusiaan dan melindungi harkat dan martabat manusia dalam beragama.
Santri milenial juga bisa menyebarkan nilai moderasi beragama melalui buku-buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Melalui tulisan yang menarik, cerpen, novel dan sebagainya, pembaca tidak akan terasa akan dibawa kepada nilai moderasi. Selain melalui media sosial, cara lainnya adalah melalui kegiatan sosial kemasyarakatan. Generasi milenial juga harus dilibatkan dalam bermacam kegiatan di masyarakat, semisal istighosah, peringatan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj, kerja bakti, dan lainnya.
Mereka juga perlu dikenalkan kepada kearifan lokal. Ini penting dilakukan sedini mungkin, untuk menetralisir masuknya budaya luar yang dapat mempengaruhi cara pandang generasi milenial terhadap pemahaman agama. Budaya-budaya lokal memiliki nilai-nilai luhur yang bersumber daripada agama dan kitab suci, yang di dalamnya mengajarkan persatuan dan perdamaian. Selanjutnya adalah menghadirkan komunikasi atau dialog yang intens tentang pemahaman agama dalam sudut-sudut ruang milenial, utamanya dalam keluarga. Keluarga sebagai pusat pembinaan karakter positif mesti memanfaatkan posisinya secara optimal dalam rangka menerapkan moderasi beragama.
Sumber:
Fahrimal. 2018. “Netiquette: Etika Jejaring Sosial Generasi Milenial Dalam Media Sosial,” Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan.
Murtado. 2021. “Menag: Perlu Ada Strategi Kebudayaan dalam Memperkuat Moderasi Beragama,” kemenag.go.id.
4 Comments