BincangMuslimah.Com – Mu’adzah Al Adawiyah adalah sosok sufi perempuan yang ahli ibadah di zaman Tabi’in. Suaminya wafat di medan perang hingga membuat ia harus hidup sendiri sampai menutup umur pada usia 83 tahun.
Mu‘adzah sempat bertemu dengan Siti Aisyah r.a., istri Rasulullah saw. Mu‘adzah juga meriwayatkan hadits darinya. Selain Aisyah, ia pun sempat berguru kepada sahabat Rasulullah saw. yang lain yaitu, Ali bin Abi Thalib dan Ummu Amr binti ‘Abdillah bin Zubair.
Abdul Wahhab As-Sya’rani dalam At-Thabaqatul Kubra; Lawaqihul Anwar fi Thabaqatil Akhyar meriwayatkan beberapa sufi perempuan pada generasi awal Islam, salah satunya adalah Mu‘adzah Al Adawiyah. Mu‘adzah dikenal ahli ibadah yang sadar akan kematian. Dia menolak mati dalam keadaan lalai.
Diriwayatkan jika siang tiba, Mu’adzah mengatakan, “Ini hari kematianku.” Ia lalu tidak makan hingga sore. Jika malam tiba, Mu‘adzah mengatakan, “Ini malam kematianku.” Ia lalu tidak tidur. Ia melakukan shalat hingga pagi tiba.
Mu‘adzah Al Adawiyah dikenal sebagai seorang sufi perempuan dan ahli ibadah yang kerap menghidupkan malam. Hal ini dilakukan agar ia tetap dalam keadaaan terjaga dan mengingat Allah Swt. saat ajal menjemput. Apabila rasa kantuk datang, ia berdiri dan berjalan-jalan di dalam rumah.
Ia berkata, “Hai nafsu, tidur panjang (kematian) mengintai di depanmu.”
Jika sudah diserang kantuk begitu, ia akan terus berjalan-jalan di dalam rumah sampai pagi karena merasa khawatir akan mati dalam keadaan lalai atau dalam keadaan tidur. Dalam sehari semalam, Mu‘adzah melakukan shalat sebanyak 600 rakaat.
Selama 40 tahun terakhir dalam hidupnya, Mu’adzah tidak pernah mendongakkan pandangannya ke langit karena takzimnya pada Allah Swt. yang begitu besar. Sejak kematian suaminya, Mu‘adzah tidak pernah lagi rebahan yang beralaskan kasur empuk. Saat sore hari tiba, ia mengenakan pakaian tipis sehingga malam yang dingin menahannya dari tidur.
Kisah lain tentang Mu’adzah adalah pada suatu hari seorang tabib didatangkan kepadanya dan memberinya anggur sebagai resep obat bagi Mu‘adzah.
“Kubawakan segelas anggur dan kuletakkan di telapak tangannya,” kata Abdullah.
“Ya Allah, sungguh Kau Maha Tahu. Jika obat ini halal bagiku, minumkanlah padaku dan sembuhkanlah aku. Tetapi jika tidak, jauhkanlah dariku.” Mu‘adzah berdoa.
Seketika itu juga, gelas di tangan Mu‘adzah retak dan isinya mengalir tumpah ke tanah.
Biasanya, Mu’adzah duduk dengan memeluk lututnya dan berbicara kepada kelompok perempuan yang duduk mengelilinginya. Seorang perempuan bernama Unaysah bint ‘Amrn menjaga Mu’adzah Al Adawiyah yang terbiasa bangun malam untuk shalat..
Saat diserang oleh rasa kantuk, Mu’adzah akan bangun dan berjalan-jalan ke sekeliling sambil bertutur, “Wahai jiwa! Tidur nan abadi ada di depanmu. Jika aku mati, maka tidurmu di kubur akan merupakan tidur yang lama, baik tidur itu tidur yang memasygul, ataupun yang membahagiakan.”
Mu’adzah bertahan dalam keadaan terjaga hingga pagi menyapa.[]