BincangMuslimah.Com – Belum lama ini isu poligami santer terdengar, karena ucapan Wakil Gubernur Jawa Barat yang mengatakan “untuk menekan angka penyebaran virus HIV/AIDS solusinya dengan menikah bagi anak-anak muda dan berpoligami bagi yang sudah menikah.”
Pernyataan di atas jelas kesesatan dalam berpikir. Logikanya, jika sakit maka minum obat, mengapa penyakit diobati dengan pernikahan? Dan untuk berpoligami tidak semudah yang diucapkan, perlu syarat dan prosedur yang ketat, karena pada dasarnya negara ini menganut sistem monogami. Dan jelaslah bahwa poligami bukanlah solusi dari sebuah penyakit, termasuk HIV/AIDS.
Asas monogami dipertegas pada Pasal 3 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Senada dengan itu, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengizinkan seorang laki-laki memiliki istri maksimal 4 orang.
Namun, adanya pengecualian untuk melakukan poligami, bukan berarti hal tersebut menjadi lampu hijau. Justru aturan ini ada sebagai benteng terakhir upaya pernikahan monogami. Secara legal upaya poligami bisa ambil jika melengkapi syarat-syarat yang berat seperti adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Jika menurut Bu Badriyah Fayumi dalam salah satu artikel di Mubadah.id, adanya izin poligami ini untuk meminimalisir terjadinya poligami itu sendiri. Izin poligami berarti mengandaikan bahwa istri betul-betul rela dan sepakat untuk di madu, tetapi persentasenya hanya 1:1.000.000 yang terjadi.
Masih menurut Bu Badriyah Fayumi, karena dialog meminta izin yang mustahil, maka tak jarang para suami melakukan perbuatan curang seperti memaksa istri memberikan tanda tangan persetujuan, mencuri cap jempol saat tidur, dan mengancam akan diceraikan.
Masih ingat dengan kasus penyanyi Opick yang digugat cerai istrinya, karena ia diam-diam menikah lagi. Peristiwa itu terjadi tahun 2017 ketika istri Opick, Dian Rose menceritakan sakitnya dikhianati oleh sang suami. Karena pernikahan kedua tanpa persetujuan istri pertama, maka seharusnya poligami yang dilakukan adalah tidak sah.
Contoh kasus diatas adalah gambaran kecil yang tampak ke permukaan, tentu masih banyak kasus lain yang serupa. Jika sudah seperti ini, maka makna sakinah mawaddah warahmah dalam sebuah pernikahan sudah tidak ada. Mengapa demikian, apakah mungkin sebuah pernikahan yang tidak didasari pada kerelaan akan menimbulkan kebahagiaan? Jawabannya tentu tidak.
Menurut penulis poligami adalah sebuah perselingkuhan. Kenapa? Ketika sepasang suami-istri mengikatkan janji suci pernikahan. Maka sudah seharusnya masing-masing pasangan menjaga keutuhan cinta kasih diantara mereka, bukan malah membaginya.
Poligami juga bukan pernikahan yang setara, karena hanya memposisikan perempuan atau istri sebagai objek. Seperti pada kasus-kasus poligami tanpa persetujuan istri, jika istri dianggap makhluk yang setara, maka seharusnya terjadi dialog antara keduanya.
Dengan mengajak berbicara, menanyakan pendapatnya maka ia dianggap ada, pendapatnya didengar, tentu tidak dengan pemaksaan ya. Berbeda dengan suami yang tiba-tiba melakukan poligami, dan istri harus menurut saja. Jelas terlihat relasi kuasanya.
Kembali ke solusi penyebaran HIV/AIDS, jika mengutip pendapat Bu Nur Rofiah yang mengatakan jika salah satu media utama penularan HIV/AIDS adalah hubungan seksual, maka monogami dan setia justru menjadi media hubungan seksual yang halal, thayyib, maruf, dan paling rendah resikonya. Maka sudah jelas poligami bukanlah solusinya.
Uraian diatas adalah alasan-alasan mengapa poligami bukanlah sebuah solusi untuk penyebaran penyakit. Adanya aturan poligami bukan berarti mudah dilakukan. Adanya aturan poligami menjadi benteng terakhir pernikahan monogami, pernikahan yang lebih dekat pada keadilan ketimbang poligami yang melahirkan penderitaan dan perceraian.
1 Comment