BincangMuslimah.Com – Jika selama ini sangat mudah bagi kita untuk menyebutkan para pakar hadis dari kalangan laki-laki, nampaknya kita masih terbata-bata ketika menyebutkan nama-nama pakar hadis dari kalangan perempuan selain Sayyidah Aisyah. Memang setelah era kenabian dan sahabat, jumlah perempuan yang aktif meriwayatkan hadis terus berkurang jumlahnya. Namun, bukan berarti pada masa selanjutnya tidak ditemukan perempuan yang aktif menggeluti hadis.
Muhammad Akram Nadwi dalam karyanya al-Muhaddithat: the Women Scholar in Islam mencatat bahwa pada abad ke-6 H, terdapat sosok perempuan istimewa kelahiran Cina yang bernama Fatimah binti Sa’d al-Khair.
Fatimah merupakan pakar hadis perempuan yang lahir dari lingkungan pecinta ilmu. Ayah Fatimah, Sa’d al-Khair merupakan sosok ulama besar di bidang hadis dan fikih. Rihlah ilmiah yang dilakukan oleh ayahnya inilah yang kemudian mengantarkannya sempat menetap di Cina. Terlahir dari seorang ulama besar, Fatimah kecil sudah mulai terbiasa mendengarkan hadis dan ilmu-ilmu hadis. Ayah Fatimah sering mengajaknya hadir dalam majelis-majelis ilmu.
Tercatat bahwa pada Dzulqa’dah tahun 529 H, ulama perempuan yang tercatat lahir pada tahun 525 H (sebagian menyebutkan 522 H) ini mulai mendengarkan (metode sama’ dalam ilmu hadis) bacaan kitab al-Dhu’afa’ al-Matrukin karya ad-Daruquthni. Pada tahun yang sama tepatnya pada bulan Rabiul Awal dan Rabiul Akhir, Fatimah kecil juga sudah mendengarkan bacaan kitab al-Jami’ li akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’ karya al-Khatib al-Baghdadi.
Selain mendapat pengetahuan langsung dari ayahnya, Fatimah juga memiliki guru perempuan yang bernama Fatimah al-Juzdaniyyah di Isfahan. Dari Fatimah al-Juzdaniyyah inilah Fatimah bin binti Sad al-Khair mengambil sanad al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Shaghir.
Sebagaimana ayahnya, Fatimah juga melakukan pengembaraan ilmu sampai ke Baghdad. Di kota seribu satu malam ini, Fatimah berguru kepada beberapa ulama tersohor, di antaranya adalah Abu al-Qasim Hibatullah bin Muhammad bin Husain. Darinya Fatimah mendengar hadis dan mendapat sanad kitab al-Musnad karya Imam Ahmad ibn Hanbal. Selain itu, Fatimah juga berguru kepada Abu al-Qasim Dhahir ibn Thahir al-Shahmani dan Abu Ghalib Ahmad bin al-Hasan bin al-Banna.
Fatimah binti Sa’d al-Khair juga melakukan rihlah ilmiah ke Damaskus dan Kairo bersama suaminya yaitu Zainuudin Abu al-Hasan ‘Ali bin Ibrahim bin Naja. Suami Fatimah ini merupakan salah seorang murid dari ayahnya yang terkenal dengan kecerdasan dan keshalihannya.
Nampaknya keberuntungan selalu menaungi diri Fatimah. Selain terlahir dari keluarga yang luas pengetahuannya, memiliki suami yang cerdas dan shalih, Fatimah juga dianugerahi kekayaan yang melimpah. Meski demikian, kehormatan dan kekayaan yang dimiliki oleh Fatimah tidak lantas membuatnya terbuai dan mengabaikan tugas utamanya sebagai pelajar dan pengajar. Fatimah tetap memprioritaskan waktunya untuk menyampaikan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan.
Termasuk murid Fatimah adalah Muhammad bin Ismail yang terkenal dengan sebutan Khatib Marda. Muhammad bin Ismail telah belajar kepada Fatimah beberapa kitab, yaitu Musnad Abu Ya’la, Hadits al-Khiraqi, Ziyadat ‘Amali Imam Malik, dan kitab-kitab lainnya. Selain Muhammad bin Ismail, Ismail bin ‘Azzun dan Dhiya’uddin al-Maqdisi juga berguru kitab al-Mu’jam al-Kabir kepada Fatimah.
Semangat Fatimah binti Sa’d al-Khair dalam melakukan pengembaraan ilmu serta melahirkan generasi-generasi yang alim patut menjadi contoh bagi perempuan-perempuan zaman sekarang. Fatimah wafat di Kairo pada tahun 600 H pada usia 78 tahun. Ia dimakamkan di wilayah pegunungan Muqattam. Wallahu a’lam bisshawab.
1 Comment