BincangMuslimah.Com – Sya’ban merupakan bulan yang datang sebelum memasuki Ramadhan sekaligus bulan bagi para pembaca Alquran di mana mereka meningkatkan kuantitas dan kualitas bacaannya. Siapa saja yang mampu membiasakan diri untuk sungguh-sungguh beramal di dalamnya, maka akan memenangkan gaya hidup yang saleh di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, orang saleh terdahulu mendedikasikan waktu di bulan Sya’ban untuk membaca Alquran sebagai persiapan menjelang bulan suci tersebut. Ada riwayat atsar yang menyatakan:
شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ القُرَّاء
Artinya: “Bulan Sya’ban adalah bulannya para pembaca Alquran.”
Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitabnya Lathaif al-Ma’rifat, mengutip Hasan bin Sahl yang mengisahkan dirinya bahwa suatu hari pada bulan Sya’ban ia pernah mengadu kepada Allah sebab merasa minder dan iri pada dua bulan mulia yang mengapitnya, yaitu Rajab dan Ramadhan. Kemudian ia memohon agar diberikan sesuatu yang spesial juga. Akhirnya, Allah mengabulkan permohonannya. Sya’ban dianugerahi gelar kemuliaan sebagai bulan untuk membaca Alquran, tetapi akan banyak manusia yang rugi sebab lalai pada bulan ini.
Bagi para sahabat Nabi dan tabi’in (murid sahabat) ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka bersungguh-sungguh memperbanyak amalan sunnah yaitu salah satunya membaca Alquran. Kepedulian orang-orang saleh terdahulu terhadap bulan ini bahkan menghentikan pekerjaan mereka, seperti perdagangan, bisnis dan semua perhatian mereka untuk lebih tertuju pada Alquran.
Sebab orang-orang saleh terdahulu memahami keutamaan bulan tersebut dan ingin mengejar fadilah dari kesunnahan mengerjakan amalan. Seperti kisah Amr bin Qays al-Mula’i, seorang tabi’in yang sehari-seharinya bekerja sebagai pedagang bumbu rempah. Begitu bulan Sya’ban tiba, ia menutup tokonya dan menyibukkan diri dengan tilawah Alquran.
Tidak hanya dengan tilawah dan hafalan, para ulama saleh tersebut juga mengeluarkan alat-alat mengaji yang mereka simpan. Berupa pelepah kurma, potongan tulang dan kulit binatang yang bertuliskan ayat-ayat suci. Sebagai persiapannya untuk menekuni Alquran.
Ada seorang ahli hikmah yang mengatakan, bahwa suatu masa ibarat seseorang berladang, Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyiram tanaman, dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen tanaman. Artinya, kalau seseorang tidak biasa menyirami tanaman kebaikan dari sekarang di Sya’ban, maka bagaimana mungkin akan memanen tanaman kemuliaan dan keistimewaan di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah. Maka perlu terus ditingkatkan semua amal saleh seperti salah satunya menyibukkan diri dengan Alquran.
Meskipun membaca Alquran dengan cara tartil atau melafalkan ayat-ayat tentu hal itu sudah sangat baik, namun alangkah lebih utamanya lagi jika kita meneladani bagaimana sahabat Nabi dahulu membaca Alquran. Dikatakan oleh Abu Abdurrahman as-Sulami, “Para pembaca Alquran, seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, dan sahabat lainnya bercerita kepada kami bahwa mereka belajar dari Rasulullah 10 ayat. Mereka tidak menambahnya sampai memahami makna kandungannya dan mengamalkannya.”
Walaupun sahabat Nabi adalah orang Arab dan Alquran diturunkan dalam bahasa Arab mereka tetap berusaha tadabbur dan memahami arti tiap kata. Mereka tidaklah terburu-buru dalam membaca serta menghafal dan tidak akan pindah ke 10 ayat yang lain setelah juga memahami makna ayat dan tafsirnya, serta berusaha untuk mengamalkan ayat tersebut.
Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi generasi terbaik seperti para ulama terdahulu atau minimal bisa mendekati akhlak dan kebiasaan baik mereka, maka sudah saatnya kita pun mencontoh bagaimana cara mereka berinteraksi dengan Alquran. Terlebih lagi saat ini berada di bulan Sya’ban sebagai pemanasan menyambut bulan Nuzul Alquran (turunnya Alquran). Kita sebaiknya tidak sekedar membaca tapi juga berupaya memahami kandungannya, mengamalkan, dan mendakwahkan Alquran kepada yang lain.[]