BincangMuslimah.Com – Anak merupakan pemberian sekaligus anugrah dari Allah Swt yang harus dijaga, dipelihara, dibimbing, dididik dan harus dikembangkan segala potensinya sesuai dengan fitrahnya. Di sisi lain, anak merupakan generasi penerus umat. Anak merupakan hasil cinta kasih dari kedua orang tuanya, buah hati, pelipur lara bahkan investasi pelindung orang tua terutama jika mereka telah dewasa dan orang tua telah berusia lanjut. Tentang posisi anak dalam keluarga, Islam menjelaskannya lewat banyak kisah dalam al-Qur’an.
Seorang anak bisa menjadi penyelamat orang tuanya nanti di hari akhirat bahkan ada anak yang akan memasangkan mahkota di kepala kedua orang tuanya jika di dunia ini mampu menghafal al-Qur’an. Akan tetapi anak juga bisa menjadi penghalang orang tua untuk masuk surga jika anaknya mengerjakan tindakan tercela di dunia. Bagimanakah al-Qur’an menjelaskan posisi anak dalam keluarga?
Berikut penjelasan-penjelasan posisi anak dalam keluarga menurut al-Qur’an`
1. Anak sebagai penyejuk jiwa, penenang hati, dan pemimpin orang-orang yang bertakwa.
Kedudukan ini menjadi yang terbaik dan tertinggi dari seorang anak. Hal ini dijelaskan dalam QS. al-Furqan ayat 74: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebahai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
Banyak ulama yang menyebut, makna dari qurrata a’yun dalam ayat tersebut ialah anak yang sholeh, taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, dan bermanfaat bagi banyak orang. Anak yang memiliki perangai ini bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, kebanggaan dan pembela untuk para orang tua di dunia maupun di akhirat.
Anak seperti ini tidak lahir begitu saja. Ada proses dan perjuangan yang maksimal dan keras dari para orang tua untuk membina, mengasuh dan mendidiknya bahkan dari segi biaya pendidikannya. Hal yang sangat penting ialah doa, baik dari orang tua mauun dari orang-orang saleh. (Tafsir Muqatil Ibn Sulaiman jilid 3, hal.242).
2. Anak sebagai perhiasan dunia
Hal ini dijekaskan dalam QS. al-Kahfi ayat 46: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sholeh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
Imam Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas menjelaskan posisi anak sebagai perhiasan dan kekayaan dunia untuk orag tuanya. Seperti perhiasan dan kekayaan anak diperlakukan, dijaga, bahkan disayang sebaik-baiknya oleh orang tua. Hal ini juga disamakan dengan perhiasan dan kekayaan dunia yang lainnya sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang lainnya.
“Dijadikanlah indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yakni :perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran ayat 14).
3. Anak sebagai ujian atau fitnah.
Hal ini dijelaskan dalam QS. at-Taghabun ayat 15: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah lah pahala yang besar”.
Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya, secara tersirat ayat ini bermakna sebagai amanah dan titipan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Dengan cara memenuhi hak-haknya, dirawat, disayang, bahkan dididik untuk masa depan yang cerah dan bisa membahagiakan orang tua. Selalu ingat bahwa Allah memiliki balasan yang baik bagi mereka yang menjaga amanah ini. Maka jangan sia-siakan jiwa dan raga anak, jangan merasa akan menjadi miskin dengan memiliki anak. Seperti yang diamanatkan dalam QS al-Isra ayat 31:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yag besar.”
4. Anak menjadi musuh.
Hal ini dijelaskan dalam QS At-Taghabun ayat 14: “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya, beberapa mufasir menjabarkan makna anak sebagai musuh disini ialah menjadi pihak yang menghalang-halangi jalan Allah, menjadi penghambat jalan ketaatan kepada-Nya. Mufasir lain menjabarkan makna dari sebagai musuh ialah musuh seperti yang terjadi pada hari kiamat, dimana antara orang tua dan anak, antara seseorang dengan kerabatnya tidak hanya dipisahkan, tetapi juga bermusuhan, bahkan saling gugat dan menyudutkan, akibat hak masing-masing yang tidak terpenuhi, kezaliman di antara mereka ketika di dunia dan lain-lain.
Hal ini dijelaskan dalam QS.al-Mumtanah ayat 3: “Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia memisahkan antara kamu. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.