BincangMuslimah.Com – Kata ‘khalwat’ mungkin terdengar akrab di telinga hampir setiap orang. Bagi seorang muslim, kata itu sudah diperkenalkan sejak saat masih duduk di bangku sekolah. Namun pada umumnya, khalwat selalu diidentikan dengan pasangan muda-mudi yang memilih tempat sepi. Pemilihan tempat tersebut lalu berujung kepada maksiat. Namun pada aktifitas tertentu mengharuskan perempuan hanya berdua dengan laki-laki seperti saat bersama sopir taksi yang mesti membawa kendaraan.
Sebagian pandangan bahkan melarang perempuan untuk menggunakan taksi online karena dianggap berkhalawat. Lalu pada kasus lain, ada seorang laki-laki dengan perempuan yang tengah berdiskusi. Meski tidak berada di ruangan tertutup, keduanya memilih tempat yang sunyi tanpa banyak orang. Dalam dunia kerja pun kerap ditemui hal serupa. Seorang atasan perempuan yang menegur karyawan yang berjenis laki-laki di ruangan kerjanya. Mereka hanya berdua dan berada di ruang tertutup.
Satu kata yang ditandai betul di dalam kata ‘khalwat’ adalah ‘pengasingan diri’. Hal ini pun selaras dengan Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya yang berjudul ‘Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah’.
Dalam buku tersebut, Faqih menyebutkan jika khalawat bisa saja terdiri dari dua jenis. Pertama, khalwat yang membawa hal positif. Seperti mencari tempat menyendiri untuk mengingat Allah. Atau membicarakan pekerjaan yang bersifat profesional tanpa ada niatan buruk di dalamnya. Selain itu bisa pula bertukar pikiran terkait sosial yaitu kemanusiaan dan sebagainya.
Sehingga dapat dikatakan jika berkhalawat ke arah perbuatan yang positif maka sifatnya boleh. Contoh seperti seorang perempuan berada di dalam taksi online bersama seorang supir laki-laki pun tidak menjadi masalah. Selagi profesional dan tidak melakukan tindakan tercela.
Menurut Faqih, ada beberapa hadis yang mengindikasikan khalawat yang dibenarkan dalam Islam. Satu di antaranya adalah perihal Rasulullah membantu seorang perempuan yang tengah mendapati masalah. Beliau pun menemani sang perempuan hingga permasalahan tersebut selesai.
“Dari Anas bin Malik r.a berkata: ada seorang perempuan yang mungkin akalnya (sedang mengalami) sesuatu, berkata: Wahai Rasulullah, aku memiliki suatu kebutuhan darimu. Rasul menjawab boleh, wahai ibu, lihat kemana pun kamu ingin pergi menemanimu untuk menuntaskan persolanmu itu, aku akan penuhi. Lalu Nabi Saw pergi menemaninya di suatu jalan tertentu, sampai perempuan itu merasa sudah selesai dari persoalannya.” (Shahih Muslim, no. 6189).
Namun di sisi lain, Kyai Faqih berpandangan jika ada pula khalwat yang membawa manusia ke arah kenistaan. Hal ini apa bila di dalam hati manusia tersebut terpasang niat ingin berbuat dosa seperti tindakan zina. Oleh karenanya, kedua belah pihak harus mempunyai komitmen untuk saling menjaga diri. Berpegang teguh pada nilai-nilai norma dan agama. Sebagaimana jika perempuan yang hanya berdua dengan sopir taksi karena keadaan pekerjaan profesionalitas hal itu tidak masalah.