Ikuti Kami

Kajian

Dua Cara Membaca Hukum Kepemimpinan Perempuan Menurut Masdar Farid Mas’udi

al-a'raf ayat 26 kepemimpinan perempuan
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Setelah bergulirnya era reformasi, perempuan dan kepemimpinan menjadi hal yang diperbincangkan secara hangat. Kita tahu ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan dalam ranah politik baik eksekutif maupun legislatif. Karena perempuan, yang mampu dan memudahkan akses bagi perempuan untuk mengawasi dan menyuarakan kebijakan-kebijakan yang masih tidak adil bagi hak-hak perempuan.

Dalam sejarah Islam keterlibatan perempuan dalam dunia politik telah menjadi catatan sejarah Nabi Muhammad SAW. Beberapa perempuan pada masa itu turun ke medan perang, berdiskusi di majelis-majelis, bahkan menjadi imam shalat, (seperti Ummu Waraqah ra.), menjadi guru bagi kaum laki-laki, menjadi tulang punggung bagi keluarga dan lain-lain.

Banyak kalangan yang berbeda pandangan, termasuk umat Islam sendiri tidak setuju terhadap masuknya perempuan di ranah publik. Ranah publik merupakan hak asasi setiap manusia, termasuk perempuan. Perempuan mempunyai hak yang sama, sebagaimana apa yang selama ini dilakukan oleh seorang laki-laki termasuk memimpin dalam wilayah publik. Sejarah kepemimpinan perempuan dalam Islam memang tidak begitu mendapat tempat pembahasan yang cukup serius.

Dalam perbedaan pendapat yang membahas kepemimpinan perempuan, disebabkan oleh cara atau metode dalam menafsirkannya. Banyak pemikir Islam progresif membicarakan hal tersebut. Mulai Hasan Hanafi, Muhammad Imarah, Muhammad Arkoun, Abdullah An-Naim, Nasr Hamid Abu Zaid, dan Muhammad Sahrur. Di Indonesia seorang pemikir NU Masdar Farid Mas’udi menawarkan metode kritis analisis. Metode ini didasarkan pada fakta-fakta yang ada.

Pertama, dalam upaya penemuan hukum baru, beliau sedikit merujuk kepada Hazairin dan Munawirin, Masdar menentukan metode alternatif yakni rekonstruksi penafsiran. Rekonstruksi penafsiran Masdar ditempuh dan diproses melalui rekonstruksi qath‘i dan dhanni.

Untuk mendukung upaya penfasiran ini, beliau menyarankan pemakaian hermenuetika sebagai sarana alternatif untuk melakukan rekontruksi interpretatif, yang menurutnya lebih bisa menghasilkan penafsiran yang lebih dekat pada kebenaran dan kemaslahatan. Berdasarkan uraian demikian, maka metode yang dipakai Masdar cenderung pada pola rekontruksi interpretatif. (Masdar Farid Mas’udi, Islam dan Hak-hak Refroduksi Perempuan, 62)

Baca Juga:  Sungai Eufrat Mengering: Tanda Kiamat atau Krisis Lingkungan?

Kedua, hasil pemikiran hukum Masdar lebih cenderung menampakkan metode kritis terhadap teks (fikih). Menafsirkan teks (fikih) disesuaikan dengan kondisi sosial saat sekarang ini. Ini tidak bisa dibantah bahwa pola pemikiran Masdar yang demikian itu mengarah kuat pada pola responsif kritis terhadap apa yang terjadi dengan zaman sekarang.

Jika fikih melarang perempuan di ranah publik (pemimpin negara) dan membatasi peran perempuan di ranah publik, Masdar justru membolehkannya. Karena menurutnya, setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan juga berhak dalam dunia publik. Yang dimaksud aktivitas publik menurut Masdar seperti, sebagai guru, pekerja sosial, politikus bahkan presiden.

Kemudian dalam fikih, Masdar Farid Mas’udi menjelaskan tentang bagaimana kepemimpinan politik perempuan terjadi karena adanya dua hal. Pertama, karena prinsip-prinsip dasar tentang kesetaraan harus dijabarkan bukan di ruang hampa sebagaimana fikih cenderung memperlakukan hukum dan ketentuan Islam, melainkan hal tersebut harus dijabarkan dalam bentuk sosial dan historis tertentu. Kedua, kecenderungan bias pandangan yang patriarki di dalam pengetahuan teks dan pemahaman keagamaan yang selama ini lebih didominasi oleh otoritas keagamaan laki-laki.

Berdasarkan metodologi Masdar yang telah dijelaskan di atas, maka sebenarnya dalam Islam tidak ada yang dinamakan hak-hak perempuan atau hak-hak laki-laki. Begitu pula dalam Islam tidak ada apa yang dinamakan kewajiban perempuan dan kewajiban laki-laki. Yang ada dalam Islam tidak lain adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, tidak melihat lagi apakah dia laki-laki atau perempuan.

Perempuan berhak melaksanakan berbagai akad-akad dan muamalah sebab Syariat Islam datang untuk manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Masdar sangat menekankan bahwa agama tentang keadilan jender terletak pada esensi diturunkannya agama sebagai pembebas, bersifat emansipatoris. ( Masdar Farid Mas’udi, Islam dan Hak-hak Refroduksi Perempuan, 66).

Rekomendasi

Arrijal Qowwamun 'alan Nisaa Arrijal Qowwamun 'alan Nisaa

Bagaimana Memahami Ayat “Arrijal Qowwamun ‘alan Nisaa”?

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

Komentari

Komentari

Terbaru

Empat Waktu Dilarang Berhubungan Badan Menurut Al-Quran Empat Waktu Dilarang Berhubungan Badan Menurut Al-Quran

Empat Waktu Dilarang Berhubungan Badan Menurut Al-Quran

Keluarga

Pengaruh Sumpah Pemuda dalam Kebangkitan Perempuan

Muslimah Daily

Santri Berdaya: Tak Hanya Ngaji, ini Kiprah Santri di Dunia Profesi! Santri Berdaya: Tak Hanya Ngaji, ini Kiprah Santri di Dunia Profesi!

Santri Berdaya: Tak Hanya Ngaji, ini Kiprah Santri di Dunia Profesi!

Khazanah

Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda sampai Lahirnya Kongres Perempuan

Kajian

Shutter 2025 Versi Indonesia: Potret Horor, Trauma, dan Kritik terhadap Kekerasan Seksual Shutter 2025 Versi Indonesia: Potret Horor, Trauma, dan Kritik terhadap Kekerasan Seksual

Shutter 2025 versi Indonesia: Potret Horor, Trauma, dan Kritik terhadap Kekerasan Seksual

Muslimah Talk

Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda

Dolly Salim: Perempuan yang Tercatat dalam Sejarah Sumpah Pemuda

Muslimah Talk

Suami Istri Bercerai Anak Suami Istri Bercerai Anak

Suami Istri Bercerai, Anak Harus Memilih Siapa?

Keluarga

Momentum Hari Santri: Refleksi Kehadiran Santri di Ruang Publik Momentum Hari Santri: Refleksi Kehadiran Santri di Ruang Publik

Momentum Hari Santri: Refleksi Kehadiran Santri di Ruang Publik

Muslimah Talk

Trending

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

ratu bilqis ratu bilqis

Meneladani Kisah Ratu Bilqis Sebagai Sosok Perempuan Pemberani

Muslimah Talk

Peran Perempuan di Balik Sumpah Pemuda sampai Lahirnya Kongres Perempuan

Kajian

Cerita Seru Serba-Serbi Mondok: Selamat Hari Santri!!!

Diari

Ruby Kholifah: Pejuang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Muslimah Talk

Suami Istri Bercerai Anak Suami Istri Bercerai Anak

Suami Istri Bercerai, Anak Harus Memilih Siapa?

Keluarga

Parenting Islami : Ini Empat Cara Mendidik Anak yang Over Aktif

Keluarga

Pengaruh Sumpah Pemuda dalam Kebangkitan Perempuan

Muslimah Daily

Connect