BincangMuslimah.Com – Haji adalah ibadah yang paling memerlukan kesiapan fisik dan materi. Ibadah yang merupakan rukun islam kelima ini memiliki syarat wajib berupa istitha’ah di samping harus beragama Islam, berakal, baligh dan merdeka. Istitha’ah berarti mampu dalam melaksanakan ibadah haji. Konteks ‘mampu’ disini meliputi kemampuan mental, jasmani (badaniyyah), keamanan (amniyyah), dan materi (maliyah).
Tak bisa dipungkiri, aspek materi (maliyah) adalah aspek krusial bagi calon jamaah haji terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Terbukti dari maraknya masyarakat yang berusaha bergabung pada agen travel haji dan sebagainya untuk memudahkan mereka dalam hal pembiayaan dan pemenuhan sarana keberangkatan haji.
Kemudian muncul persoalan di kalangan masyarakat perihal biaya atau uang yang digunakan untuk melaksanakan ibadah haji. Bagaimana hukum melaksanakan ibadah haji menggunakan uang haram? Apakah sah atau tidak?
Definisi harta atau uang haram itu sendiri adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan yang dilarang oleh syariat. Di zaman kemajuan teknologi ini, banyak kalangan anak muda biasa hingga pengusaha yang berlomba-lomba mengumpulkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan anak keturunannya, bahkan demi mengikuti tren dan update zaman terkini. Tak sedikit pula mereka yang menghiraukan baik atau tidaknya cara mereka mendapatkan harta tersebut. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
ليأتين على الناس زمان، لا يبالي المرء بما أخذ المال، أمن حلاال أم من حرام
“Akan datang suatu masa, orang-orang tidak peduli dari mana harta dihasilkannya, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram”.(HR. Bukhori)
Melalui sabda Rasul tersebut kita bisa simpulkan bahwa pada hakikatnya yang haram di sini bukanlah uangnya, melainkan cara atau jalan untuk mendapatkan uang tersebut. Istilah uang haram ini adalah majazi atau kiasan saja karena sejatinya uang hanyalah benda, tidak bisa dikenai hukum kecuali benda-benda yang telah ditentukan hukumnya oleh syari’at atau yang telah disebutkan dalam al-Quran dan hadis. Dalam kitab Radd al-Mukhtar, Ibnu Abidin menyebutkan, sebagaimana yang ada di kitab ushul fiqh lainnya bahwa uang yang diperoleh dengan cara haram adalah haram lighairihi, yakni karena faktor eksternal bukan karena faktor internal dari uang itu sendiri, berbeda dengan benda seperti bangkai dan lain-lain.
Mengenai pembahasan berhaji menggunakan uang haram, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Hurairah, bahwa rasulullah SAW pernah bersabda:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خرج الرجل حاجا بنفقة طيبة ووضع رجله في الغرر فنادى لبيك اللهم لبيك ناداه مناد من السماء لبيك وسعديك زادك حلال وراحلتك حلال وحجك مبرور غير مأزور وإذا خرج بالنفقة الخبيثة فوضع رجله في الغرر فنادى لبيك ناداه مناد من السماء لا لبيك ولا سعديك زادك حرام ونفقتك حرام وحجك مأزور غير مأجور.
Artinya: “Jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang baik lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik”, maka dijawab dari langit (oleh Allah): “Aku menerima hajimu dan menganugerahkan kebahagiaan bagimu karena bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah halal, perjalananmu juga halal dan hajimu mabrur tidak tercela. Dan jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang najis lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik”, maka dijawab dari langit: “Aku tidak menerima hajimu dan tidak menganugerahkan kebahagiaan bagimu karena bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah haram, biaya yang engkau belanjakan juga haram dan hajimu pun menjadi tercela lagi tidak berpahala”. (HR. Thabrani)
Kemudian perihal sah atau tidaknya ibadah haji seseorang yang menggunakan uang haram, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama’ fiqih. Mereka terbagi menjadi 2 kelompok:
Pertama, Imam Hanbali dan pengikutnya (Hanabilah) berpendapat bahwa berhaji menggunakan uang haram adalah tidak sah (batal). Ia tidak mendapatkan pahala, berdosa, dan kewajiban melaksanakan ibadah hajinya belum dikatakan gugur.
Kedua, Pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik bin Anas, dan Imam Abu Hanifah serta jumhur ulama bahwa berhaji menggunakan uang haram adalah tetap sah tetapi haram. Imam Abu Hanifah menyebutnya makruh tahrim. Kewajiban ia berhaji telah gugur, namun orang tersebut mendapatkan dosa.
Di sini ibadah hajinya masih dikatakan sah karena dia telah melaksanakan semua rukun dan syarat haji, namun hajinya tidak berpahala atau bahkan tidak diterima. Kewajibannya gugur berdasarkan sahnya perbuatan yang telah memenuhi rukun dan syarat, sedangkan diterimanya suatu perbuatan didasarkan pada hal-hal seperti uang yang halal, keikhlasan hati, dan lain-lain.
Maka dari itu, hendaknya kita harus lebih berhati-hati terhadap cara serta asal usul harta yang kita peroleh. Demikian penggunaan uang haram juga sangat berdampak buruk bagi diri dan sekitar, bisa menjadi penyebab ketidakberkahan, doa tidak dikabulkan dan menggunakannya berarti kita sama saja dengan mayoritas orang yahudi yang punya ciri khas tersebut.
Apalagi jika penggunaannya dalam urusan pelaksanaan ibadah yang haruslah dijaga kesakralannya dari segi apapun, begitupun dengan pelaksanaan ibadah haji maupun ibadah lain karena ibadah adalah tindakan penyataan bakti kita kepada Allah swt, yang tidak layak untuk dicampuri sedikitpun oleh sesuatu yang najis ataupun haram yang bisa mengurangi nilai dan kualitas dari ibadah tersebut.
3 Comments