Ikuti Kami

Keluarga

Dampak Pernikahan Siri, Perempuan dan Anak Sering Jadi Korban

Dampak Pernikahan Siri
foto: gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Untuk menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan, pasangan haruslah melaksanakan pernikahan yang sah, baik secara negara maupun agama. Namun, tak jarang ditemui beberapa pasangan memilih melangsungkan akad pernikahan secara siri. Padahal, terdapat dampak pernikahan siri akan dihadapi terutama bagi perempuan. 

Pencatatan Perkawinan Sebagai Jaminan Hukum

Mengacu pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Mitra Hukum Press, 2012). Undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap perkawinan harus didaftarkan. 

Pencatatan perkawinan ini penting sebagai sarana untuk memberikan jaminan hukum dalam sebuah perkawinan. Ketentuan ini berlaku tidak hanya untuk mereka yang beragama Islam, tetapi juga untuk mereka yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, maupun Buddha. Hal ini diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk (penjelasan pasal 1), serta UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 2, yang didukung oleh Inpres RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6.

Dari perspektif hukum Islam, perkawinan dianggap sebagai mitsaqan ghalidan atau ikatan yang kokoh, yang dianggap sah jika telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun pernikahan. Berdasarkan Alquran dan hadis, para ulama menyimpulkan bahwa rukun-rukun pernikahan meliputi keberadaan calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, serta ijab dan kabul.

Dampak Pernikahan Siri bagi Perempuan

Namun ada sebuah pernikahan yang sah di mata agama namun pada dasarnya adalah pelanggaran UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tersebut, yaitu pernikahan siri yang juga disebut dengan pernikahan di bawah tangan.  Pernikahan yang secara agama dianggap sah, namun pada kenyataannya justru memunculkan banyak sekali permasalahan yang berimbas pada kerugian di pihak perempuan. 

Baca Juga:  Parenting Islami: Metode Nabi Muhammad dalam Mendidik Anak

Pernikahan siri memiliki dampak negatif yang lebih besar bagi perempuan dan anak-anak. Ketika pernikahan dilakukan secara tidak resmi, anak yang lahir dari pernikahan tersebut tidak hanya dianggap tidak sah secara hukum, tetapi juga kehilangan status hukumnya terhadap ayahnya. Akibatnya, perempuan dan anak sering kali kehilangan hak-hak mereka seperti hak atas nafkah, warisan jika ayahnya meninggal, dan hak atas harta bersama jika terjadi perceraian. 

Menurut Ketua Pusat Studi Wanita Universitas Negeri Yogyakarta, perempuan yang menikah secara siri akan menghadapi kesulitan dalam berinteraksi sosial karena masyarakat cenderung menilai negatif terhadap hal tersebut. Sementara itu, anak yang lahir dari pernikahan siri akan kehilangan sejumlah haknya.

Menurut hukum Islam, perkawinan siri dianggap sah jika memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Namun, dari perspektif peraturan perundang-undangan, model perkawinan ini belum lengkap karena belum didaftarkan. Pencatatan perkawinan hanyalah tindakan administratif yang tidak mempengaruhi validitas sahnya perkawinan. 

Orang-orang yang sering menjadi korban dari perkawinan semacam ini adalah mereka yang terlibat dalam konflik atau pertikaian hukum, terutama terkait penolakan atau pengakuan sahnya perkawinan siri tersebut. Selain itu, anak yang lahir dari perkawinan ini sering kali tidak diakui secara hukum. Kadang-kadang, masalah juga dapat muncul terkait pembagian warisan.

Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa anak sah adalah anak yang lahir dalam perkawinan yang diakui secara hukum, sementara anak yang lahir dari perkawinan yang tidak diakui hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. 

Menurut hukum Islam, perkawinan siri dianggap sah, sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut dianggap sah secara hukum. Namun demikian, Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang perkawinan tidak mengakui pernikahan siri, karena sebagai warga negara Indonesia, umat Islam juga diharapkan untuk patuh terhadap peraturan yang berlaku. 

Baca Juga:  Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Oleh karena itu, mereka yang melakukan nikah siri, menurut pandangan hukum tetap dianggap seperti mereka yang melakukan hubungan di luar perkawinan. Bahkan, jika dari pernikahan tersebut lahir anak, anak tersebut juga dianggap sebagai anak di luar perkawinan menurut hukum.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa dampak pernikahan siri pada perempuan adalah perempuan rentan kehilangan hak-haknya, yang demikian karena perempuan tersebut tidak memiliki keabsahan hukum yang tetap. 

Selain itu, perempuan dalam ikatan pernikahan siri juga rentan mengalami gangguan pada psikologis, sebab tidak adanya kejelasan status perempuan sebagai istri dan konotasi negatif dari masyarakat sekitar yang tidak sedikit.  Tidak cukup berhenti di dirinya, melainkan anak yang dilahirkan dari pernikahan siri juga tidak memiliki status hukum, begitupun dengan anaknya. Di sisi lain, pihak laki-laki bisa lebih mudah untuk meninggalkan kewajibannya dan melakukan  poligami. 

Oleh karena itu, setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan haruslah sah secara hukum negara dan agama. Tentunya dengan itu agar menciptakan kemaslahatan bagi keluarga. 

Rekomendasi

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Bagaimana Status Hukum Anak dalam Perkawinan Siri? Bagaimana Status Hukum Anak dalam Perkawinan Siri?

Bagaimana Status Hukum Anak dalam Perkawinan Siri?

Ditulis oleh

Penulis adalah kandidat magister pengkajian Islam dalam bidang pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif di Komunitas Jaringan Gusdurian Depok.

Komentari

Komentari

Terbaru

Retno Marsudi: Diplomat Handal dengan Segudang Prestasi

Diari

Cara mendidik anak Nabi Ibrahim Cara mendidik anak Nabi Ibrahim

Teladan Rasulullah Sebagai Kepala Keluarga

Khazanah

Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid? Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid?

Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid?

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

Tafsir Surah al-Ahzab Ayat 21: Rasulullah Teladan Bagi Manusia

Khazanah

Etika Mengadakan Acara di dalam Masjid

Kajian

Ummu Sulaim Ummu Sulaim

Ibu Sempurna dalam Pandangan Masyarakat

Diari

Kisah Nabi Muhammad Bergurau Dengan Istrinya Kisah Nabi Muhammad Bergurau Dengan Istrinya

Kisah Nabi Muhammad Bergurau Dengan Istrinya

Keluarga

Trending

Hukum Masturbasi dalam Islam Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Menghisap Kemaluan Suami

Kajian

doa baru masuk islam doa baru masuk islam

Doa yang Diajarkan Rasulullah pada Seseorang yang Baru Masuk Islam

Ibadah

Doa Nabi Adam dan Siti Hawa saat Meminta Ampunan kepada Allah

Ibadah

Doa menyembelih hewan akikah Doa menyembelih hewan akikah

Doa yang Diucapkan Ketika Menyembelih Hewan Akikah

Ibadah

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Mengeraskan Bacaan Niat Puasa Mengeraskan Bacaan Niat Puasa

Doa Qunut: Bacaan dan Waktu Pelaksanaannya

Ibadah

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

mona haedari pernikahan anak kdrt mona haedari pernikahan anak kdrt

Suami Boleh Saja Memukul Istri, Tapi Perhatikan Syaratnya!

Kajian

Connect