Ikuti Kami

Keluarga

Anak Kerap Jadi Korban Kekerasan dalam Keluarga; Bentuk Ketidakmampuan Orangtua Memproses Emosi

kekerasan pada anak
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Adalah Usmanto, laki-laki yang berusia hampir separuh baya, dengan teganya melakukan kekerasan pada anak kandungnya sendiri. Tidak hanya menyakiti raga dan jiwa, tindak kekerasan yang dilakukan oleh Usmanto bahkan merenggut nyawa anaknya yang baru menginjak usia 11 tahun. 

Kekerasan yang berujung duka ini berawal dari sang anak yang bersepeda, lalu mengenai kaki anak tetangga hingga terluka. Orangtua anak tetangga tersebut melaporkan kejadian ini pada Usmanto yang baru saja bangun dari tidurnya. 

Hal pertama yang dilakukan oleh Usmanto adalah menampar pipi anaknya, menendang hingga tersungkur, lalu mengangkat kemudian membantingnya. Usai kejadian tersebut, terjadi pendarahan di mulut dan hidung. Belakangan, lewat pemeriksaan medis terdapat kerusakan pada tulang tengkorak dan jaringan otak. 

Entah Apa Penyebab Kekerasan pada Anak Terus Terjadi

Kekerasan pada anak adalah ‘benda usang’ yang terus ditemukan. Entah karena perkembangan teknologi yang pesat, sehingga kasus mudah naik ke permukaan, atau memang kekerasan masih lazim dilakukan sebagai bentuk pendidikan. 

Buktinya saja, kekerasan pada anak masih marak bertebaran di pemberitaan. Sesuatu yang amat disayangkan dan menjadi tanda tanya. Kapan tindakan dengan dalih pendidikan, pembelajaran untuk anak ini berakhir. 

Jika mengintip pada data real time Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak sejak 1 Januari 2023, sudah ada 26.897 kasus kekerasan pada anak. Jika dirincikan, korban laki-laki sebanyak 5.659 kasus dan dari korban perempuan sebanyak 23.608 kasus. 

Jelas, pemerintah sebetulnya telah membuat regulasi terkait untuk mencegah terjadinya kekerasan. Tengok saja Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (3) dan Ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serta melakukan tindakan kekerasan terhadap anak”. 

Baca Juga:  Perempuan Rentan Menjadi Korban KDRT, Kenali Faktor Penyebabnya!

Kekerasan pada anak yang berujung pada kematian, negara pun sudah menetapkannya di dalam aturan di atas. Yaitu dengan pidana paling lama 15 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Aturan telah ada, tapi kenapa kekerasan pada anak tidak kunjung hilang. Bahkan pelaku masih dari pihak keluarga. Apa yang sebenarnya tengah terjadi? 

Kekerasan Pada Anak, Bukti Ketidakmampuan Orangtua Memproses Emosi 

Kekerasan yang masih saja terjadi pada anak adalah tanda ketidakmampuan orangtua dalam memproses emosi. Nyatanya, bukan anak saja yang butuh kecerdasan emosi. Orangtua pun memerlukan hal yang sama. 

Ketika orangtua cerdas, cakap mengelola emosi, mereka akan lebih siap memberikan pendidikan yang baik pada anak. Emosi sendiri adalah rasa yang didapat ketika berada dalam situasi tertentu. Emosi juga bisa dimiliki ketika berhubungan dengan seseorang yang dianggap penting atau dekat. 

Jenis-jenis emosi itu beragam dan tidak hanya ‘marah’. Emosi bisa dalam bentuk bahagia, sedih, takut, jijik, senang dan sebagainya. Mengelola emosi sendiri bermakna kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sehingga bisa memberikan respons yang tepat. 

Sebagai contoh, saat anak melakukan kesalahan, mungkin ada perasaan kecewa, marah dan geram pada anak. Namun, memukul bukan bentuk pendidikan yang dibenarkan. Orangtua perlu ‘menerima’ perasaan tersebut terlebih dahulu. 

Cari cara untuk memproses perasaan terlebih dahulu. Mungkin bisa dengan menarik napas panjang atau menenangkan diri sejenak. Setelahnya, baru dekati anak dan jelaskan, apa yang telah ia lakukan adalah sebuah kesalahan dan tidak boleh dilakukan. 

Berikan sanksi yang tepat sebagai bentuk pendisiplinan anak. Sanksi tidak selalu berupa kekerasan yang bisa membekas dan menimbulkan trauma. Mungkin bisa saja dengan meminta anak maaf atau mengurangi hak istimewa seperti jatah bermain atau jajan. Pendisiplinan pada anak bisa juga dengan menambahkan tanggung jawab seperti membersihkan rumah dan sebagainya. 

Baca Juga:  Maraknya KDRT di Masa Pandemi dan Kedudukan Perempuan dalam Islam

Walaupun ilmu pola asuh orangtua terus berkembang, konsep emosi dan mengelolanya memang masih belum diterima oleh seluruh keluarga Indonesia. Sekali lagi, memukul dan menyakiti anak bukan bentuk pendidikan, melainkan kekerasan yang perlu dituntaskan. 

Sekali lagi diharapkan pada masyarakat, jika melihat anak mendapatkan kekerasan dari keluarga siapapun, jangan ragu untuk melapor ke lembaga terkait. Lembaga yang menangani ini seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. 

Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.

Rekomendasi

Mengintip Dugaan Penyebab Laki -Laki Acap Kali Jadi Pelaku KDRT

Benarkah Nusyuz Hanya Berlaku Bagi Istri? Benarkah Nusyuz Hanya Berlaku Bagi Istri?

Rasulullah dan Prinsip Anti Kekerasan terhadap Perempuan

tafsir surah ar-Rum ayat 21 tafsir surah ar-Rum ayat 21

Surah ar-Rum Ayat 21: Upaya Pencegahan KDRT

Kitabisa Voluntrip Kawanpuan Kitabisa Voluntrip Kawanpuan

Kitabisa Gelar Voluntrip Kawanpuan, Ajak Perempuan untuk Saling Jaga

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Surah al-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Muslimah Daily

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Ibadah

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect