Ikuti Kami

Muslimah Talk

Mengintip Dugaan Penyebab Laki -Laki Acap Kali Jadi Pelaku KDRT

Berbincang Soal Kesehatan Mental, Mengintip Dugaan Penyebab Kenapa Laki -Laki Acap Kali Jadi Pelaku KDRT

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak dapat diperkirakan kapan akan habisnya. Media sosial hingga media massa masih saja memberitakan korban yang menderita hingga merenggang nyawa. Baru-baru ini misalnya, beredar video seorang selebgram mendapatkan kekerasan yang teramat tragis memilukan dari sang suami.

Kekerasan itu terjadi, tidak lama setelah selebgram tersebut melahirkan anak ketiganya. Di dalam video tersebut, tindak kekerasan tersebut bahkan sempat mengenai bayi mereka. Sayangnya, tindak KDRT yang dialami oleh selebgram itu tidak terjadi kali ini saja. Dan yang amat mencengangkan adalah, anak-anak menyaksikan bagaimana ayah mereka menyiksa sang ibu.

Kenapa laki-laki acap kali jadi pelaku KDRT?

Mungkin bukan lagi jadi rahasia jika sampai sekarang, perempuan dan anak masih menjadi korban terbanyak dari tindakan KDRT ini.  Sedangkan laki-laki umumnya menjadi pelaku pelaku kekerasan tersebut.

Bukan berarti perempuan tidak pernah menjadi pelaku kekerasan. Namun, jika membandingkan dengan laki-laki, jumlahnya teramat timpang. Angka ini terlihat dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023. Data dari lembaga mitra pengada layanan berjumlah 14.719 kasus, yang terjadi dari ranah privat salah satunya seperti KDRT tercatat 75 persen atau 11.105 kasus.

Lalu melansir dari Konde.co, data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) menyebutkan terdapat 25.050 perempuan yang mengalami kekerasan sepanjang tahun 2022. Diketahui sebanyak 58 persen dari jumlah tersebut terjadi dalam lingkup rumah tangga.

Melihat dominannya perempuan menjadi korban kekerasan tentu menjadi tanda tanya untuk kita semua. Lalu, apa penyebab laki -laki jadi pelaku KDRT? Apa yang terjadi sehingga banyak menemukan laki-laki yang tempramental dan tidak bijak dalam mengelola amarah mereka?

Baca Juga:  Beberapa Langkah Konkrit untuk Membantu Korban KDRT

Jika melihat secara umum, mungkin penyebab laki -laki KDRT selalu dikaitkan dengan beban dan tekanan begitu berat yang diemban oleh laki-laki. Faktor ekonomi yang tidak stabil memang bisa memperburuk situasi dan memicu terjadinya KDRT. Namun, di balik sosial budaya yang menaruh beban besar dan masalah ekonomi, sesungguhnya perlu memperbincangkan satu hal, yaitu kondisi psikologis laki-laki.

Kondisi mental nyatanya punya pengaruh besar terhadap pengendalian emosi setiap manusia. Segudang masalah dan besarnya tekanan, meski sulit ditangkal, dapat menghadapinya dengan bijak kalau mental seseorang dalam kondisi sehat.

Membawa Luka Batin

Tanpa bermaksud menciptakan ‘membenarkan’ dari perilaku KDRT, Tidak cakap mengelola emosi dan tempramental mungkin bisa berkaitan erat dengan adanya gangguan kesehatan jiwa dari pelaku kekerasan.

Walau tidak semua, ada yang berpendapat jika pelaku KDRT punya gangguan kesehatan mental yang bersumber dari trauma di masa lalu. Trauma ini bisa berasal dari internal seperti pola asuh keluarga, atau lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang.

Trauma dalam pola asuh, misalnya. Mendidik anak dengan memukul dan memaki bisa menumbuhkan trauma pada anak. Tindakan di atas nyatanya dapat membekas di otak hingga dewasa kelak. Menelusuri salah satu penelitian di dalam laman National Library of Medicine menyatakan jika anak yang terpapar traumatis rentan mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Dan salah satu penyebabnya adalah fungsi keluarga yang amat buruk.

Kita tidak bisa mengabaikan PTSD karena dapat memengaruhi kondisi emosional anak hingga dewasa kelak. Bahkan bisa saja mengulang trauma masa lalu. Misalnya mengasuh anak dengan kekerasan, kelak mereka bisa saja mengulang siklus serupa. Perubahan emosi mereka yang mengalami PTSD pun bisa mudah tersinggung, mara, mudah curiga dan sebagainya.

Baca Juga:  Halal Lifestyle; Tawaran Gaya Hidup untuk Muslim Perkotaan

Dampak Pola Asuh Keluarga Pada Anak

Fungsi keluarga yang buruk mungkin bisa bermakna pola asuh yang menggunakan kekerasan atau disfungsi orang tua. Ada banyak faktor PTSD di dalam sana, namun dua di antaranya karena anak terpapar kekerasan (15,4 persen) dan menyaksikan KDRT di dalam rumah (15,4 persen).

Setidaknya ada beberapa pola asuh yang salah dan bisa membawa trauma pada anak. Pertama, memukul dan memaki anak. Bak lingkaran setan, orang tua yang membawa trauma dan tidak sempat mengatasinya bisa menyulut emosi tidak sehat saat mengasuh anak. Tidak mengherankan jika pada titik tertentu emosi orang tua mudah meledak dan berakhir pada pukulan dan makian pada anak.

Walau mendapat perlakukan tersebut di waktu kecil, jangan salah. Anak dapat mengingatnya dengan baik dan meninggalkan bekas luka yang mendalam. Kedua, suka membanding-bandingkan anak dengan orang lain dengan alasan memotivasi. Bukannya termotivasi, kepercayaan diri anak bisa menurun dan berakhir dengan kecemasan dan rendah diri.

Ketiga memarahi anak di depan umum dengan dalih menasihati juga menjadi pola asuh yang meninggalkan luka. Tindakan ini malah membuat anak merasa tidak percaya diri dan merasa rendah. Terakhir enggan meminta maaf. Orang tua tentu adalah manusia biasa yang juga pernah melakukan kesalahan. Sayangnya, masih ada sebagian orang tua yang tidak bersedia meminta maaf dan malah memarahi anak ketika mengoreksi kesalahan.

Maka bukan tidak mungkin anak hingga dewasa akan mencontoh situasi ini. Bukannya meminta maaf ketika melakukan kesalahan, anak yang tumbuh dengan trauma ini justru marah dan bisa saja melakukan kekerasan.

Lantas apa yang bisa dilakukan jika terlanjur membawa luka?

Jika sudah terlanjur menerima luka dan berdampak pada kesehatan jiwa, ada baiknya untuk ‘menyelesaikan’ masalah itu sebelum berumah tangga. Hidup dengan trauma dan pengendalian emosi yang buruk malah dapat memulai lingkaran setan yang baru. Serta melakukan bentuk kekerasan yang tiada habisnya.

Baca Juga:  Mengenal Fatima al-Fihri, Perempuan Muslim Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Kalau punya masalah kesehatan mental dan sulit mengendalikan amarah, maka perlu melakukan tindakan yakni ‘mengobati’ atau berkonsultasi dengan pihak profesional. Bukan resepsi atau menikah. Pasangan memang semestinya saling menemani dalam suka dan duka. Tapi bukan berarti bersedia menjadi ‘samsak’ atau objek ketidakmampuan kita dalam mengendalikan emosi.

Rekomendasi

Indonesia Darurat Femisida! Indonesia Darurat Femisida!

Rasulullah dan Prinsip Anti Kekerasan terhadap Perempuan

tafsir surah ar-Rum ayat 21 tafsir surah ar-Rum ayat 21

Surah ar-Rum Ayat 21: Upaya Pencegahan KDRT

Kitabisa Voluntrip Kawanpuan Kitabisa Voluntrip Kawanpuan

Kitabisa Gelar Voluntrip Kawanpuan, Ajak Perempuan untuk Saling Jaga

anak korban kekerasan rumah anak korban kekerasan rumah

Anak Selalu Jadi Korban dalam Kasus Kekerasan Rumah Tangga

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

8 Komentar

8 Comments

Komentari

Terbaru

Berbuat Baik terhadap Non-Muslim dalam Prinsip al-Quran

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Na’ilah Hasyim Sabri, Mufassir Perempuan Asal Palestina

Muslimah Talk

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Khazanah

Trending

Talak Menurut Hukum Islam atau Hukum Negara, Mana yang Berlaku??

Kajian

Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Kajian

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Kajian

suami suara tuhan suami suara tuhan

Pengertian Keluarga Sakinah dan Makna Perkawinan dalam Islam

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Istri Menafkahi Suami, Dapatkah Pahala?

Muslimah Daily

Connect