BincangMuslimah.Com – Jihad, dalam Islam dimaknai sebagai berjuang, bersungguh-sungguh, berikhtiar dalam menjalankan sebuah misi utama manusia, yakni menegakkan agama Allah dengan cara-cara sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan Alquran. Bisa juga diartikan sebagai segala upaya yang sungguh-sungguh dalam mendakwahkan ajaran Islam, mewujudkan kebaikan dan menghapuskan segala bentuk kezaliman.
Jihad di era sekarang tidak hanya dimaknai sebagai memerangi seseorang yang zalim saja, jihad bisa dimaknai dengan segala hal yang berujung kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun umat. Seperti belajar, bela negara, mencari nafkah, mendidik anak, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang mengarah kebaikan termasuk dalam jihad. Begitu juga bagi perempuan yang bisa melakukan jihad tidak hanya di dalam rumah.
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S At-Taubah; 41).
وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah; 71).
Ayat di atas diperuntukkan kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, kondisi lapang maupun sulit. Dan anjuran untuk menginfakkan hartanya bagi yang mampu. Akan tetapi, masih banyak dari orang-orang mengartikan bahwasannya jihad hanya di ranah publik, dan hanya berlaku pada laki-laki saja.
Konsep jihad sesungguhnya bersifat netral, tidak hanya di ranah publik saja, ranah domestik juga termasuk dalam jihad. Dari dua ayat di atas, bisa dilihat bahwasannya Alquran menegaskan jihad diperuntukkan laki-laki dan perempuan, tidak adanya perbedaan gender dalam jihad. Porsi jihad pun disesuaikan dengan kapasitas, kapabilitas, artinya jihad fleksibel bagi siapa saja.
Sayangnya, masih ada beberapa orang memaknai bahwasanya jihad di luar rumah diperuntukkan laki-laki, sedangkan perempuan cukup dengan berjihad di dalam rumah. Hal demikian terpatri dalam sosial masyarakat muslim.
Narasi jihad dalam rumah tangga sering dipandang sebelah mata, banyak yang beranggapan bahwa jihad rumah tangga merupakan hal yang harus diperuntukkan perempuan saja. Dari narasi tersebut, tentu adanya diskriminasi terhadap jihad dalam rumah tangga.
Diceritakan, bahwasannya, Utsman bin Affan melakukan peran jihad rumah tangga dengan beberapa alasan, yakni mengurus istrinya yang sedang sakit. Peran Utsman sebagai penjaga istrinya yang sakit dan pengganti pekerjaan domestik. Melihat keadaan Utsman di atas, beberapa sahabat menganggap sebelah mata, bahwasannya jihad dalam rumah tangga merupakan peran yang harus dilakukan oleh perempuan.
Narasi jihad dalam rumah tangga harus dimaknai secara mubadalah. Dengan merujuk Alquran dan Sunnah, makna dari keutamaan jihad rumah tangga adalah melayani keluarga. Tentunya hal ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan. Jihad rumah tangga bisa berupa laki-laki menjadi pelayan bagi ibunya, istri maupun anak-anaknya. Sedangkan jihad rumah tangga bagi perempuan bisa berupa menjadi pelayan bagi ayah-ibunya, suaminya dan anak-anaknya.
Makna pelayan di atas dimaknai dengan pemahaman yang lebih luas, saling tolong-menolong, pelayanan terhadap seseorang yang mengalami kesusahan dan sebagainya. Narasi jihadnya perempuan adalah di rumah merupakan salah satu contoh, bukan dijadikan sebagai tolok ukur bahwa hanya perempuan yang harus jihad dalam rumah tangga. Dengan begitu tidak adanya ketimpangan gender dalam memahami jihad lagi.