BincangMuslimah.Com – Bagaimana hukum membatalkan shalat karena gempa? Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir, bencana alam datang silih berganti. Gempa bumi yang melanda kota Garut menjadi salah satu bencana alam yang harus kita waspadai. Sebelumnya bencana alam yang sama, juga menimpa kota cianjur.
Hukum Membatalkan Shalat Karena Gempa
Menurut Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu Syarah Muhadzab menjelaskan kebolehan memutus atau meninggalkan shalat ketika ada udzur.
إذا دخل في الصلاة المكتوبة في أول وقتها أو غيره حرم قطعها بغير عذر وهذا هو نص الشافعي في الام وقطع به جماهير الاصحاب
“Apabila telah masuk dalam shalat wajib baik di awal waktu atau selain awal waktu, maka haram memutus shalat dengan tanpa udzur. Ini teks dari Imam As-Syafi’i dalam kitab al-Umm, mayoritas ulama juga berpegang pada Pendapat ini”
Dalam pembahasan maqashid al-syari’ah shalat termasuk dalam kategori hifdz ad-din (memelihara agama), dan menyelamatkan diri dari bencana alam termasuk kategori hifdz an-nafs (memelihara jiwa), yang mana dalam kedua hal ini sama-sama memiliki maslahah.
Dalam konsep maslahah apabila ada dua maslahah yang bertabrakan, maka mashlahah yang lebih besar yang harus didahulukan.
إِذَا تَزَاحَمَتِ الْمَصَالِحُ قُدِّمَ اْلأَعْلَى مِنْهَا وَإِذَا تَزَاحَمَتِ الْمَفَاسِدُ قُدِّمَ اْلأَخَفُّ مِنْهَا
“Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan.”
Senada dengan hal ini syekh Dr Muhammad Thahir Hakim dalam kitabnya Ri’ayat al-Maslahah wal Hikmah fi Tashri’ Nabii al-Rahmah, halaman 245;
أما إِذا كَانَت المصلحتان المتعارضتان متعلقتين بكلى وَاحِد كَالدّين أَو النَّفس أَو الْعقل فَينْظر إِلَيْهِمَا من حَيْثُ شمولهما للنَّاس فَيقدم أَعم المصلحتين شمولاً على أضيقهما فِي ذَلِك.
“Apabila ada dua kemaslahatan yang saling bertentangan yang berkaitan satu dengan yang lain, seperti agama, jiwa, atau pikiran, maka yang dipandang dari keduanya adalah aspek mencakupnya terhadap manusia, maka diutamakan maslahat yang lebih umum dari pada yang lebih sempit.”
Dari pertimbangan maslahat inilah ada pendapat ulama yang mengatakan bahwa penyelamatan dari bencana alam lebih didahulukan dari pada pelaksanaan shalat. Syekh Izzuddin Abdus Salam menjelaskan dalam kitabnya Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam:
ﺗَﻘْﺪِﻳﻢُ ﺇﻧْﻘَﺎﺫِ ﺍﻟْﻐَﺮْﻗَﻰ ﺍﻟْﻤَﻌْﺼُﻮﻣِﻴﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺩَﺍﺀِ ﺍﻟﺼَّﻠَﻮَﺍﺕِ، ﻟِﺄَﻥَّ ﺇﻧْﻘَﺎﺫَ ﺍﻟْﻐَﺮْﻗَﻰ ﺍﻟْﻤَﻌْﺼُﻮﻣِﻴﻦَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣِﻦْ ﺃَﺩَﺍﺀِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻭَﺍﻟْﺠَﻤْﻊُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺼْﻠَﺤَﺘَﻴْﻦِ ﻣُﻤْﻜِﻦٌ ﺑِﺄَﻥْ ﻳُﻨْﻘِﺬَ ﺍﻟْﻐَﺮِﻳﻖَ ﺛُﻢَّ ﻳَﻘْﻀِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ
“mendahulukan menyelamatkan orang-orang yang tenggelam, dari pada melaksanakan shalat. karena menyelamatkan nyawa orang yang tenggelam, lebih utama di sisi Allah daripada melaksanakan shalat. sementara menggabungkan antara dua maslahat masih memungkinkan, dengan cara menyelamatkan orang yang tenggelam dulu, kemudian mengqadha’ shalat.”
Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa membatalkan shalat ketika bencana alam diperbolehkan, bahkan itu yang lebih utama. Demikian penjelasan hukum membatalkan karena gempa. Semoga bermanfaat.
*Tulisan ini pernah terbit di Bincang Syariah