BincangMuslimah.Com – Secara bahasa, kata mukmin sendiri merupakan sebutan untuk orang yang beriman, sedangkan muslim menjadi sebutan bagi orang yang memeluk agama Islam. Dalam term ilmu akidah, terdapat bab al-Asmâ wa al-Ahkâm yang salah satu bahasannya adalah menyoal apa itu iman dan itu islam. Serta apakah kata mukmin dan muslim menunjukkan arti yang sama sehingga hukum-hukum yang mengikat di dunia dan di akhirat juga sama, atau justru sebaliknya. Berikut akan coba saya ulas terkait makna iman dan islam, mulai dari pemahaman iman.
Lafaz iman dalam bahasa Arab berarti al-tashdiq, yakni sebuah kepercayaan atau pembenaran akan suatu hal. Sedangkan secara istilah, ulama berbeda-beda dalam menafsirkan kata iman. Maksudnya adalah, mereka berbeda-beda dalam membatasi makna iman—siapa sajakah orang-orang yang dapat masuk dalam kategori iman.
Ada yang mengatakan iman sebagai perbuatan hati sehingga mengimani seluruh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dengan sepenuh hati sudah memenuhi kriteria iman, tanpa diucapkan oleh lisan. Sebagian ulama ada yang justru berpendapat sebaliknya. Iman cukup dengan mengakui segala ajaran agama Islam dengan lisan (syahadat). Adapun pendapat ketiga mengumpulkan dua syarat tersebut, yakni seseorang dikatakan beriman ketika hati dan lisannya sama-sama meyakini dan mengakui segala bentuk ajaran Rasulullah SAW. Terakhir, pendapat keempat menambahkan, bahwa iman ditandai dengan keyakinan hati, pengakuan lisan, dan pembuktian berupa amal shalih sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT.
Dari keempat pendapat tersebut, yang diamini oleh penganut Imam Asy’ari adalah pendapat ketiga. Seseorang bisa dikatakan beriman ketika ia dengan sepenuh hati meyakini ajaran-ajaran Islam secara global (di bagian-bagian tertentu) dan secara rinci (di bagian yang fardhu ‘ain diketahui setiap mukmin), serta dibarengi dengan ikrar secara lisan.
Demikian lah makna iman yang berkutat pada makna keyakinan, kepercayaan dan pembenaran. Adapun islam sendiri menurut jumhur ulama, memiliki mafhum yang sama dengan iman. Sebab keduanya pasti merujuk pada makna al-i’tiraf (pengakuan), al-inqiyâd (ketundukan), al-idz’ân (kepatuhan) dan al-qabûl (penerimaan). Meskipun, secara bahasa islam memiliki makna yang berbeda dari iman, yaitu al-istislam (ketundukan atau penyerahan diri). Adapun secara mafhum syariat, kita juga tidak dapat membayangkan seorang mukmin tapi bukan orang Islam, ataupun seorang muslim tapi tidak beriman. Oleh karenanya bisa kita amini juga bahwa setiap mukmin pasti muslim, dan setiap muslim pasti mukmin.
Pendapat ini tentu saja berlandaskan dalil-dalil naqli dalam Alquran. Pertama, dalam surat Ali Imran ayat 85.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Jika benar orang mukmin bukan berarti muslim, maka seorang mukmin termasuk dalam golongan ayat di atas yang keyakinannya tidak akan diterima. Tentu saja hal ini tidak sesuai. Sehingga harus diamini bahawa islam dan iman memiliki makna yang sama. Dan masih banyak lagi ayat Alquran yang menunjukkan hal serupa.
Lantas jika pembaca sekalian belum yakin dan masih terngiang-ngiang peristiwa Rasulullah SAW. saat bertanya tentang Islam dan Iman kepada Jibril AS, maka hal serupa lah yang dilontarkan kelompok Mu’tazilah kepada kelompok Ahlussunnah wal jamaah.
Yang terjadi saat itu, memang jawaban Jibril AS. menunjukkan adanya perbedaan antara Islam dan Iman. Akan tetapi menjawab hal tersebut kelompok Ahlussunnah wal Jamaah menegaskan, bahwa benar jika makna iman dan islam berbeda memang berbeda, yakni berbeda secara bahasa. Dan demikianlah yang dilakukan Jibril AS. saat itu (menjelaskan iman dan islam secara bahasa). Akan tetapi yang dimaksud keduanya memiliki makna sama adalah, keduanya merujuk pada mafhum syariat yang sama, yaitu sebuah ketundukan dan kepatuhan akan sebuah ajaran.
Oleh karenanya, kita pun tidak menemukan adanya seorang muslim tetapi dia tidak bersyahadat dan tidak meyakini ajaran Islam dalam hatinya. Juga sebaliknya, kita tidak menemukan seorang mukmin yang tidak tunduk akan kebesaran Allah SWT.
Hal di atas merupakan ulasan makna iman dan islam dari sisi hakikat syariat. Ulasan di atas dapat menjadi tanbihat umat muslim untuk tidak mengkotak-kotakkan muslim dan mukmin dalam hal kewajiban taklif, serta khitab-khitab Allah SWT. dalam Alquran yang seringkali menggunakan redaksi salah satu di antara keduanya, dan sebagainya.
Akan tetapi jika kita lihat lebih mendetail dari sisi sebutan (atas perbuatan/penyimpangan yang dilakukan) keduanya selama di dunia, maka sudah hal lain lagi. Iman dan islam memiliki hubungan umum dan khusus dari satu aspek (umum wa khusus min wajhin).
Ada waktu dimana seseorang bisa dikatakan beriman tetapi tidak muslim. Yakni saat seseorang meyakini Islam dengan hatinya, tapi tidak menampakkannya di luar seperti orang yang dipaksa meninggalkan agama Islam dan akhirnya berbohong. Pun sebaliknya, ada waktu dimana seseorang bisa dikatakan muslim tapi dia tidak beriman. Kasus seperti inilah yang terjadi pada orang-orang munafik. Mereka menampakkan Islamnya di luar, tetapi dalam hatinya ia tidak mengimani. Dan setiap dari mereka akan mendapatkan balasan yang berbeda-beda saat di Akhirat, sebagaimana ketetapan Allah SWT. Adapun penjelasannya sangat lah panjang sebab kelompok-kelompok Islam berbeda-beda dalam memaknai balasan tersebut.
Demikian lah ulasan tentang iman dan islam yang dikemukakan Imam Sa’duddin al-Taftazani dalam syarah kitab al-Maqâsid.
3 Comments