BincangMuslimah.Com – Hidup di era teknologi yang berkembang pesat, mobilitas yang cepat membuat manusia kerapkali mengalami tekanan dan stres. Bersamaan dengan itu, akun media sosial yang berkaitan dengan psikologi banyak bermunculan dan diikuti. Itu menandakan bahwa manusia butuh semacam healing dari segala tekanan yang dihadapi. Manusia akan cenderung mengikuti apa yang relate dengan kehidupan mereka. Gus Ulil menghadirkan buku “ Menjadi Manusia Rohani” yang bisa dikatakan sebagai self healing book.
Ulil Abshar Abdalla atau yang masyhur dengan panggilan Gus Ulil dikenal sebagai cendikiawan muslim, penulis, dan pengampu “Ngaji Ihya” di akun Facebooknya. “Manusia Rohani” pertama kali rilis pada tahun 2019 melalui penerbit Alifbook & el-Bukhori Institute. Berisikan penjelasan kitab tasawuf populer karya Syekh ‘Atha’illah As-Sakandary, al-Hikam.
Adapun kata al-Hikam merupakan bentuk plural (jamak) dari al-Hikmah yang bermakna kalimat kebijaksanaan. Maka kitab ini berisi kumpulan hikmah, tepatnya 264 hikmah. Namun Gus Ulil meringkasnya menjadi 50 bab karena ada beberapa bagian yang digabung atau disatukan. Tentu ini merupakan inisiatif yang berguna untuk meringkas dan memudahkan kepenulisan dalam buku ini.
Gus Ulil menguraikannya dengan bahasa yang sederhana tapi padat akan ilmu. Bahkan beliau sering memunculkan istilah-istilah modern yang populer untuk menunjang pehamaman pembaca. Selain itu, Gus Ulil juga mampu menyederhanakan setiap kalimat hikmah dengan bebas, sederhana, dan tidak keluar dari inti makna.
Pada tiap kalimat hikmah yang dijelaskan, Gus Ulil membagi dua penjelasan, yaitu “Penjelasan Umum” dan “Penjelasan Khusus”. Pada penjelasan umum, Gus Ulil membahas hikmah secara universal apa yang dimaksud oleh Syekh ‘Atha’illah. Lalu mengarah pada pengertian yang lebih spesifik dan mengarah pada solusi yang ditawarkan atau nasihat dalam kalimat hikmah itu. Bahkan pada beberapa bab, Gus Ulil memberikan sub bab yang menjelaskan poin-poin yang bisa dipetik dari kalimat hikmah tersebut.
Buku ini ditulis oleh Gus Ulil semacam hendak menggiring pemahaman masyarakat bahwa kehidupan sufi tak hanya bisa dilakoni oleh orang-orang pesantren. Masyarakat urban juga menjadi pasar dari buku ini, terbukti dari penggunaan kata-kata yang populer dalam ilmu psikologi.
Misal, salah satu bab yang diberi judul “Bagaimana Menjadi Sufi di Era Digital?” menggunakan pola kalimat yang bisa diterima oleh pembaca umum. Gus Ulil mampu menyelaraskan ide dan pesan yang disampaikan oleh Syekh ‘Atha’illah dengan pemahaman yang sederhana pada kalimat bijaksana ini. Bab ini merupakan penjelasan dari hikmah yang ke-16 namun masuk pada bab ke-21 dalam buku:
كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ أَظْهَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ؟ كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الذِي لَيْسَ معَهُ شَيءٍ؟ كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ؟ كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَيْءٌ وَلَوْلَأهُ لَمَا ظَهَرَ وُجُوْدُ كُلِّ شَيْءٍ؟
Artinya: Bagaimana mungkin Dia terhijab dan terhalang oleh sesuatu, sementara Dia lebih terang-benderag dari segalara barang? Bagaimana Dia terhijab oleh sesuatu , sementara tak ada sesuatu yang lain bersama Dia? Bagaimana Dia bisa terhijab oleh sesuatu, sementara Dia lebih dekat kepadamu dari segala wujud yang ada? Bagaimana Dia bisa terhijab, sementara Dia adalah Dia Yang tanpa-Nya segala sesuatu gelap, tak tampak?
Pada kalimat bijaksana bagian ini, Gus Ulil mendefinisikan tentang Kebenaran dengan huruf “K” kapital. Gus Ulil menyebutkan bahwa Kebenaran bagaikan cahaya yang terang benderang dan tak mampu terhalangi apapun. Jikalau ia tertutup atau terhalang, kelak pada masanya tabir penghalang itu akan tersingkap.
Dalam penjelasan khusus, Gus Ulil menjelaskan bahwa di era sesaknya informasi dan perkembangan teknologi yang pesat kita harus menjadi sufi. Menjadi manusia yang berupaya untuk tenang di tengah banjirnya informasi. Masyarakat urban, pada khususnya bisa menjadikan kalimat kebijaksaan ini agar tetap menelaah banyak informasi dengan bijaksana. Sebab di era disrupsi ini, kebenaran memang sulit didapatkan. Informasi yang simpang siur menyebabkan kepala terasa sesak dan penuh. Dan di situlah al-Hikam mengarahkan kita untuk tetap menjadi sufi, bersikap tenang. Sebab bagaimanapun, Kebenaran akan muncul.
Buku ini layak dibaca oleh masyarakat yang berada di golongan manapun, tidak hanya masyarakat pesantren, tapi juga masyarakat umum yang bahkan tak pernah mengenal kitab kuning. Sang penulis mampu menjelskan kalimat-kalimat bijaksana dari al-Hikam dengan ringan namun tetap penuh esensi.